Pandemi Covid-19 mendorong geliat riset di kalangan ilmuwan. Bermacam disiplin ilmu kini tengah berupaya memecahkan persoalan terkait masalah ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG—Kepala Program Laboratorium Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Danang Waluyo menjelaskan isi laboratorium bergerak biosafety level 2 yang diparkir di halaman Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Banten, Minggu (30/8/2020).
Pandemi Covid-19 yang tengah menjadi masalah global turut mendorong geliat riset di kalangan ilmuwan. Mereka berlomba mengungkap temuan beserta solusi demi menghadapi macam-macam persoalan terkait Covid-19.
Puspita Lisdiyanti (53) kebagian jatah bekerja dari rumah pada Rabu (23/9/2020). Meski cenderung santai karena bekerja di rumah, dirinya tidak henti memikirkan sekuens genom dari sampel virus SARS-CoV-2 yang baru-baru ini terkumpul di kantornya.
Peneliti bioteknologi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini sebelumnya mengumpulkan sekuens genom dari puluhan sampel virus SARS-CoV-2. Hasil sekuens genom yang berasal dari metode whole genome sequencing akan mengetahui karakteristik virus secara genetik. Hasil sekuens genom tersebut sangat penting untuk diketahui ilmuwan di berbagai belahan dunia.
”Sekuens genom sangat penting untuk mengetahui karakter virus. Ibaratkan virus memiliki wajah, maka saat ini saya sedang mengidentifikasi wajah virus itu, kemudian dicocokkan dengan gejala yang muncul pada manusia,” ujar perempuan yang akrab disapa Lilis ini.
Di tengah kurva pandemi yang belum melandai, Lilis bersama ilmuwan lain di LIPI makin sibuk karena berbagai penelitian soal Covid-19. Meski terus dilanda kesibukan, Lilis berusaha terus merawat semangatnya dalam menggali temuan baru. ”Sekarang, semua peneliti berlomba untuk memecahkan masalah terkait Covid-19,” ucap perempuan yang juga bertanggung jawab sebagai Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 LIPI ini.
Cerita Lilis menggambarkan sekelumit geliat riset terus berlangsung di lingkungan LIPI. Selama situasi pandemi, makin banyak pula ilmuwan LIPI yang menggeluti berbagai persoalan terkait Covid-19 dari disiplin ilmu masing-masing.
Selain Lilis, ada Masteria Yunovilsa Putra yang membuat imunomodulator. Imunomodulator adalah substansi yang dapat meningkatkan atau memperbaiki fungsi dan aktivitas sistem kekebalan tubuh. Zat ini tidak bekerja langsung dalam melawan virus atau bakteri, tetapi membantu kemampuan tubuh untuk melawan patogen (agen biologis penyebab penyakit).
Masteria menyatakan, imunomodulator yang kini masih dalam uji klinis adalah bagian dari semangat untuk berkiprah dalam riset Covid-19. ”Jika imunomodulator lulus uji klinis, saya harap publik bisa mendapatkan ketersediaannya dengan mudah,” lanjutnya.
Riset juga berjalan secara kolaboratif dengan lembaga lain. LIPI bekerja sama dengan PT Gerlink Utama Mandiri untuk menyediakan alat bantu pernapasan atau ventilator. Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI Haznan Abimanyu menuturkan, riset terhadap ventilator juga terinisiasi karena adanya kebutuhan publik, terutama rumah sakit yang menangani Covid-19.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam sejak Maret silam juga mengerahkan berbagai sumber daya riset untuk Covid-19. Hal ini lantaran banyak penelitian yang terhambat karena pandemi, kemudian akademisi beralih fokus untuk memecahkan persoalan seputar Covid-19.
FKUI bersama Fakultas Teknik UI, misalnya, membuat ventilator ringkas yang dapat digunakan di dalam ambulans dan perjalanan menuju ruang isolasi. FKUI juga memproduksi perangkat flock untuk mengambil sampel swab dari nasofaring sehingga tidak harus impor dari luar negeri.
FKUI juga tengah menjalankan sejumlah riset terkait deteksi Covid-19 yang didanai pemerintah. Ada sekitar 20 riset yang tengah berjalan. Beberapa riset itu antara lain perangkat portabel untuk deteksi virus SARS-CoV-2 lewat droplet dan napas ekspirasi, pemantauan sejumlah terapi obat untuk menghilangkan virus SARS-CoV-2, serta pengembangan vaksin untuk virus SARS-CoV-2.
Ari menyatakan, FKUI juga berupaya memublikasikan temuan ilmiah pada jurnal internasional. Salah satu riset terkini FKUI adalah soal adiksi penggunaan internet selama pandemi Covid-19 yang terpublikasi dalam jurnal Frontiers in Psychiatry, 3 September 2020. Hasil riset mengungkap durasi penggunaan gawai banyak orang meningkat sebesar 52 persen.
FKUI juga memublikas riset terkait kondisi kesehata mental para tenaga kesehatan Indonesia selama pandemi. Temuan riset mengungkap 82 persen tenaga kesehatan merasa kelelahan (burnout) dalam tingkat moderat, sementara 1 persen tenaga kesehatan kelelahan dalam tingkat akut.
”Riset-riset kami lakukan untuk mengungkap permasalahan yang sesungguhnya terjadi, seperti kesehatan mental para tenaga kesehatan, dan lain-lain. Di masa seperti ini, publikasi ke jurnal internasional belakangan juga menjadi lebih mudah. Itu saya rasakan sejak Maret-April silam,” tutur Ari.
Lilis dari LIPI menyebutkan, semangat peneliti di berbagai institusi saat ini agaknya sama, yaitu untuk mengungkap persoalan terkait Covid-19. ”Saya pikir semua ilmuwan saat ini semangatnya sama. Mereka mencurahkan waktu untuk upaya mendeteksi, menyembuhkan orang, sehingga virus SARS-CoV-2 tidak mengganggu lagi,” katanya.
Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro juga mendorong hal serupa. Sejak Maret silam, Bambang membentuk konsorsium riset dan inovasi khusus untuk penanganan Covid-19 dengan melibatkan berbagai lembaga keilmuan. Segala upaya riset berkaitan dengan Covid-19 turut didukung dan dipermudah.
”Izin alat kesehatan biasanya memakan waktu berbulan-bulan. Dengan kondisi darurat saat ini, ventilator dan test kit yang dibuat bisa selesai. Hampir semua yang masuk tahapan pengujian juga sudah mendapatkan izin edar. Ini tampaknya mustahil terjadi di masa normal,” kata Bambang dalam webinar bertajuk ”Penanggulangan Covid-19 Berbasis Pengetahuan dan Inovasi” (Kompas, 22/6/2020).
Bambang merasa beruntung karena selama pandemi, ekosistem riset dan inovasi yang sebelumnya sulit untuk dibentuk ternyata kini bisa berjalan lebih cepat. Adanya situasi urgen turut mendorong semua pihak keluar dengan kemampuan maksimal dan saling berkolaborasi. Dengan upaya tersebut, semua berharap pandemi dapat teratasi di tangan ilmuwan.
Oleh ADITYA DIVERANTA
Editor: ANDY RIZA HIDAYAT
Sumber: Kompas, 24 September 2020