Pendidikan Kesehatan Ditata

- Editor

Senin, 5 Maret 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Lima universitas direncanakan mulai mengembangkan Academic Health System (AHS) atau sistem pendidikan kesehatan yang bekerjasama dengan RS pendidikan yang ada di sekitarnya. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dan mewujudkan pemerataan distribusi tenaga kesehatan hingga ke pelosok.

Hal ini mengemuka dalam pembukaan Muktamar Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI) di Palembang, Jumat (2/3). Hadir dalam acara tersebut Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, dan 300 peserta Muktamar ARSPI dari seluruh Indonesia.

Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Ali Ghufron mengatakan kelima universitas yang akan menjalani sistem HAS adalah Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas Hasanuddin. “Mulai tahun ini, kelima universitas tersebut sudah harus memenuhi indikator yang sudah ditetapkan oleh kementerian,” ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sistem AHS sebenarnya sudah dikonsepkan sejak lima tahun lalu, hanya saja pelaksanaannya belum optimal. Namun, sejak tahun lalu, Kementerian Kesehatan dan Kemenristekdikti sudah membentuk komite bersama untuk merumuskan kosep AHS agar dapat diaplikasikan segera di sejumlah universitas. “Saat ini, tinggal menunggu tanda tangan dari menteri,” ucap Ali.

Konsep yang dicanangkan adalah mengintegrasikan RS Pendidikan dan jejaringnya yang berada di bawah kewenangan Kemenkes dengan sejumlah institusi pendidikan, mulai dari fakultas kedokteran, kedokteran gigi, dan fakultas kesehatan lainnya yang berada di bawah kewenangan Kemenristekdikti. Bahkan, ke depan akan dilakukan kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk memperluas cakupan yani kerjasama dengan pemerintah daerah.

Ali menerangkan ada sejumlah keuntungan yang diperoleh ketika konsep ini dijalan, yakni tata kelola rencana strategi dari fakultas kedokteran dengan RS pendidikan dapat lebih terarah. “Selama ini, dokter yang ada di RS pendidikan tidak diakui di fakultas kedokteran. Dengan konsep ini, maka dokter yang bekerja di RS pendidikan juga dianggap sebagai tenaga pengajar, bahkan berpeluang mengejar gelar profesor,” ungkap Ali.

Mahasiswa juga akan diuntungkan karena proses penelitan ataupun praktek lapangan dapat lebih mudah karena semua hal sudah terintegrasi. Hal ini diharapkan bermuara pada dihasilkannya mahasiswa yang jauh berkualitas.

Ketua Umum ARSPI Anwar Santoso menjelaskan, sekarang, ada 95 RS pendidikan dan 368 RS yang digunakan untuk pendidikan dari 83 Fakultas Kedokteran yang ada di seluruh Indonesia. Namun, integrasi fungsional antara sektor pendidikan dan sektor kesehatan belum optimal.

Hal ini disebabkan belum adanya regulasi resmi yang mengatur integrasi antara kedua sektor tersebut. Alhasil, pelaksanaan pendidikan kesehatan kurang optimal. Selama ini, lanjut Anwar, di sejumlah RS pendidikan, biaya operasional pendidikan ditanggung oleh RS pendidikan. “Apabila hal ini terus dibiarkan, maka RS tersebut akan bangkrut,” ujar Anwar.

Dari hal kompetensi, kata Anwar, masih banyak, fakultas kedokteran yang tidak menyesuaikan kurikulumnya dengan kebutuhan masyarakat yang ada saat ini, terutama isu kesehatan dunia. Padahal, dalam kurun waktu tertentu ada jenis penyakit terus berkembang, baik penyakit baru atau penyakit yang muncul kembali. Itu semua harus diantisipasi. Belum lagi permasalahan belum meratanya tenaga kesehatan di pelosok.
Penerapan AHS di sejumlah universitas ini diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan kesehatan yang masih kerap muncul. Misalnya, lanjut Anwar, dengan sistem AHS, Universitas Hasanudin dapat memperkuat jaringannya, dengan menyediakan tenaga kesehatan di wilayah Sulawesi atau di Indonesia timur.

Menteri Kesehatan
mengatakan, penerapan konsep ini juga harus mengatur penyebaranya tenaga medisnya. Pendidikan tenaga kesehatan akan disesuaikan dengan jenjang pelayanan. Misalnya RS Pendidikan hanya diisi oleh dokter yang menempuh pendidikan lanjutan seperti mengambil spesialis. Adapun untuk tingkat dibawahnya, disebar di puskesmas.

Begitu juga dengan dosen juga bisa disebar ke sejumlah daerah terpencil dengan penyertaan insetif dan renumerasi tertentu. Dengan komite bersama yang dibentuk, diharapkan dapat mendorong aturan, kurikulum, standar operasi, dan alat-alatnya dapat segera dirumuskan. (RAM)–RHAMA PURNAJATI

Sumber: Kompas, 3 Maret 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB