Obyek Astronomi Janggal, Asteroid Oumuamua, Sang Penjelajah Antarbintang

- Editor

Senin, 18 Desember 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sejak pertama kali diamati pada Oktober lalu, kehadiran Oumuamua menarik astronom di seluruh dunia. Sempat dikira sebagai komet, obyek itu kemudian dikelompokkan sebagai asteroid. Namun, analisis terhadap karakter fisik dan orbitnya menunjukkan obyek ini dari luar Tata Surya.

Secara ilmiah, obyek ini dinamai 1I/2017 U1. Huruf I merujuk pada obyek antarbintang alias interstellar. Nama Oumuamua baru diberikan setelah tim Pusat Planet Minor (MPC) Persatuan Astronom Internasional (IAU) mengusulkannya. Oumuamua diambil dari bahasa Hawaii, Amerika Serikat, yang artinya kedatangan pertama pembawa pesan dari jauh.

Obyek ini teramati pertama kali oleh teleskop Pan-STARRS (Panoramic Survey Telescope and Rapid Response System) 1 di Hawaii, pada 19 Oktober. Saat ditemukan, astronom langsung sadar bahwa temuannya itu unik. Dia bergerak sangat cepat dan lintasannya yang hiperbola membuat obyek itu diyakini dari ruang antarbintang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Beberapa dekade terakhir, astronom berteori, obyek antarbintang itu ada dan terletak di ruang antarbintang. Kini, untuk pertama kalinya, astronom membuktikan langsung keberadaannya,” kata Thomas Zurbuchen dari Direktorat Keilmuan Misi Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA), seperti dikutip space.com, Senin (20/11).

Studi lintasan Oumuamua menunjukkan, obyek ini mencapai titik terdekatnya dengan Matahari pada 9 September 2017. Sementara jarak terdekatnya dengan Bumi terjadi pada 14 Oktober dengan jarak 24 juta kilometer atau 60 kali jarak Bumi-Bulan.

Saat ini, Oumuamua terus bergerak menjauhi Matahari menuju luar Tata Surya. Perjalanan menuju ruang antarbintang itu diperkirakan lancar, karena dari analisis lintasan hiperbolanya menunjukkan Oumuamua tidak akan terjebak gravitasi planet-planet.

Karena itu, kecil peluang nasib Oumuamua sebagai penjelajah antarbintang berubah.

Bukan komet
Semula obyek ini diduga sebagai komet kuno. Selama ini, obyek-obyek dari tepi Tata Surya yang masuk ke bagian dalam Tata Surya dan mendekati Matahari adalah komet. Namun, prediksi itu runtuh saat pengamatan tidak menemukan koma yang menyelubungi mukanya.

Koma adalah selubung awan gas, debu, dan es yang terbentuk saat komet mendekati Matahari. Ketiadaan koma itu diamati tim astronom AS dari sejumlah lembaga menggunakan teleskop berdiamater 3,5 meter di Observatorium Nasional Kitt Peak, Arizona, AS.

Karena itu, karakter Oumuamua lebih mirip dengan asteroid yang banyak tersebar di antara planet Mars dan Jupiter atau di sekitar Bumi. Meski demikian, karakter Oumuamua sedikit berbeda dengan asteroid yang ada di Tata Surya.

Pengamatan kelompok astronom lain menggunakan teleskop milik Observatorium Selatan Eropa (ESO) di Chile makin menunjukkan kejanggalan bentuk asteroid ini. Oumuamua berbentuk sangat pipih dan memanjang mirip cerutu, sedangkan asteroid umumnya berbentuk relatif bulat telur.

Oumuamua diperkirakan memiliki panjang sekitar 400 meter. Dimensi panjangnya itu 10 kali lebih besar dibanding lebarnya. Bentuk yang sangat lonjong itu membuat variasi kecerlangannya pun sangat tinggi, sekitar 10 kali. ”Variasi kecerlangan yang luar biasa itu menunjukkan obyek ini sangat lonjong,” kata Karen Meech dari Institut Astronomi Hawaii.

Selain bentuknya, variasi kecerlangan tinggi itu juga dipicu gerak cepat asteroid ini pada porosnya. Untuk melakukan satu kali putaran, Oumuamua hanya butuh waktu 7,3 jam.

Dari segi warna, asteroid ini juga berbeda dengan asteroid pada umumnya. Oumuamua berwarna merah gelap, mirip benda-benda yang berasal dari luar Tata Surya lainnya. Warna merah itu diperoleh setelah obyek itu dibombardir sinar kosmik energi tinggi selama jutaan tahun.

Kandungan Oumuamua pun sedikit berbeda. Obyek ini tersusun atas batuan dan sangat sedikit mengandung logam. Material batu itu, menurut Matthew Holman, Direktur MPC IAU di Cambridge, Massachusetts, AS, adalah karakter benda-benda yang terbentuk di tepian sistem bintang karena dinginnya suhu di sana.

Sementara banyak asteroid di dalam Tata Surya memiliki kandungan logam cukup tinggi hingga berpotensi untuk ditambang guna pengembangan misi pengiriman manusia ke planet-planet di luar Bumi.

Selain itu, obyek ini juga tak terikat pada gravitasi Matahari sehingga diperkirakan bergerak menuju ruang antarbintang setelah melintasi Matahari beberapa bulan lalu.

Perbedaan berbagai karakter itulah yang makin menyakinkan astronom bahwa Oumuamua berasal dari sistem bintang lain, bukan dari sistem bintang Matahari. Karena itu, Oumuamua disebut sebagai pendatang gelap di Tata Surya atau interloper antarbintang yang sebelumnya telah jutaan tahun melintasi ruang antarbintang. ”Ini adalah obyek yang sangat langka,” kata Ralf Kotulla, astronom Universitas Wisconsin-Madison, AS.

Kehidupan cerdas
Meski saat ini obyek ini sudah makin menjauhi Matahari, sejumlah rencana sedang disiapkan untuk terus memantau obyek yang janggal ini. Salah satunya pengamatan menggunakan teleskop Hubble guna memastikan asal dan ke mana tujuan obyek ini mengarungi galaksi Bimasakti.

Kehadiran Oumuamua sebagai penjelajah antarbintang juga menarik proyek penelitian pencarian kecerdasan ekstraterestrial (SETI) global guna memastikan ada tidaknya informasi kehidupan lain dalam bentuk apa pun di obyek tersebut.

Meski demikian, hingga Kamis (14/12), pengamatan SETI yang dilakukan dalam proyek Breakthrough Listen senilai 100 juta dollar AS atau Rp 1,35 triliun dengan dukungan miliarder Yuri Milner menggunakan teleskop radio Green Bank AS belum memberikan hasil. Hipotesis keberadaan kehidupan dari luar Tata Surya itu seolah memang melompat jauh. Namun, apa pun itu patut dicoba.

Temuan atas Oumuamua telah membuka jendela baru bagi penelitian astronomi. ”Temuan ini menorehkan sejarah, membuka peluang baru untuk mempelajari pembentukan sistem bintang di luar jangkauan manusia,” kata Zurbuchen.(M ZAID WAHYUDI)

Sumber: Kompas, 18 Desember 2017

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB