Lebih dari satu dekade, Bloomberg mengizinkan para pembacanya menikmati jurnalisme berkualitas mereka di web secara gratis dengan harapan dapat meningkatkan brand, menangguk iklan, dan melengkapi bisnis intinya.
Strategi Bloomberg kini berubah. Perusahaan yang memasok berita-berita keuangan global pada awal Mei 2018 itu mengumumkan untuk memulai mengenakan biaya kepada para pembaca yang mengakses Bloomberg.com dan aplikasi berita Bloomberg.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sistem berbayar (paywall) itu memiliki dua opsi. Pertama, dengan membayar 34,99 dollar AS, para pengguna memiliki akses ke Bloomberg.com, aplikasi mobile dan tablet dan live streaming Bloomberg TV, demikian juga podcast dan newsletter harian khusus untuk pelanggan.
Opsi lain, dengan membayar 39,99 dollar AS, pelanggan berhak mendapatkan Bloomberg Businessweek versi cetak dan digital serta memiliki akses ke acara-acara Bloomberg Live. Pembaca juga masih bisa membeli majalah tersendiri.
Pengguna dapat membaca 10 artikel dalam sebulan dan menonton Bloomberg TV selama 30 menit sehari secara gratis sebelum paywall diberlakukan dan ini menjadi pemikat bagi calon pelanggan.
The New York Times
Media terkemuka lain yang sebelumnya memberlakukan paywall adalah The New York Times (NYT), surat kabar Amerika Serikat. NYT sejak 2011 mengenakan biaya kepada pembacanya 15,99 dollar AS (sekitar Rp 224.000) untuk mengakses versi digitalnya. NYT sering melakukan promosi, misalnya ”hanya” meminta 1,5 dollar AS (sekitar Rp 21.000) per minggu kepada pelanggannya.
The Washington Post sejak 2013 menerapkan sistem berbayar sebesar 19 dollar AS per bulan (sekitar Rp 266.000), sedangkan The Times (London) sejak 2010 menerapkan paywall sebesar 5 pound sterling per bulan.
The Wall Street Journal yang memulai paywall sejak 1996 mengenakan biaya 36,99 dollar AS per bulan (Rp 517.860) untuk akses digital. Sementara The Financial Times mengenakan biaya 36 dollar AS per bulan (Rp 504.000) untuk akses digital yang paling dasar.
Kompas.id, web resmi harian Kompas, yang menyajikan konten berbayar.
Di Indonesia, harian Kompas melalui web resmi Kompas.id sejak 2017 memberlakukan sistem berbayar dan mengenakan biaya Rp 98.000 per bulan atau sekitar 7 dollar AS kepada pelanggannya untuk paket lengkap. Pelanggan dapat mengakses Kompas.id tanpa batas, membaca isi harian Kompas versi e-paper, dan sekaligus berlangganan harian Kompas versi cetak.
Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo mengatakan, surat kabar bukanlah lembaga yang bergerak semata-mata di bisnis berita atau bisnis informasi. Surat kabar dan media adalah lembaga yang bergerak dalam bisnis pengaruh, pengaruh di masyarakat ataupun pengaruh di ranah komersial. Budiman mengutip kata-kata Jurgensmeyer, pemimpin media di bawah kelompok bisnis Knight Ridder, Amerika Serikat.
Sesuai dengan karakteristik setiap platform yang ada, yaitu koran, digital, dan televisi, grup Kompas berkomitmen menghadirkan jurnalisme berkedalaman berbasiskan data, memberi manfaat kepada masyarakat, menjadi teman setia dalam perubahan, dan berupaya untuk memberi kontribusi pada peradaban.
”Gaya bermedia harian Kompas yang mengadopsi prinsip klasik teguh dan keras dalam prinsip, tetapi lentur dalam cara (fortiter in re, suaviter in modo) akan tetap memandu perjalanan jurnalistik grup Kompas baik dalam format koran, televisi, maupun digital,” kata Budiman dalam tulisannya, ”Menara Kompas dan Tonggak Konsolidasi” (Kompas, 26 April 2018).
”Melalui langkah konsolidasi, grup Kompas berkomitmen untuk menjadi rumah pengetahuan. Di era kian maraknya berita hoaks, berita fitnah, grup Kompas berkomitmen untuk menjadi clearing house of information (rumah penjernih informasi). Desain boleh saja berubah, platform boleh saja berganti karena revolusi teknologi, tetapi jati diri, visi, dan komitmen kemanusiaan Kompas tidak akan goyah,” kata Budiman.
Bersedia membayar
Dalam era digital ini, jutaan orang bersedia membayar layanan hiburan film Netflix dan layanan musik Spotify setiap bulan. ”Melihat kenyataan ini, para eksekutif di Bloomberg yakin pembaca mereka bersedia membayar berita dan informasi yang dibutuhkan,” kata John Micklethwait, Pemimpin Redaksi Bloomberg News, seperti dikutip The Wall Street Journal belum lama ini.
Melihat kenyataan ini, para eksekutif di Bloomberg yakin pembaca mereka bersedia membayar berita dan informasi yang dibutuhkan.
”Kami tahu di sana ada pasar yang besar di mana banyak orang cerdas yang memiliki banyak uang dibandingkan waktu dan mereka hidup dalam dunia pengetahuan di mana gagasan, berita, dan informasi sangat penting,” kata Micklethwait.
Bloomberg bergabung dengan sejumlah perusahaan media yang memberlakukan sistem berbayar untuk mendiversifikasi pendapatan mereka dan membangun hubungan langsung dengan para pembaca.
CEO Media Bloomberg Justin Smith mengatakan, keputusan untuk memulai sistem berbayar dilakukan menyusul cepatnya pertumbuhan iklan digital dan pembaca digital. Sejak 2014 hingga 2017, pertumbuhan iklan digital lebih dari 54 persen. ”Keuntungan sebesar 26 persen didapatkan pada 2017,” kata Smith.
”Tahap alami berikutnya dalam transformasi digital kami adalah mulai menyadari pendapatan dari pembaca yang menikmati jurnalisme berkualitas tinggi kami,” kata Smith.
Eksekutif Bloomberg Media menyadari, sistem berbayar dapat memengaruhi keterbacaan. Sistem berbayar Businessweek pada pertengahan 2017 telah meningkatkan 45 persen pelanggan baru majalah melalui situs Bloomberg. Jumlah pengunjung unik situs Businessweek naik lebih dari 20 persen.
Bloomberg juga merombak desain web dan aplikasi. Redesain yang dilakukan menonjolkan wajah yang lebih segar dan klasik dengan displai hitam putih. Pendapatan bisnis media Bloomberg pada 2017 sebanyak 304 juta dollar AS, turun dibandingkan tahun 2012 yang meraih 335 juta dollar AS, menurut prakiraan Burton-Taylor International Consulting.
Bloomberg memang media arus utama terbaru yang mengikuti jejak media-media arus utama dunia yang menerapkan sistem berbayar pada versi digital (dan di-bundling bersama versi cetak dan versi visual).
Masa keemasan media cetak di berbagai belahan dunia di era digital ini memang agak meredup. Namun, sejumlah media cetak arus utama yang usianya puluhan tahun, bahkan lebih dari satu abad, tetap bisa hidup dan bertransformasi mengikuti perkembangan zaman.
Sejumlah media cetak arus utama yang usianya puluhan tahun, bahkan lebih dari satu abad, tetap bisa hidup dan bertransformasi mengikuti perkembangan zaman.
Pembaca yang loyal pun tetap membaca, tetap bersedia membayar, dan berlangganan media-media arus utama yang tetap menyajikan jurnalisme berkualitas tinggi. Apalagi di tengah maraknya kabar bohong yang bebas berseliweran di jagat maya, kehadiran media arus utama yang menjunjung tinggi etika jurnalistik tetaplah dibutuhkan.–ROBERT ADHI KUSUMAPUTRA
Sumber: Kompas, 16 Mei 2018