Pacuan Menguasai Antariksa

- Editor

Selasa, 24 Maret 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Beberapa negara, tidak hanya Amerika Serikat dan Rusia, saat ini bersaing menjadi penguasa antariksa. China dan India berupaya mendobrak hegemoni penguasaan antariksa yang bertahun-tahun dipegang AS dan Rusia.

Pada ujung dekade 1950- an, Bung Karno, Jawaharlal Nehru, dan Mao Zedong sama-sama menginginkan bangsanya masing- masing menjadi kekuatan antariksa. Keinginan itu tercetus di tengah persaingan Amerika Serikat dan Uni Soviet menjelajah antariksa.

Indonesia kini memang memiliki banyak ilmuwan di bidang antariksa, yang menguasai pengetahuan tentang roket sampai astronomi. Indonesia juga mempunyai satelit. Walakin, Indonesia belum kunjung mampu mengirimkan sendiri benda, apalagi astronot, ke luar angkasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Adapun India sudah meluncurkan roket dan aneka benda buatan dalam negeri ke antariksa. Terakhir, New Delhi meluncurkan Chandrayaan-2 pada 22 Juli 2019. Seperti pendahulunya, Chandrayaan-1, Chandrayaan-2 dibuat untuk mengindera permukaan Bulan. Dalam bahasa Sanskerta, Chandrayaan bermakna kendaraan Bulan.

Sementara China malah sudah mengirimkan orang ke luar angkasa. China membutuhkan waktu 47 tahun, sejak program antariksanya diluncurkan pada 1956, untuk mengirimkan astronot pertama ke luar angkasa pada 2003. China juga bolak-balik mengirim aneka benda ke luar angkasa dan ke Bulan. Seperti India, China menggunakan pesawat dan roket buatan sendiri untuk pengiriman-pengiriman itu.

Kini, China ingin astronotnya menjejakkan kaki ke Bulan. Tentu saja AS, yang 50 tahun lalu mengirimkan warganya ke Bulan, tidak mau ketinggalan. Washington tidak mau hanya Eugene Cernan, astronot AS yang melangkah di Bulan pada 1972, menjadi astronot AS terakhir yang menginjak candra.

”Jangan lengah dan ceroboh, kita dalam perlombaan antariksa, sama seperti di dekade 1960-an dan kini taruhannya lebih tinggi,” kata Wakil Presiden AS Mike Pence.

Ambisi mengulangi
AS memang berambisi mengulangi kesuksesan Apollo 11 yang 50 tahun lalu mendaratkan manusia ke Bulan untuk pertama kalinya. Presiden Donald Trump menetapkan astronot AS harus kembali ke Bulan pada 2024. Sementara China diproyeksikan mengirimkan astronotnya ke Bulan pada 2030.

Dengan rentang waktu yang relatif berdekatan itu, wajar bila Pence menganggap balapan menuju candra kembali terulang. Bila dulu hanya bersaing dengan Uni Soviet yang kini menjadi Rusia, sekarang AS bersaing dengan China, India, dan sejumlah negara Eropa.

”Saya mendengar banyak orang membahas China mendarat (mengirimkan satelit) ke sisi terjauh Bulan. Akan tetapi, penting mengingat bahwa beberapa sebelum pendaratan itu, kita sudah sampai di sisi terjauh Mars. AS akan di depan. Saya tidak melihat ini sebagai balapan,” kata Kepala Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) Jim Bridenstine.

Bridenstine merujuk pada program InSight AS dan Chang-e 4 China. InSight adalah robot yang dikirim AS untuk mempelajari permukaan Mars dan mendarat di sana pada November 2018. Sementara Chang-e 4—nama Dewi Bulan dalam mitologi China— adalah robot yang dikirim China untuk menyelidiki sisi terjauh Bulan dan mendarat di sana pada Januari 2019.

Sebelum InSight, AS sudah mengirim berbagai robot lain ke Mars sejak 1976. Wajar bila Bridenstine menganggap tidak ada balapan menuju antariksa dan AS berada di barisan terdepan dalam pengembangan program antariksa. Apalagi, secara faktual, NASA mempunyai dana paling besar dibandingkan dengan lembaga antariksa negara lain, yakni 21,5 miliar dollar AS pada 2019. Bahkan, Trump tengah mengupayakan tambahan 1,6 miliar dollar AS.

Sebaliknya China, yang disebut mempunyai anggaran antariksa terbesar kedua, hanya memiliki 8 miliar dollar AS. Memang, sejumlah pihak menduga belanja antariksa China bisa jadi lebih besar. Hal ini karena sebagian anggaran antariksa negara itu diduga dimasukkan dalam pos belanja penelitian tentara.

China tidak pernah menampik bahwa program antariksanya dibawahkan oleh tentara. Memang, itu program strategis sejak Mao Zedong menyatakan China harus mempunyai kekuatan antariksa. Di bawah Presiden Xi Jinping, seperti diberitakan Global Times, program antariksa tetap prioritas China dan tercantum dalam rencana pembangunan strategis 2016-2020.

Namun, berbeda dengan Washington yang membatasi kerja sama NASA dengan pihak lain, Beijing mengizinkan Badan Antariksa Nasional China (CNSA) bekerja sama dengan lembaga sejawat di Brasil, Pakistan, Perancis, serta Badan Antariksa Eropa (ESA). Kerja sama itu membuka peluang China mengembangkan banyak hal untuk menjangkau antariksa.

NASA tidak hanya menghadapi tantangan berupa pembatasan peluang kerja sama. Meski memiliki uang banyak, NASA tidak mempunyai roket sendiri sejak 2011. NASA membayar Rusia hingga 80 juta dollar AS per astronot yang dikirimkan ke Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS).

NASA kini melirik roket-roket perusahaan swasta AS- Eropa yang menawarkan ongkos hingga 30 juta dollar AS lebih murah untuk pengiriman setiap astronot. Salah satunya roket yang dimiliki SpaceX, perusahaan besutan Elon Musk, pendiri Tesla yang memproduksi mobil listrik.

Kondisi politik AS
Tantangan lain NASA adalah kondisi politik AS. Kebijakan bisa saja berganti jika tidak ada dukungan. NASA pernah menghadapi itu kala Barack Obama menghentikan program Constellation, yang biayanya terlalu membengkak dan terlambat dari jadwal, pada 2010.

China tidak mempunyai masalah politik. Apalagi, Presiden Xi sudah menetapkan program antariksa sebagai prioritas. Xi melihat program itu dapat memacu pengembangan teknologi tinggi. Dengan demikian, China bisa mengurangi ketergantungannya pada AS dan bangsa lain dalam masalah teknologi tinggi.

Kepala CNSA Zhang Kejian menyebut, Chang-e 5 akan dikirimkan pada akhir 2019. Chang-e 5 akan mengambil contoh material di sisi terjauh Bulan dan membawanya kembali ke Bumi. Beijing tidak menutupi ambisi pada peluang penambangan di Bulan.

Demikian pula bangsa-bangsa lain yang telah atau sedang mengembangkan program antariksa. Rusia, yang bersama AS telah menjadi kekuatan antariksa sejak 60 tahun lalu, masih terus mengembangkan program antariksa. Proyek Luna-25 ditargetkan mencapai sisi terjauh Bulan pada 2022 atau 2024. Jepang dan Korea Selatan juga menargetkan pengiriman robot peneliti ke Bulan dalam beberapa tahun mendatang.

Pakistan, tetangga dan rival India, ikut menargetkan pengiriman astronot pertama ke antariksa pada 2022. Tidak seperti pada 1960-an saat hanya dua negara berlomba, persaingan menaklukkan luar angkasa kini diramaikan banyak negara. Bagaimana dengan Indonesia? (AFP/REUTERS)

Oleh KRIS MADA

Sumber: Kompas, 27 Juli 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB