Sebelum Beriev Be-200 menghantam laut dengan kecepatan 200 kilometer per jam, Vladimir Tereschenko mengingatkan kami agar tetap tenang. Peringatan sang awak pesawat itu rupanya tak mempan meredam ketegangan selama tiga jam di udara.
Dari atas Selat Bangka, pesawat amfibi Rusia itu melesat ke bawah, lalu dengan suara keras menampar permukaan laut. Tubuhnya berguncang keras selama beberapa saat. Setelah berhasil menyerok 6.000 liter air pertamanya, dengan sekejap pesawat itu kembali terbang menuju lokasi kebakaran lahan di Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Setibanya di sana hampir 10 menit kemudian, air pun langsung ditumpahkan, dan seketika itu pula kepulan asap yang menyelimuti hamparan luas gambut membubung ke udara.
Operasi pemadaman kebakaran gambut bukan hal mudah. Pada operasi kedua, Sabtu (21/10), pilot Vladislav Podobnyy terus menyiram air yang diambil dari laut, lalu diangkut ke lokasi kebakaran. Berulang hingga 10 kali dalam satu sesi.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA–Pesawat Beriev Be-200 dari Rusia menjatuhkan air di area lahan yang terbakar di Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Sabtu (24/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sekitar pukul 17.00, pesawat mengakhiri operasi hari itu. Meski sudah berulang-ulang diguyur air, kondisi lokasi itu masih saja diliputi asap.
Lebih unggul
Pengambilan air dengan cara menyerok langsung di sumber air salah satu keunggulan utama Be-200. Kemampuan bekerja sekaligus di udara dan air membuatnya lebih efisien dalam pemadaman. Kapasitas angkutnya yang 12.000 liter sekali serok juga jadi salah satu pertimbangan pemerintah bekerja sama dengan Asia Pulp and Paper-Sinar Mas mendatangkan dua pesawat jenis itu dari “Negeri Beruang Merah”. Seluruh kru pesawat berangkat dari Kementerian Keadaan Darurat Rusia.
Rancangan dasar Be-200 memang ditujukan untuk pemadaman kebakaran hutan dengan kemampuan tinggal landas dan mendarat di air. Jangkauan jelajah 3.850 km sekali pengisian bahan bakar, dengan kemampuan mengambil dan menjatuhkan 270.000 liter air.
Namun, Be-200 punya batas. “Ada sedikit kendala, karena jarak pandang kurang dan ombak agak tinggi,” kata Podobnyy.
Untuk mulus menyerok air, Be-200 butuh perairan tenang, dengan ketinggian ombak maksimal 1,5-2 meter. Jarak pandang aman idealnya 2.000 meter. Namun, jarak pandang di beberapa lokasi 50-100 meter.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA–Pesawat Bombardier 415 MP milik Malaysian Maritime Enforcement Agency menyedot air dari Sungai Lumpur, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Kamis (15/10).
Tentang jarak pandang, ada “makhluk” amfibi lain yang unggul, yakni Bombardier 415 MP buatan Kanada. Bombardier 415 MP juga punya kemampuan menyerok dan menjatuhkan air berkali-kali sekali terbang. Namun, ukuran lebih kecil dan kapasitas angkut hanya setengah dari milik Beriev Be-200. Malaysia sempat membantu Indonesia mengatasi kebakaran hutan dan lahan dengan mengirim pesawat jenis itu untuk beroperasi sepekan. Pesawat dinamai Pelican dan digunakan Malaysian Maritime Enforcement Agency (MMEA), lembaga semacam satuan penjaga pantai.
Kepemilikan
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, Indonesia perlu memiliki pesawat amfibi semacam Beriev Be-200 atau Bombardier 415 MP untuk pengeboman air. “Kalau perlu, dua skuadron ditempatkan di Sumatera, Kalimantan, atau Sulawesi,” tuturnya.
Pesawat amfibi sangat fleksibel, tidak terkendala bandara yang tertutup awan. Selain tidak memiliki pesawat amfibi, Indonesia juga belum punya pesawat dan helikopter untuk pengeboman air sehingga menyewa dari berbagai pihak. Indonesia harus menyewa tiga bulan sebelumnya. Pesawat dan helikopter kerap lebih dulu disewa pihak lain. Untuk Indonesia, pesawat amfibi tak hanya untuk pemadaman, tetapi juga melengkapi cita-cita sebagai poros maritim dunia. (J GALUH BIMANTARA)
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Oktober 2015, di halaman 21 dengan judul “”Makhluk” Amfibi Pelawan Api”.