Di tengah dunia yang mendorong pengarusutamaan pembangunan keberlanjutan, ketika daya dukung lingkungan beriringan dengan pertumbuhan ekonomi, salah satu tokoh di pusaran itu berpulang. Dialah Surna Tjahja Djajadiningrat (69), guru besar manajemen lingkungan yang malang melintang dalam dunia akademis, birokrasi, dan memahami seluk-beluk korporasi.
Almarhum meninggal di RS Harapan Kita, Jakarta, Senin (25/8) pukul 11.30, setelah dirawat karena gangguan jantung. Sedianya, ia akan dioperasi.
”Kami kehilangan pemerhati, pengamat, sekaligus kritikus yang tegas, tetapi santun,” kata Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Pencemaran Karliansyah, yang dihubungi saat melayat di rumah duka, di Bandung, kemarin. Sejak 2010, Surna adalah Ketua Dewan Pertimbangan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (Proper) dan hingga kini Dewan Penasihat Indonesia Project on Climate Change.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada era Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim, almarhum adalah asisten. ”Beliau itu atasan, senior, sekaligus guru kami,” kata Karliansyah. Jejak birokrasinya juga ada di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai Kepala Balitbang serta Direktur Jenderal Pertambangan Umum (2000-2001).
Sementara itu, sebagai akademisi, Surna—biasa dipanggil Naya—adalah pendiri sekaligus dekan pertama Sekolah Bisnis dan Manajemen IPB pada 2004- 2009. Beliau juga pendiri dan ketua ESQ Business School.
Komitmennya pada pembangunan berkelanjutan juga tampak dalam buku Ekonomi Hijau (Green Economy), terbit Mei 2011. Ia tulis bersama kolega.
Menurut pengajar Manajemen Kehutanan IPB yang juga aktivis perlindungan lingkungan, Hariadi Kartodihardjo, Surna adalah sosok yang konsisten pada pemikiran pembangunan berkelanjutan. ”Sejak di pertambangan, beliau telah menekankan aspek lingkungan pada pembangunan ekonomi,” ujarnya. Saat itu, Hariadi adalah Deputi Menteri LH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan. Kini, pemikiran itu masih relevan di Indonesia.
Selasa (26/8), almarhum akan disemayamkan di Aula ITB, sebelum siangnya dimakamkan di TPU Sirnaraga, Bandung.
Almarhum meninggalkan satu putri dan dua cucu. Istrinya meninggal setahun lalu. Selamat jalan Pak Naya…. (GSA/NES)
Sumber: Kompas, 26 Agustus 2014