Pasien Hepatitis C Terkendala Biaya

- Editor

Senin, 29 Januari 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penyediaan obat antivirus (direct acting antiviral/DAA) oleh pemerintah belum bisa menjangkau semua penderita hepatitis C. Akibatnya, sejumlah pasien hepatitis C yang menjalani terapi interferon putus berobat karena terkendala biaya. Obat itu diusulkan masuk program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi hepatitis C 1,01 persen atau sekitar 2,5 juta orang. Ada 50 persen dari jumlah total pasien menderita hepatitis C menahun dan 10 persen dari pasien menuju fibrosis hati yang bisa memicu kanker hati.

Namun, Kepala Subdirektorat Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Sedya Dwisangka mengatakan, pemerintah baru menyediakan obat DAA bagi 2.000 orang. Obat itu difokuskan ke 6 provinsi, yakni Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Jadi, penyediaan pengobatan gratis terbatas daripada estimasi jumlah penderita hepatitis C. Sebab, anggaran minim,” kata Sedya, di Jakarta, Jumat (26/1).

Biaya terapi
Obat DAA lebih murah daripada terapi interferon yang mencapai Rp 150 juta per orang. Adapun obat DAA butuh biaya Rp 15 juta per orang. Tingkat keberhasilan obat DAA hingga 90 persen. ”Hepatitis cepat memicu komplikasi. Kami berharap program baru ini makin banyak cakupannya,” ujarnya.

Ke depan, program penyediaan obat itu akan dimasukkan program JJKN-KIS. Itu butuh penyesuaian 2-3 tahun sambil pemerintah mencari jenis DAA paling efektif dan efisien.

Asisten Deputi Direksi Bidang Pengelolaan Fasilitas Kesehatan Rujukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Beno Herman mengatakan, obat DAA belum ditanggung BPJS Kesehatan karena tak terdaftar di Formularium Nasional serta Badan Pengawas Obat dan Makanan. ”Kami perlu memastikan DAA ini efektif,” ujarnya.

Direktur Medik dan Keperawatan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta Gerald Mario menuturkan, RSKO tak dimasukkan pemerintah dalam program DAA. Padahal, ada 400 pasien hepatitis di RS itu. ”Pasien hepatitis banyak karena pengguna narkoba suntikan dibawa ke RSKO,” ujarnya.

Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia (PKNI) menyebut, hasil riset besaran pengeluaran pasien hepatitis C Juli 2017 sampai Januari 2018 menunjukkan, 37 persen dari jumlah pasien tak tahu hepatitis C ditanggung BPJS Kesehatan.

Konsultan Penelitian PKNI, Catherine Thomas, mengatakan, hal itu menyebabkan sebagian pasien hepatitis C putus berobat karena tidak punya dana. (DD18)

Sumber: Kompas, 27 Januari 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB