Matikan Lampu Luar pada 6 Agustus 2019

- Editor

Selasa, 6 Agustus 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dalam rangka menyambuti Hari Keantariksaan yang diperingati setiap tanggal 6 Agustus, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) kembali mengampanyekan program Langit Malam Gelap. Gerakan yang dilakukan dengan mematikan lampu di luar rumah selama satu jam itu bertujuan agar keindahan langit malam tetap bisa dinikmati manusia.

KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO–Suasana di Senayan di malam hari, Rabu (24/7/2019). Hanya bermodal pengambilan gambar selama tiga detik, pengguna bisa memotret suasana di kegelapan malam untuk menghasilkan gambar yang cerah dan tajam.

Selama ribuan tahun, keindahan langit malam adalah sumber inspirasi, ketakjuban dan juga hiburan bagi manusia. Kekaguman atas keindahan dan keteraturan penampakan dan gerak bulan, ribuan bintang, rasi, gugus bintang, hingga galaksi telah mengikat manusia dengan lingkungannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, keindahan langit malam itu kini banyak yang tinggal cerita. Polusi cahaya yang makin parah, khususnya di wilayah perkotaan, telah membuat keindahan langit malam itu bak dongeng masa lalu semata. Aneka benda langit beragam wujud dan cerita itu kini hanya bisa dipelajari melalui pelajaran sekolah atau tayangan video tanpa banyak masyarakat yang tahu wujud bendanya secara langsung.

Polusi cahaya tak hanya menghilangkan keindahan langit malam, tapi juga mengganggu siklus hidup binatang malam, seperti kelelawar, aneka jenis burung, hingga penyu. Terangnya langit malam juga mengganggu pola tidur manusia yang berakibat besar pada kesehatan manusia.

Karena itu, menyambut Hari Keantariksaan pada Selasa (6/8/2019), Lapan kembali menggelar kampanye Langit Malam Gelap. Gerakan yang bertujuan untuk menyelamatkan keindahan langit malam itu dilakukan dengan mematikan lampu luar rumah pada Selasa malam selama satu jam, antara pukul 20.00-21.00 waktu setempat.

Kepala Lapan Thomas Djamaluddin di Jakarta, Senin (5/8/2019) mengatakan, selama kampanye Langit Malam Gelap tersebut, masyarakat bisa menyaksikan keindahan rasi Layang-layang atau Salib Selatan yang digunakan sebagai petunjuk arah selatan sejak dulu kala.

KOMPAS/STELLARIUM/MUCHAMAD ZAID WAHYUDI–Kondisi langit malam Jakarta pada Selasa (6/8/2019) sekitar pukul 20.30 WIB. Berbagai obyek langit malam itu akan terlihat jika polusi cahaya di Jakarta minim.

Selain itu, masyarakat juga bisa menyaksikan rasi kalajengking Scorpius di atas kepala serta si rasi teko Sagittarius. Untuk planet, masyarakat bisa menyaksikan dua planet terang jupiter dan Saturnus. Ada pula sabit Bulan muda di langit sebelah barat.

“Jika polusi cahaya minim, maka kita juga bisa melihat galaksi Bimasaksi atau Milky Way, kumpulan bintang yang sangat banyak,” katanya. Bintang-bintang itu merupakan bagian dari ratusan miliar bintang yang ada di galaksi Bimasakti.

Bimasakti akan terlihat seperti taburan bintik-bintik putih yang memanjang dari langit selatan ke utara. Tampilannya yang seperti taburan putih itulah yang membuat masyarakat Barat menyebutnya sebagai Milky Way alias jalur susu.

Untuk menyambut kampanye Langit Malam Gelap tersebut, balai-balai Lapan di sejumlah daerah akan mengadakan pengamatan bersama langit malam untuk masyarakat sebagai bagian dari program edukasi publik. Balai-balai Lapan yang mengadakan pengamatan tersebut tersebar di Sumedang dan Garut (Jawa Barat), Pasuruan (Jawa Timur), Pontianak (Kalimantan Barat), dan Biak (Papua).

Meski demikian, lanjut Thomas, gerakan untuk mematikan lampu selama satu jam pada 6 Agustus itu masih bersifat himbauan. “Diharapkan nanti ada partisipasi massal dan kesadaran bersama, sehingga suasana seperti saat Nyepi di Bali bisa terwujud, walau satu jam saja,” tambahnya.

M ZAID WAHYUDI

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 6 Agustus 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB