Pemakaian Obat Selama Berpuasa

- Editor

Senin, 27 Mei 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

BULAN Ramadhan tinggal beberapa hari lagi. Dalam kaitannya dengan ibadah puasa tersebut, seringkali masyarakat pemakai obat salah menggunakannya. Kesalahau pemakaian obat ini terutama terjadi dalam dosis yang digunakan.

Di Indonesia, lama berpuasa bisa sekitar 13 jam per hari, sehingga pemakaian obat secara oral –selama menjalankan puasa– tidak diperbolehkan. Biasanya orang baru menelan obatnya, setelah waktu buka berpuasa sampai saat menjelang habis waktu sahur. Bagi umat Islam yang kondisi kesehatannya masih memungkinkan untuk menialankan ibadah puasa, pemakaian obat bukan menjadi penghambat tidak berpuasa.

Pemakaian yang benar
Kesulitan yang sering dijumpai masyarakat adalah, bila obat yang diminum frekuensi pemakaiannya 3-4 kali sehari. Di mana kebiasaan kita menelan obat adalah pagi-siang-sore-malam. Namun jika pemakaiannya hanya 1-2 kali sehari, bisa diminum menjelang habis waktu sahur dan saat berbuka puasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebaiknya jangan karena alasan puasa, Anda meminum obat secara tidak rasional. Misalnya, dosis obat sekali minum ditambah sendiri tanpa konsultasi ke dokter. Akibat dosis yang berlebihan ini, dapat memberi efek toksik atau efek samping yang mungkin membahayakan pemakainya.

Anda juga jangan mengurangi frekuensi pemakaian obat. Misalnya yang seharusnya 3-4 kali sehari, menjadi 1-2 kali sehari. Akibat dosis yang dikurangi ini, efek terapi obat berkurang dan lama memperoleh kesembuhan.

Konsultasikan
Berkonsultasi kepada dokter yang memberi obat, merupakan cara paling tepat, agar pemakaian obat tetap bermanfaat. Anda hendaknya juga minta saran dokter, apakah kondisi kesehatan memungkinkan menjalankan ibadah puasa. Bila dibolehkan, tentu dapat diminta obat-obatan yang pemakaiannya hanya 1-2 kali sehari.

Obat-obat tertentu, dosis sekali pakainya ada yang dapat didua-kalikan. Misalnya golongan antibiotika Tetrasiklin, Ampisilin, amoksisilin. Khemoterapeutika, misalnya kotrimoksazol. Dokter dapat pula memberi obat alternatif yang sediaan oralnya berupa sediaan lepas lambat sehingga dapat diminum 1-2 kali sehari. Alternatif yang lain, obat dapat diberikan lewat rute pemaaian bukan oral (tidak dimium).Misalnya,topikal/lewat kulit (salep, obat gosok, plester transdermal), tetes mata/hidung/telinga, rektal, vaginal atau parenteral. Sebaiknya pemilihan alternatif obat, dikonsultasikan dengan dokter.

(Suharjono, pengajar pada Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga Surabaya)

Sumber: Kompas, tanpa diketahui tanggal terbitnya

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Sejarah Ilmu Kedokteran
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Rabu, 14 Juni 2023 - 14:27 WIB

Sejarah Ilmu Kedokteran

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB