Pimpinan perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri, menyampaikan komitmen mempercepat pembangunan dari wilayah pinggiran. Hal itu dapat dilakukan, antara lain, dengan meningkatkan mutu perguruan tinggi di daerah. Melalui cara itu, diharapkan perekonomian di wilayah pinggiran ikut berkembang.
Ketua Forum Rektor Indonesia Suyatno mengatakan, komitmen itu disampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/8) sore. Program pemerataan ekonomi, katanya, perlu didukung peningkatan mutu sumber daya manusia. Langkah ini dapat didukung oleh peningkatan kualitas pendidikan yang ada. “Saya sudah menyampaikan komitmen perguruan tinggi itu kepada Presiden. Memang pemerintah menginginkan peran itu,” kata Suyatno seusai bertemu Presiden.
Peningkatan mutu pendidikan perguruan tinggi di daerah mendorong ketertarikan putra daerah kuliah di kampus terdekat. Mereka tidak perlu merantau ke tempat jauh karena kualitas perguruan tinggi di wilayahnya sudah memadai. Begitu pun dengan program pengabdian kepada masyarakat dan riset yang dilakukan, pengelola perguruan tinggi akan lebih banyak mengarahkan program itu ke wilayah pedalaman ataupun wilayah terdepan Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pertemuan pimpinan perguruan tinggi dengan Presiden berlangsung mulai pukul 15.00 hingga pukul 16.45. Pertemuan diikuti pimpinan perguruan tinggi negeri, Forum Rektor Indonesia, dan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia.
Pada pertemuan tertutup itu, Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir.
Menjawab kebutuhan
Seusai pertemuan, Nasir menyampaikan, Presiden meminta perguruan tinggi memainkan perannya untuk merespons perkembangan kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan hal ini, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mempermudah perizinan yang menyangkut pengembangan lembaga pendidikan itu.
“Kemudahan bisa dalam bentuk perizinan, misalnya tentang perizinan pembukaan program studi baru. Saat ini dibutuhkan studi-studi baru yang sejalan dengan kebutuhan masyarakat program studi logistik, membuat platform digital, atau program studi lain,” katanya.
Pemerintah juga memberikan kemudahan menyangkut tenaga dosen. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pengajar perguruan tinggi harus lulusan strata dua. Namun, jika kompetensi dosen di perguruan tinggi itu tidak ada, sementara perkembangan zaman menuntut adanya pengembangan program studi tertentu, dosen bisa diambil dari kalangan praktisi.
“Model pendidikan seperti ini untuk sementara kami selesaikan di pendidikan vokasi. Dosen tidak harus S-2, yaitu 50 persen dari unsur akademik dan 50 persen praktisi. Model seperti ini yang akan kami terapkan di pendidikan strata satu,” kata Nasir.
Pengelolaan perguruan tinggi tidak boleh dilakukan seperti biasanya. Menurut dia, diperlukan terobosan yang memungkinkan adanya peningkatan kualitas perguruan tinggi. (NDY)
——————————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Agustus 2017, di halaman 12 dengan judul “Pacu Mutu sampai Daerah Pinggiran”.