Observatorium Nasional Siap Dibangun

- Editor

Kamis, 9 November 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Observatorium Nasional atau Obnas Timau di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, siap dibangun pada 2018 dan ditargetkan beroperasi tahun 2020. Saat selesai dibangun, teleskop optik Obnas yang berdiameter 3,8 meter akan menjadi teleskop optik terbesar di Asia Tenggara.

“Kehadiran Obnas Timau diharapkan mampu mendorong pembangunan di NTT, menumbuhkan ekonomi lokal, mengurangi kemiskinan, hingga mengatasi tingginya kesenjangan,” kata Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Subandi, di Jakarta, Rabu (8/11).

Obnas Timau dibangun karena parahnya polusi cahaya di Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa Barat, membuat langit malam di area itu jadi terang. Akibatnya, banyak obyek langit redup, sulit diamati sehingga menghambat pendidikan dan riset di observatorium yang dikelola Institut Teknologi Bandung itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Meski ada observatorium baru, Observatorium Bosscha tetap akan difungsikan sebagai observatorium pendidikan dan pengamatan obyek-obyek langit yang terang,” kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin. Karena itu, polusi cahaya di Lembang harus dikendalikan.

Obnas Timau digagas Lapan; ITB; Universitas Nusa Cendana, Kupang; Pemerintah Provinsi NTT; dan Pemerintah Kabupaten Kupang pada 2015. Observatorium dibangun di hutan lindung Gunung Timau, ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut.

“Penggunaan area hutan lindung jadi area Obnas Timau memakai mekanisme izin pinjam pakai hutan,” kata Kepala Subdirektorat Pemantauan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sigit Nugroho.

Teleskop besar
Dengan teleskop optik diameter 3,8 meter itu, Obnas Timau akan masuk jajaran observatorium pemilik teleskop besar dunia. Kini ada lebih dari 70 observatorium punya diameter teleskop lebih besar dari 2 meter.

Sebagai perbandingan, diameter teleskop terbesar Observatorium Bosscha yang mulai beroperasi pada 1923 adalah 60 sentimeter. Adapun teleskop terbesar Observatorium Nasional Thailand yang beroperasi sejak 2012 adalah 2,4 meter.

Dengan teleskop sebesar itu, menurut Thomas, Obnas Timau bisa dipakai untuk mengamati berbagai obyek langit lemah, semua anggota Tata Surya, hingga planet ekstrasolar. Bahkan obyek astrofisika energi tinggi, seperti bintang neutron, bisa diamati.

Selain itu, Obnas Timau akan dilengkapi sejumlah teleskop kecil berdiamater 30 sentimeter (cm) dan 50 cm, teleskop Matahari, serta perangkat pemantau medan magnet Bumi. Itu bertujuan mendukung riset Lapan tentang cuaca antariksa.

“Sampai 2020, Obnas Timau akan fokus pada pengamatan pada panjang gelombang optik,” kata Kepala Pusat Sains Antariksa Lapan Clara Yono Yatini. Selanjutnya, Obnas akan dilengkapi instrumen observasi dalam berbagai panjang gelombang, seperti teleskop radio dan teleskop inframerah dekat landas Bumi.

Meski observatorium termasuk lembaga riset astronomi, Obnas Timau diharapkan bermanfaat bagi masyarakat. Jadi, area sekitar observatorium diusulkan jadi Taman Nasional Langit Gelap yang bisa dijadikan obyek wisata langit gelap untuk melihat langsung berbagai benda langit.

“Obnas jangan jadi kawasan tertutup yang tak bisa dirasakan manfaatnya oleh warga,” kata Bupati Kupang Ayub Titu Eki. Masyarakat diharapkan boleh membangun rumah adat Timor untuk disewakan ke wisatawan. Wisata berbasis masyarakat akan menjamin kelangsungan Obnas karena warga menghemat pemakaian listrik agar tak mencemari langit sekitar observatorium.

“Pengelola Obnas bisa mengembangkan wisata langit malam,” ucap Direktur Pengembangan Teknologi Industri Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Hotmatua Daulay. (MZW)

Sumber: Kompas, 9 November 2017

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB