Matematika Sekolah Menengah Umum: Persiapan Menuju Bahasa Penalaran Ilmiah

- Editor

Selasa, 28 Mei 1996

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SUATU buku-ajar matematika seharusnya memuat soal-soal latihan. Soal-soal itu tidak hanya tingkat kesukarannya berkisar dari yang mudah ke yang sulit dan dari tingkat pemahaman yang terendah ke tingkat pemahaman yang lebih lanjut. Susunan soal seharusnya juga telah dirancang sebagai alat penilai apakah pengguna buku-ajar itu sudah paham akan semua butir bahasan di dalam teks. Dengan demikian setiap kali seorang pengguna buku mendapat hambatan dalam menyelesaikan soal ia tahu bahwa dari teks buku-ajar itu ada butir-butir yang belum dipahaminya.

Akan tetapi kalau untuk setiap buku-ajar ada pihak yang menerbitkan jawaban soal yang terurai lengkap, maksud penulis buku-ajar menyediakan soal-soal latihan tidak akan tercapai sasarannya. Oleh karena itu apabila buku-ajar yang dipakai sudah ada kumpulan jawaban terurainya yang diperjual-belikan orang, terpaksalah guru matematika harus mampu mengadaptasi soal latihan dan menggunakan soal latihan yang dibuatnya sendiri itu sebagai alat penilai apakah siswa sudah memahami semua pokok bahasan di dalam satuan pelajaran. Perlu ditegaskan di tempat ini bahwa matematika hanya dapat dikuasai dengan baik kalau sewaktu belajar siswa itu tidak hanya membaca melainkan juga menggunakan pinsil dan kertas untuk menemukan penyelesaian berbagai soal latihan yang tersedia. Kunci pemahaman konsep-konsep matematika ialah dengan mencoba menyelesaikan sendiri soal-soal latihan yang tersedia.

Ujian alat penilai pemahaman secara generasi
Kalau soal latihan adalah alat untuk menilai sendiri di bagian mana satuan pelajaran siswa telah salah tangkap dalam memahami pelajaran, maka ujian berkala sesungguhnya adalah alat untuk melatih siswa menunjukkan kebolehannya bahwa ia telah memahami pelajaran matematika pada tingkat generasi. Sayang sekali siswa telah dilatih untuk menganggap tujuan menyelesaikan ujian dengan sebaik-baiknya adalah agar mendapat nilai tertinggi. Sesungguhnya yang harus diusahakannya adalah untuk menunjukkan tingkat pemahamannya mengenai pelajaran matematika yang diikutinya. Kalau ia telah menunjukkan kebolehannya itu maka sebagai akibatnya nilai yang dicapainya menjadi yang tertinggi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada suatu ketika, misalnya, seorang mahasiswa dalam pekerjaan ujiannya telah membuktikan kembali suatu soal yang sebenarnya adalah suatu keadaan khusus suatu teorema yang baru saja dibuktikannya berlaku secara umum. Setelah selesai ujian ditanyakan kepada saya mengapa saya menyuruh mahasiswa membuktikan kasus-khusus itu sekali lagi, padahal sebelumnya hal itu sudah saya suruh membuktikannya secara umum. Saya katakan ke-padanya mengapa tidak dikatannya dalam kertas ujian itu bahwa soal itu tidak perlu dikerjakan lagi karena hanya merupakan suatu kasus-khusus teorema yang sudah dibuktikannya sebelumnya secara umum. Ternyata ia takut bahwa ia akan kehilangan 5 butir-nilai kalau tidak membuktikannya. Saya katakan kepadanya bahwa kalau saja ada yang berani menulis di kertas ujian bahwa soal itu tidak perlu dikerjakan lagi, nilainya bukan dikurangi lima bahkan akan diberi tambahan bo-nus lima di atas nilai lima yang sudah dijanjikan.

Sesungguhnya tujuan ujian bukanlah untuk mengumpulkan nilai yang setinggi-tingginya melainkan adalah kesempatan untuk menunjukkan bahwa siswa sudah menguasai bahan pelajaran. Kalau ternyata sudah menguasai bahan pelajaran, sebagai akibatnya nilai perolehannya tentu saja akan menjadi setinggi-tingginya.

Apa yang perlu dipahami?
Karena matematika adalah bahasa untuk bernalar, sudah pasti harus memahami pokok bahasan logika sebagai alat bernalar dengan sahih dalam upaya membuktikan keberlakuan suatu sifat matematika secara umum. Dalam pembahasan ini terkait pula pemahaman mengenai konsep gugus atau kumpulan atau himpunan karena dalam pembahasan mengenai berbagai jenis bilangan serta hubungan antara berbagai bilangan semua pemahaman didasari atas konsep himpunan.

Berbagai masalah dalam biologi, manajemen, dan sosiologi dapat dimodelkan secara diskret. Oleh karena itu berbagai pokok bahasan dalam matematika diskret seperti kombinatorik, konsep graf, dan aljabar matriks sekarang merupakan pokok bahasan penting di samping matematika klasik yang diwakili oleh kalkulus.

Sesungguhnya, butir-butir pengetahuan matematika apa yang perlu dikuasai seseorang agar ia siap menggunakan matematika sebagai bahasa bernalar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dapat dilihat dalam ‘buku pintar’ yang digunakan melatih calon-calon petanding di Olimpiade Matematika Internasional. Yang dianggap harus menjadi butir pengetahuan tersedia bagi seorang calon ilmuwan ialah bagian-bagian yang membuat siswa mampu merumuskan suatu masalah yang diungkapkan dalam bentuk kalimat menjadi suatu kalimat matematika, serta kemudian menemukan penyelesaian kalimat matematika itu menggunakan kaidah-kaidah matematika.

Mengapa orang Rusia dan Hongaria senang matematika?
Kalau kepada orang Rusia ditanyakan mengapa ia senang mengutak-atik teka-teki dan soal-soal matematika, maka jawabannya pada umumnya ialah bahwa dalam musim dingin yang panjang tidak ada hal yang dapat dilakukan orang di Rusia selain menyibukkan diri menjawab teka-teki dan soal-soal matematika yang pelik. Akan tetapi karena terlatih melakukan hal-hal seperti ini akhirnya kebanyakan siswa sekolah menengah di Rusia mampu memahami matematika pada taraf generasi. Jika pertanyaan yang sama diajukan kepada orang Hongaria, jawabannya ialah bahwa Hongaria adalah negara miskin sumber daya alam. Oleh karena itu kalau ingin mendapat nafkah yang cukup, orang Hongaria tidak dapat mengandalkannya pada upaya memanfaatkan sumber daya alam. Tidak ada jalan lain bagi orang Hongaria selain memanfaatkan sumber daya manusia untuk menemukan sains dan teknologi baru sebagai alat untuk menyelamatkan kehidupan. Inti dari kegiatan menemukan sains dan teknologi baru adalah kemampuan menggunakan matematika sebagai alat bernalar. Akibatnya tidak ada jalan lain bagi orang Hongaria selain mempelajari dan menggeluti matematika dengan sebaik-baiknya agar dapat menciptakan sains dan teknologi baru yang dapat dijadikan produk ekspor.

Bahkan sumber daya manusia dalam bentuk ilmuwan matematika pun akhir-akhir ini telah menjadi komoditi ekspor. Jika sekarang kita tanyakan mengapa orang Indonesia merasa malas menekuni matematika, saya ingin tahu apa jawabannya. Apakah karena Indonesia tidak mengenal musim dingin yang membekukan semua kegiatan fisik di luar rumah ataukah karena Indonesia kaya akan sumber daya alam?

Kalau jawabannya ialah bahwa iklimnya sangat menyenangkan, marilah kita ingat bahwa walaupun Indonesia tidak mengenal musim dingin, Indonesia itu mengenal banjir dan gempa bumi sehingga manusia Indonesia perlu menguasai sains dan matematika untuk menciptakan teknologi yang dapat mengelakkan malapetaka-malapetaka yang akhir-akhir ini semakin sering saja datang tanpa memberi peringatan-dini. Kalau jawabannya adalah karena kita kaya akan sumber daya alam, maka sesungguhnya kita harus menyadari bahwa kekayaan akan sumber daya alam yang melimpah itu sama sekali tidak terbarukan. Dalam masa depan yang dekat ini kita akan menjadi pengimpor bahan bakar gas dan jadilah kita mirip orang Hongaria, kecuali mengenai kesukaan akan pelajaran matematika.

Oleh karena itu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memelihara gairah mempelajari matematika pada angkatan muda kita. Sebagai guru matematika kita harus berusaha agar matematika diajarkan sebagai alat bernalar tanpa menjadikannya mata-pelajaran yang menakutkan. Sebagai orangtua kita tidak boleh menampakkan ke-bencian kita akan segala sesuatu yang berbau matematika karena hal itu akan membuat anak kita menyepelekan arti matematika. Tantangan yang kita hadapi ialah ancang-ancang lebih yang dimiliki bangsa lain untuk dapat menjawab tantangan lingkungan agar kita tidak kalah bersaing meraih kesempatan ekonomi di dunia yang semakin lama semakin sempit ini.

Andi Hakim Nasoetion, Guru besar pada Jurusan Statistika FMIPA Institut Pertanian Bogor.

tulisan ini diambil dari Kompas, Selasa, 28 Mei 1996

Bagian Terakhir dari Dua Tulisan

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB