Mengenang Jejak Kiprah Dokter Oen, Penolong Rakyat Kecil

- Editor

Selasa, 7 Maret 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tugas seorang dokter hanyalah menyembuhkan orang sakit, tiada yang lain. Jika seorang dokter benar memiliki hati nurani, tidak mungkin ia membiarkan orang-orang yang membutuhkan pertolongan terus-menerus larut dalam kesukaran.”

Itulah falsafah hidup dr Oen Boen Ing atau lebih dikenal dengan dr Oen, seperti ditulis Ravando dalam buku Dr Oen Pejuang dan Pengayom Rakyat Kecil terbitan Penerbit Buku Kompas.Nama dr Oen bagi masyarakat Solo, Jawa Tengah, dan sekitarnya sangat tidak asing.

Nama dr Oen yang meninggal tahun 1982 diabadikan sebagai nama rumah sakit di Solo; Solo Baru, Sukoharjo; dan Sawit, Boyolali. Ia dikenal luas sebagai dokter yang berjiwa sosial dan dermawan. Ia mengabdikan total hidupnya menjadi penolong bagi sesama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Dr Oen berusaha mengejar mimpinya sejak kecil, yaitu menyembuhkan orang sakit,” ujar Ravando, pengajar dan peneliti sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada peluncuran dan diskusi buku itu di Bentara Budaya Balai Soedjatmoko, Solo, Jumat (3/3).

Ravando mengatakan, cita-cita Oen menjadi dokter ditentang keluarga besarnya. Tidak ada dalam keluarganya yang berprofesi sebagai dokter, walaupun kakeknya adalah seorang sinse (dokter tradisional China). Ayah Oen adalah pengusaha (tembakau) dan ia diproyeksikan meneruskan usaha itu.

Namun, Oen yang lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 3 Maret 1903, memilih jalan lain. Ia terinspirasi kiprah kakeknya yang mengobati orang lain tanpa memikirkan bayaran. “Akhirnya, ia berangkat ke Batavia, masuk STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen/sekolah pendidikan dokter pribumi),” katanya.

Di STOVIA, Oen aktif dalam beberapa organisasi, seperti perkumpulan Ta Hsioh Hsioh Sing Hui (perhimpunan mahasiswa Tionghoa di Hindia Belanda) dan Jong Chinezen Bond in Nederlandsch Indie (perhimpunan pelajar sekolah menengah Tionghoa di Hindia Belanda). Oen juga menjalin persahabatan dengan tokoh-tokoh pergerakan, seperti dr Moewardi, Asikin Natanegara, dan Mohammad Roem. “Itu berperan membentuk spirit nasionalisme dan perjuangan dr Oen,” kata Ravando.

Lulus sebagai dokter tahun 1932, Oen mengawali tugas praktik di Poliklinik Gie Sing Wan di Kediri, Jawa Timur. Di sana, ia menikah dengan Corrie Djie Nio, lalu hijrah ke Solo. Oen sempat membantu di RS Ziekenzorg, yang kini menjadi RSUD dr Moewardi, dan di Poliklinik Hua Chiao Tsing Nien Hui (perhimpunan pemuda Tionghoa).

Saat membuka praktik di rumahnya di Kestalan, Solo, ia tak menarik biaya dari pasien miskin. (RWN)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Maret 2017, di halaman 12 dengan judul “Mengenang Jejak Kiprah Dokter Oen, Penolong Rakyat Kecil”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 26 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB