Masker Respirator Tidak Didesain untuk Wajah Asia

- Editor

Kamis, 17 September 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Studi terbaru mengungkapkan bahwa banyak masker pabrikan tidak sesuai dengan struktur wajah orang Asia, khususnya wanita.

Penggunaan alat pelindung diri, termasuk masker, menjadi sangat penting bagi tenaga kesehatan. Namun, studi terbaru mengungkapkan bahwa banyak masker pabrikan tidak sesuai dengan struktur wajah orang Asia, khususnya wanita.

Kajian ini dipublikasikan di jurnal Association of Anaesthetists dan dirilis pada Rabu (16/9/2020). Wawancara terpisah terhadap sejumlah pekerja kesehatan di Indonesia mengonfirmasi hasil penelitian ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Masker hanya akan memberikan perlindungan yang baik terhadap virus yang airborne jika dipasang dengan benar ke wajah individu, yaitu menutup wajah dengan rapat,” ujar penulis kajian ini, Britta von Ungern-Sternberg, dari Perth Children’s Hospital, The University of Western Australia. ”Perlindungan akan berkurang jika ada kebocoran, justru udara yang tanpa difilter akan ditarik ke dalam masker.”

Kajian ini menemukan, tingkat kesesuaian masker pabrikan yang biasa dipakai untuk tenaga kesehatan dengan jenis kelamin wanita dibandingkan dengan pria masing-masing adalah 85 persen dan 95 persen. Tingkat kesesuaian yang lebih tinggi ditemukan pada orang Kaukasia, yaitu 90 persen dibandingkan dengan orang Asia sebesar 84 persen. Tingkat kesesuaian paling rendah dilaporkan pada wanita Asia, yaitu rata-rata sebesar 60 persen.

Para peneliti menjelaskan bahwa kesesuaian masker dengan antropomorfik wajah lebih penting dalam hal memberikan perlindungan dibandingkan kapasitas filtrasi material. Di Amerika Serikat (AS), misalnya, masker respirator N95 harus memberikan kesesuaian yang memadai untuk setidaknya 95 persen dari panel wajah dengan 25 fitur antropometri yang telah ditentukan Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH).

Kajian ini menemukan, dimensi wajah panel uji kesesuaian ini kurang mewakili kelompok wanita Asia. ”Ini mungkin menjelaskan mengapa tingkat kesesuaian masker penutup wajah sangat bervariasi dengan tingkat yang lebih rendah ditemukan di wanita dan orang Asia,” katanya.

—-Aturan Pemakaian Masker di Sejumlah Negara

Para penulis mengatakan, selain pemeriksaan kesesuaian, yang meliputi kualitas material, perlu dilakukan pengujian kesesuaian masker pada pengguna. ”Kesesuaian harus menjadi bagian dari program kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga kesehatan,” kata Britta.

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) telah menerapkan ini, dengan uji kesesuaian untuk memastikan perlindungan yang tepat. Meskipun ada standar dan pedoman internasional, uji kesesuaian tidak diadopsi secara universal di seluruh Eropa atau negara lain, seperti Australia.

Meski demikian, peneliti menemukan pandemi Covid-19 menyebabkan sejumlah negara melonggarkan uji kesesuaian masker bagi penggunanya. Situasi ini dinilai meningkatkan risiko bagi para pengguna, khususnya mereka sebenarnya tidak memiliki struktur wajah sesuai dengan produk masker tersebut.

Tidak cocok
Sejumlah tenaga kesehatan yang diwawancara juga mengeluhkan dengan kesesuaian masker untuk mereka. Tri Maharani, dokter emergensi dari Kediri, Jawa Timur, mengatakan, masker standar tenaga kesehatan, seperti N95, cenderung tidak sesuai untuk wajah orang Indonesia. Padahal, masker ini dianggap bisa menyaring partikel di udara secara lebih baik.

–Ragam Aturan Pemakaian Masker di Dunia

Menurut Maha, banyak tenaga kesehatan yang menggunakan masker medis biasa sebagai pelapis, tetapi dampaknya akan mengganggu kelancaran pernapasan. ”Sejauh ini belum ada alternatif lain yang baik, dengan harga terjangkau. Di Malaysia, rekan sejawat di bagian emergensi pakai PAPR (powered air purifying respirator), lebih nyaman tapi harganya bisa Rp 47 juta,” katanya.

Hana Krisnawati, peneliti Litbang Kesehatan Papua yang mengerjakan spesimen SARS-CoV-2, juga mengeluhkan kondisi yang sama. ”Kalau dipakai nangkring di hidung sehingga di bagian bawah rahang ada celah. Padahal, kalau kawatnya dirapatkan, sering melukai wajah, sementara kita bisa pakai seharian,” katanya.

Menurut Hana, sebagian pekerja laboratorium yang mencoba menggunakan masker rangkap guna menutupi celah juga mengalami kendala. ”Pernah ada teman yang pingsan karena pakai masker dobel. Masker N95 tidak didesain untuk rangkap karena bakal membuat sulit bernapas. Ini memang kurang ergonomis untuk orang Asia, tetapi sejauh ini belum ada alternatifnya,” katanya.

Oleh AHMAD ARIF

Editor: ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 17 September 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB