Pulsar adalah bintang neutron yang berotasi sangat cepat. Kedua kutub bintang itu memancarkan gelombang radio dan sinar X. Pancaran sinar yang berlangsung sembari bintang berputar itulah yang membuat bintang seolah berdenyut.
Alam semesta dipenuhi oleh berbagai obyek yang menjadi sumber pancaran sinar X. Salah satu sumber sinar X tersebut adalah pulsar atau bintang neutron yang berputar sangat cepat.
Pancaran sinar X tersebut, bersama gelombang radio, memancar secara kontinu dari kedua kutub bintang. Karena bintang berotasi cepat, pancaran sinar X akan menjadi timbul dan tenggelam sehingga bintang seperti berdenyut.
Rentang waktu antarpancaran sinar X itu mencapai milidetik. Kontinuitas pancaran sinar X itu lebih teratur dari jam atom yang dijadikan standar waktu di bumi. Kini, Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) sedang merancang pemanfaatan sinar X tersebut sebagai pemandu sistem penentuan posisi galaksi. Harapannya, sistem itu mampu menavigasi wahana antariksa yang sedang menjelajahi antariksa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Teknologi penentu posisi di galaksi itu sedang dikembangkan dengan memanfaatkan teleskop Neutron Star Interior Composition Explorer (NICER) yang dipasang di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Rencana pengembangan sistem penentuan posisi di galaksi itu disampaikan peneliti NASA Zaven Arzoumanian dalam pertemuan Himpunan Fisika Amerika (American Physical Society), Minggu (15/4/2018).
Dengan teknologi itu, ”Kita bisa menempatkan wahana di orbit bulan dari planet-planet jauh daripada hanya melakukan fly by (terbang mendekat),” katanya seperti dikutip Livescience, Senin (16/4/2018). Selain itu, teknologi baru itu memungkinkan mengontak wahana yang kehilangan kontak dengan Bumi hingga sistem navigasi yang ada di wahana bisa bekerja secara otonom.
Selama ini, sejumlah manuver untuk menempatkan wahana di orbit bulan yang dimiliki planet-planet jauh hampir tidak mungkin dilakukan. Hal itu terjadi karena dalam antariksa yang luas, tidak mungkin menentukan posisi wahana secara akurat sehingga mesin bisa dinyalakan sesuai waktu yang tepat. Kesulitan itulah yang membuat banyak wahana yang menjelajahi bagian luar Tata Surya, seperti Voyager 1, Juno atau New Horizons, hanya melakukan fly by atau terbang mendekati obyek, tanpa bisa mengorbit.
Selain persoalan luasnya ruang, mengendalikan navigasi wahana itu dari Bumi juga dianggap tidak memadai. Untuk penjelajahan di bagian luar Tata Surya, jarak yang terentang antara wahana dengan Bumi sangat panjang dan renggang sehingga sinyal rentan hilang. Kondisi itu bisa membuat antariksawan yang sedang menjelajahi Mars kesulitan untuk menentukan jalan pulang ke Bumi.
Cara kerja
Prinsip kerja sistem penentu posisi galaksi itu mirip dengan sistem penentu posisi yang banyak digunakan di Bumi, baik melalui telepon seluler atau peranti penentuan posisi lainnya. Posisi itu ditentukan dengan memanfaatkan sinyal yang berasal dari sistem satelit navigasi global (GNSS).
Selain global positioning system (GPS) milik AS, sistem satelit navigasi global lainnya adalah Glonass milik Rusia, Galileo dari Uni Eropa, dan BeiDou dari China.
Cara kerja sistem penentuan posisi saat telepon seluler kita mencoba menentukan posisi, ponsel akan menerima sinyal yang dipancarkan sejumlah satelit navigasi yang mengorbit Bumi. Data yang dikirim itu berupa parameter orbit dan waktu saat sinyal satelit dikirim. Data dari sejumlah satelit itu kemudian diolah sehingga bisa menentukan lokasi yang tepat di Bumi.
Prinsip kerja itu juga yang akan diterapkan dalam sistem penentu posisi galaksi. Bedanya, jika sumber sinyal dalam sistem penentu posisi di Bumi berasal dari satelit, dalam sistem penentu posisi galaksi sumber sinyalnya adalah sinar X yang dipancarkan pulsar. Sinar dari pulsar itu akan ditangkap menggunakan sejenis teleskop NICER yang dipasang di setiap wahana.
Perbedaan lain, jika sistem penentu posisi di Bumi bisa mengalkulasi semua data yang diterima dalam waktu singkat, sistem penentu posisi galaksi butuh waktu lebih lama. Kondisi itu terjadi karena sinyal di ruang angkasa butuh waktu lebih lama karena menempuh ruang yang jauh lebih besar.
Arzoumian menilai konsep penggunaan pulsar sebagai alat penentuan posisi bukanlah hal baru. Dalam keping cakram emas yang dipasang di wahana Voyager I dan Voyager II terdapat peta sebuah pulsar sebagai penanda lokasi kehidupan cerdas yang mengirimkan keping cakram tersebut.
NASA/JPL–Keping cakram emas yang dibawa oleh wahana Voyager I dan Voyager II. Gambar garis-garis yang memancar dari satu titik di kiri bawah itu menunjukkan pulsar.
”Namun, dengan sistem penentu galaksi inilah untuk pertama kalinya manusia benar-benar menggunakan pulsar sebagai alat navigasi,” katanya.
Saat ini, sistem tersebut sedang diuji oleh tim NASA’s Station Explorer for X-Ray Timing and Navigation (SEXTANT) untuk menentukan posisi ISS. Namun, presisinya masih sangat rendah. Ke depan, diharapkan tingkat akurasi penentuan posisi di luar angkasa itu bisa mencapai 1 kilometer saja.–M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 19 April 2018