Nobel bagi Peneliti Obat Anti Parasit

- Editor

Rabu, 7 Oktober 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penemuan untuk Mengatasi Onkosersiasis, Filariasis, dan Malaria
Tiga ilmuwan meraih Hadiah Nobel Bidang Kedokteran atau Fisiologi 2015 atas penelitian mereka untuk mengatasi sejumlah penyakit yang disebabkan parasit. Mereka adalah William C Campbell (85) dari Amerika Serikat, Satoshi Omura (80) dari Jepang, dan Youyou Tu (85) dari Tiongkok.

Penelitian mereka telah menyelamatkan ratusan juta nyawa, mencegah kecacatan, dan mengurangi jumlah kasus infeksi. Hasil riset mereka juga memacu peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi.

Peraih Nobel kedokteran tersebut diumumkan oleh Hanss Frossberg, anggota Dewan Nobel, seperti dilaporkan wartawan Kompas, M Zaid Wahyudi, di Nobel Forum, Institut Karolinska, Stockholm, Swedia, Senin (5/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Frossberg mengatakan, penyakit akibat parasit menyerang manusia sejak ribuan tahun lalu dan menjadi masalah global. Penyakit itu umumnya ditemui di negara- negara berkembang sehingga menghambat peningkatan mutu dan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, Hadiah Nobel tahun ini diberikan atas pengembangan terapi yang merevolusi penanganan penyakit akibat parasit.

William C Campbell merupakan research fellow emeritus di Drew University, Madison, New Jersey, Amerika Serikat. Adapun Satoshi Omura adalah profesor emeritus di Kitasato University, Jepang. Mereka menemukan avermectin, obat yang secara radikal menurunkan jumlah kasus penyakit onkosersiasis (river blindness) dan filariasis atau kaki gajah.

Sementara Youyou Tu adalah Ketua Profesor di China Academy of Traditional Chinese Medicine, Beijing, Tiongkok. Ia menemukan Artemisinin, obat yang mampu menekan angka kematian akibat malaria.

Beragam penyakit
Penyakit akibat parasit amat beragam. Cacing parasit (helmints) menyerang sepertiga penduduk dunia, khususnya di kawasan Sahara Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Amerika Selatan.

Onkosersiasis menyebabkan peradangan kronis pada kornea yang berujung pada kebutaan. Sementara filariasis yang diderita lebih dari 100 juta orang di dunia bisa menyebabkan tersumbatnya saluran getah bening hingga terjadi pembengkakan pada kaki, lengan, skrotum, dan payudara. Akibatnya, penderita mengalami stigma dan disabilitas.

cf735b0059c8494eb606ed06f5d24430REUTERS/BRIAN SNYDER – AP PHOTO/SHIZUO KAMBAYASHI – AP PHOTO/XINHUA/JIN–Penerima Nobel Bidang Kedokteran 2015. Dari kiri: William C Campbell, Prof Emeritus Satoshi Omura, dan Youyou Tu.

Seperti filariasis, malaria adalah penyakit yang menginfeksi manusia sejak berabad silam. Malaria disebabkan parasit sel tunggal yang menyerang sel darah merah sehingga pasien mengalami demam, bahkan kerusakan otak dan kematian. Malaria merenggut 450.000 nyawa dalam setahun yang didominasi anak-anak dan mengancam lebih dari 3,4 miliar warga dunia.

Omura memilih 50 bakteri Streptomyces strain baru dari ribuan sampel yang ia isolasi dari tanah. Tujuannya, untuk mengetahui aktivitas bakteri dalam melawan mikroorganisme penyebab penyakit.

Sementara hasil eksplorasi Campbell atas bakteri Omura menunjukkan bahwa salah satu sampel bakteri efektif melawan parasit yang hidup di hewan ternak ataupun binatang peliharaan. Agen bioaktif dalam bakteri itu dimurnikan dan dinamai Avermectin yang kemudian dimodifikasi secara kimiawi agar menjadi senyawa yang lebih efektif dan diberi nama Ivermectin.

Saat uji coba pada manusia yang terinfeksi parasit, Ivermectin terbukti efektif membunuh mikrofilaria (larva parasit filaria).

Sementara itu, efektivitas pengobatan malaria memakai obat anti malaria, klorokuin dan kuinin terus menurun. Ketika upaya eradikasi malaria pada 1960-an gagal, Tu mengembangkan obat tradisional anti malaria bersumber dari ekstrak tanaman Artemisia annua. Tu adalah orang pertama yang membuktikan komponen dari tanaman itu, yang belakangan diberi nama Artemisinin, efektif membunuh parasit malaria yang menginfeksi hewan ataupun manusia.

Penemuan Avermectin dan Artemisinin mengubah secara fundamental pengobatan penyakit akibat parasit.

Dua penemuan itu membawa perubahan besar bagi manusia untuk mampu melawan penyakit akibat parasit yang dialami ratusan juta orang setiap tahun. Harapannya, derajat kesehatan dan kesejahteraan manusia akan meningkat seiring dengan berkuranganya jumlah penderita penyakit tersebut. (ADH)
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Oktober 2015, di halaman 14 dengan judul “Nobel bagi Peneliti Obat Anti Parasit”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB