Penelitian gabungan Situs Lamuri yang digelar Universiti Sains Malaysia bersama Universitas Syiah Kuala, Aceh melanggar Undang-Undang Riset Nasional karena belum mengantongi izin Kemristekdikti.
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi diminta memberi teguran yang keras kepada Universitas Syiah Kuala, Aceh dan Universiti Sains Malaysia yang melakukan penelitian gabungan situs Lamuri. Tim peneliti hanya mengajukan izin ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh, itu pun menyatakan tidak ada keterlibatan peneliti dari luar negeri.
Pada 2 Februari 2018, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) mengirimkan surat ke Kemenristekdikti tentang adanya penelitian yang melibatkan peneliti dan mahasiswa asing Pusat Penyelidikan Arkeologi Global Universiti Sains Malaysia (USM) dengan Jurusan Program Studi Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Aceh 5-18 Februari 2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006, setiap warga negara asing yang melakukan penelitian di Indonesia wajib mendapatkan Surat Izin Penelitian yang dikeluarkan Kemenristekdikti melalui Tim Koordinasi Pemberian Izin Penelitian Asing (TKPIPA). Puslit Arkenas salah satu anggota TKPIPA.
“Ketua Tim Peneliti, Husaini Ibrahim dalam suratnya mengatakan tidak ada keterlibatan asing dalam penelitian ini. Tapi, kenyataannya mereka melakukan dan hanya meminta izin dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, bukan Kemenristekdikti,” kata Kepala Puslit Arkenas, I Made Geria, Minggu (1/4/2018), saat dihubungi dari Jakarta.
Puslit Arkenas mendapatkan bukti Surat Keputusan Pengarah Pusat Penyelidikan Arkeologi Global USM tentang Penunjukan Tim Pelaksana Kegiatan Lanjutan Penyelidikan/Kajian Tapak Lamuri Tahun 2018 Nomor: PPAG-01/01/2018 yang ditandatangani Prof Dato Dr Mokhtar bin Saidin selaku pengarah Pusat Penyelidikan Arkeologi Global USM. Surat itu dengan jelas menyebutkan telah ada nota kesepahaman antara USM dan Unsyiah tentang penyelidikan bersama di Tapak Lamreh (Situs Lamuri).
“Sudah selayaknya pemerintah memberikan peringatan keras. USM dan Unsyiah bukan saja melanggar Undang-Undang Riset Nasional, tetapi juga PP 41 Nomor 2006 dan Permenristekdikti Nomor 14 Tahun 2017 yang mengatur bahwa kegiatan penelitian oleh peneliti asing di wilayah NKRI harus dilakukan atas dasar izin tertulis dari Menristekdikti,” kara Made.
Dalam suratnya tanggal 20 Maret 2018, Ketua Tim Peneliti Situs Lamuri dari Unsyiah, Husaini Ibrahim mengungkapkan, keterlibatan USM merupakan kegiatan penelitian mahasiswa asal Aceh yang sedang belajar program magister arkeologi di USM. Penelitian tersebut merupakan salah satu tugas akhir dan perlu mendapat bimbingan dari pembimbing USM.
Surat klarifikasi dari Husaini yang dikirimkan ke Puslit Arkenas tanpa disertai dengan kop surat dan tanda tangan. Surat tersebut berisi tiga poin, pertama pemberitahuan bahwa penelitian Situs Lamreh (Lamuri) telah mendapatkan rekomendasi tertulis dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh, kedua pernyataan bahwa tidak ada keterlibatan asing dalam penelitan Situs Lamreh, dan penjelasan bahwa penelitian tersebut merupakan kegiatan mahasiswa asal Aceh yang sedang belajar program magister di USM.
Dari pantauan Puslit Arkenas, penelitian antara USM dan Unsyiah sudah berlangsung lama. Sebelumnya, Kepala Program Studi Sejarah Unsyiah, Nurasiah membenarkan bahwa USM dan Unsyiah melakukan penelitian gabungan di Aceh.
Kirim surat teguran
Setelah menggelar sidang pada 23 Maret 2018, TKPIPA akan segera melayangkan surat teguran kepada Rektor Unsyiah terkait masalah ini. “Surat itu ditujukan ke Rektor Unsyiah. Harapannya, rektor segera menegur dosen yang memimpin penelitian ini,” ucap Kepala Bidang Fasilitasi Penelitian Puslit Arkenas Priyatno Hadi.
Menurut pasal 757 ayat (h) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 11 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemendikbud, Puslit Arkenas berfungsi melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan penelitian dan pengembangan arkeologi. “Tugas kami memang melakukan pemantauan terkait penelitian arkeologi. Semua hal terkait arkeologi mesti ada pemberitahan ke Puslit Arkenas,”tambahnya.
Tenaga lokal Penelitian Arkeologi Situs Goa Harimau melakukan proses pelabelan pada setiap kerangka individu Homo Sapiens di Goa Harimau, Desa Padang Bindu, Semidang Aji, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, Rabu (28/5). Dari 78 kerangka yang diekskavasi, sebanyak 38 kerangka telah diangkat ke Museum Si Pahit Lidah yang berjarak sekitar dua kilometer dari Goa Harimau. Sebagian besar dari kerangka tersebut kini telah diganti dengan kerangka tiruan yang diletakkan sama persis seperti kondisi awalnya di Goa Harimau. Penelitian ini dikoordinasi oleh Puslit ArkenasDi Jawa Timur, Tim Laboratorium Geoteknik dan Lingkungan Departemen Teknik Geofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) yang dipimpin Amin Widodo juga tengah menyiapkan riset arkeologi dengan metode geofisika untuk mengungkap peradaban maritim Kerajaan Majapahit. Karena terkait arkeologi, menurut Made, ITS juga harus berkoordinasi dengan Puslit Arkenas.
“Kami baru mulai dan kalau sudah terlihat (hasilnya) baru membentuk konsorsium riset nasional. Semua stakeholder yg terkait dengan riset peradaban akan diundang dan diajak penelitian bersama,” kata Amin.
Kepala Seksi Perlindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jatim Edi Widodo mengatakan, Tim geofisika ITS sudah berkoordinasi untuk melakukan penelitian bersama di Situs Tarik, Sidoarjo.”Harapannya hasil riset geofisika bisa membantu mengetahui struktur bangunan dibawah permukaan,” katanya.–ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN DAN RUNIK ASTUTI
Sumber: Kompas, 2 April 2018