Manfaatkan Peluang Biosimilar

- Editor

Jumat, 15 April 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tidak memiliki industri kimia dasar, Indonesia kesulitan membuat bahan baku obat. Namun, terobosan dicapai dalam pembuatan garam farmasi untuk bahan baku obat. Selain itu, juga terbuka peluang pembuatan biosimilar.

Biosimilar adalah obat biologi yang dibuat mengikuti produk penemuan asli karena masa berlaku patennya habis. “Itu peluang industri di Indonesia untuk memanfaatkan,” kata Kepala Program Teknologi Biofarmasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Chaidir Amin dalam diskusi biosimilar pada pameran dan konferensi teknologi peralatan laboratorium Lab Indonesia 2016, Kamis (14/4), di Jakarta. Ajang tiga hari itu diikuti 220 perusahaan dari 10 negara.

Hingga tahun 2020, ada sekitar 40 produk yang patennya kedaluwarsa, di antaranya insulin obat diabetes, eritropoetin menekan peradangan gagal ginjal, dan TNF alfa untuk mengatasi peradangan penyakit osteoartritis. Kebutuhan obat itu besar sejalan meningkatnya pasien penyakit degeneratif itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dibandingkan dengan obat konvensional, obat similar mengarah pada mekanisme biokimia tubuh. “Sehingga lebih efektif,” urai Chaidir. Untuk riset biosimilar, Balai Bioteknologi BPPT di Puspiptek Serpong akan ditingkatkan fasilitas laboratoriumnya.

Adapun pembuatan obat biosimilar secara komersial perlu pembangunan pabrik senilai 500 juta dollar AS. Keuntungan yang diperoleh bisa 1 miliar dollar AS dalam 20 tahun.

Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengatakan, meski sumber daya alam dan hayati Indonesia melimpah, Indonesia masih mengimpor 90 persen bahan baku obat.

Ketergantungan pada asing untuk ketersediaan bahan baku obat strategis itu, katanya, harus dikurangi. Pengembangan farmasi hendaknya berbasis keragaman hayati dan teknik biomedis di Indonesia. “Peneliti agar mampu kurangi ketergantungan teknologi dari asing untuk memenuhi kebutuhan obat melalui hasil risetnya,” kata Nasir.

Demi mendukung riset, Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang mengatakan, perlu dilakukan transformasi industri farmasi berbasis riset.
(C05/YUN)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 April 2016, di halaman 14 dengan judul “Manfaatkan Peluang Biosimilar”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB