Penyebaran SARS-CoV-2 yang berkelanjutan menciptakan peluang terjadi akumulasi mutasi. Hal itu membuat virus tersebut lebih menular, meningkatkan keparahan, dan bisa menyiasati vaksin.
Mutasi virus SARS-CoV-2 semakin bervariasi, di antaranya yang terbaru ditemukan mutasi ganda di India. Penyebaran SARS-CoV-2 yang berkelanjutan menciptakan peluang terjadi akumulasi mutasi yang selain lebih menular, meningkatkan keparahan, juga bisa menyiasati vaksin.
Peluang terjadinya akumulasi mutasi yang mengubah karakter virus, termasuk bisa lolos dari vaksin Covid-19 yang sudah ada, ini disampaikan Kevin D McCormick, ahli penyakit menular dari University of Pittsburgh School of Medicine, dan tim dalam publikasinya di jurnal Science pada Jumat (26/3/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Varian SARS-CoV-2 dengan mutasi pada protein S (spike) telah muncul di seluruh dunia, menimbulkan tantangan potensial untuk vaksinasi dan terapi berbasis antibodi. Penyebaran SARS-CoV-2 berkelanjutan menciptakan peluang untuk akumulasi mutasi konsekuensial tambahan pada protein S dan di seluruh genom virus,” tulis Kevin.
Protein S ini merupakan selubung luar virus SARS-CoV-2 berbentuk seperti paku, yang berfungsi untuk masuk ke sel manusia. Protein S ini juga yang selama ini menjadi target dari berbagai vaksin Covid-19 yang ada. Kebanyakan varian baru yang muncul saat ini mengalami mutasi di bagian ini.
Menurut Kevin, mutasi yang terus-menerus di bagian ini dikhawatirkan akan menjadi pemicu munculnya virus dengan perubahan signifikan pada protein S-nya sehingga bisa menyiasati antibodi yang terbentuk oleh vaksin.
”Bukti yang berkembang dengan munculnya mutasi yang lolos dari antibodi pada kasus infeksi SARS-CoV-2 yang berkepanjangan dan beberapa varian yang menyebar dengan cepat harus meningkatkan perhatian dan tindakan yang luas. Mengurangi penyebaran SARS-CoV-2 kemungkinan besar akan mencegah semakin banyaknya varian yang bisa menyiasati kekebalan,” tulis Kevin.
Mutasi ganda
Namun, mutasi-mutasi baru sepertinya makin sulit terbendung dengan jumlah kasus global masih tinggi, bahkan belakangan kembali meningkat. India pada Rabu (24/3/2021) menemukan varian dengan mutasi ganda E484Q dan L452R, seiring dengan lonjakan kembali kasus harian.
Seperti dilaporkan Reuters, India telah mendeteksi ”varian mutan ganda” dari 206 sampel di Negara Bagian Maharashtra yang paling parah terdampak wabah. Varian baru juga terdeteksi dalam sembilan sampel di New Delhi.
”Mutasi semacam itu kemungkinan bisa lolos dari antibodi. Mutasi ini telah ditemukan pada 15-20 persen sampel dan tidak cocok dengan varian yang telah dikatalogkan sebelumnya,” sebut Ministry of Health and Family Welfare India, dalam pernyataan tertulis.
Hal itu dikategorikan sebagai varian yang diawasi dan memerlukan respons epidemiologis serta kesehatan masyarakat yang sama melalui peningkatan tes, pelacakan kontak dekat yang komprehensif, isolasi segera kasus dan kontak positif serta pengobatan sesuai Protokol Perawatan Nasional.
Mutasi rekombinan atau gabungan sebelumnya juga dilaporkan Bette Korber di Laboratorium Nasional Los Alamos di New Mexico dan disampaikan dalam pertemuan Akademi Ilmu Pengetahuan New York pada 2 Februari 2021. Korber menyebutkan, ”Kami menemukan setidaknya satu rekombinan.”
Meski demikian, implikasi dari temuan ini belum jelas karena masih sangat sedikitnya yang diketahui tentang biologi rekombinan SARS-CoV-2. Namun, rekombinan yang ditemukan di AS ini membawa mutasi varian B.1.1.7 yang disebut ?69 / 70 yang membuatnya lebih mudah menular serta mutasi B.1.429 yang disebut L452R, yang dapat memberikan resistensi terhadap antibodi.
Tidak seperti mutasi biasa yang mengakumulasi perubahan satu per satu, rekombinasi dapat menyatukan banyak mutasi sekaligus. Ini bisa saja tidak memberikan keuntungan tetapi terkadang memberikan manfaat bagi virus. Bagi manusia, ini berarti lebih berbahaya.
Rekombinasi sebenarnya lazim terjadi pada virus korona karena enzim yang mereplikasi genom mereka, cenderung terlepas dari untai RNA yang disalin, tetapi kemudian bergabung kembali di tempat yang ditinggalkannya. Secara teoretis, jika sel inang mengandung dua genom virus korona berbeda, enzim dapat berulang kali melompat dari satu ke yang lain dan menggabungkan elemen berbeda dari setiap genom dan menghasilkan virus hibrida.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 26 Maret 2021