Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi belum menerapkan konsep pembinaan fakultas kedokteran. Padahal, konsep itu ada sejak akhir 2015 serta dibahas bersama Konsil Kedokteran Indonesia, Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia, dan Ikatan Dokter Indonesia.
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Prof Bambang Supriyatno, Kamis (12/5), di Jakarta, mengatakan, tahun lalu KKI memberikan konsep pembinaan fakultas kedokteran (FK) ke Kemristek dan Dikti. Pembahasan teknis usulan konsep itu dilakukan beberapa kali dan anggaran telah disiapkan. Kenyataannya, Kemristek dan Dikti justru membuka delapan program studi kedokteran pada Maret 2016.
“Mari kita perbaiki pendidikan kedokteran di Indonesia. Menristek dan Dikti tinggal mengerjakan konsep pembinaan yang sudah ada,” ujar Bambang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, Kemristek dan Dikti diharapkan segera melaksanakan moratorium pembukaan FK baru dan menetapkan kuota penerimaan mahasiswa FK. “Itu harus tercantum dalam surat keputusan menteri, jangan hanya berupa ucapan lisan menteri,” ujarnya.
Konsep pembinaan yang dibuat KKI, ujar Bambang, intinya mengutamakan pembinaan FK yang akreditasinya C agar naik menjadi B dalam satu-dua tahun. Dari 75 fakultas kedokteran yang ada, 36 persennya berakreditasi C. “Dengan pembinaan, harapannya FK yang akreditasinya C jadi hanya 20 persen,” ucapnya.
Secara teknis, pembinaan itu dilakukan delapan tim yang mewakili Kemristek dan Dikti, KKI, AIPKI, ARSPI, IDI, dan Kementerian Kesehatan. Setiap tim membina satu-dua fakultas kedokteran. Tim itu akan memantau dan mendampingi FK akreditasi C untuk meningkatkan mutunya.
Ketua AIPKI Prof Hartono menambahkan, banyaknya FK berakreditasi C menjadi beban berat AIPKI. Perbaikan harus meliputi masukan, proses, dan luaran. Untuk masukan atau input calon mahasiswa, misalnya, perlu penerapan kuota yang jelas dan terukur.
Pembenahan pada aspek proses juga penting dilakukan, terlebih masih ada FK yang belum memiliki rumah sakit pendidikan utama dan jumlah dosennya kurang. “Pendirian FK tak hanya untuk mengatasi distribusi dokter. Pembinaan harus dilakukan. Ini tak mudah,” kata Hartono.
Pihaknya berharap FK berakreditasi A mencapai 40 persen dan FK berakreditasi B 60 persen. Sementara FK berakreditasi C hanya bagi FK baru.
Menristek dan Dikti Muhammad Nasir sebelumnya memaparkan, Kemristek dan Dikti bekerja sama dengan FK yang sudah mapan dalam membina FK baru atau lama yang bermasalah. Misalnya, Universitas Cenderawasih dibina Universitas Hasanuddin; Universitas Indonesia membina Universitas Papua dan Universitas Bosowa. Pembinaan berupa peningkatan kapasitas pengajaran dan pengelolaan kampus. Adapun ketersediaan peralatan dibantu pemerintah.
Selain itu, para dosen dari FK mapan hadir sebagai dosen kontrak. Sistemnya, dosen yang dipinjam dari FK besar ditempatkan di FK baru atau FK yang butuh bimbingan satu-tiga tahun. Syaratnya, FK yang ditinggalkan tak kekurangan dosen jika dosen itu dipinjam. (ADH/DNE)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Mei 2016, di halaman 14 dengan judul “Pembinaan Belum Dijalankan”.