Lubang Hitam Supermasif Sudah Ada sejak Semesta Usia Dini

- Editor

Rabu, 18 Maret 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Lubang hitam supermasif berukuran 1 miliar kali matahari diperkirakan sudah ada lebih 12 miliar tahun lalu. Lubang hitam itu menyedot gas terionisasi berjumlah besar dan membentuk blazar atau mesin pembentuk galaksi.

NRAO–Citra radio ini menunjukkan dua jet yang menyembur keluar dari pusat galaksi Cygnus A, galaksi yang tidak terlalu jauh dari Bimasakti. Lubang hitam supermasif dengan jet relativistik ukuran 1 miliar kali matahari baru ditemukan sudah terbentuk pada usia alam semesta sangat muda, 900 juta tahun setelah Dentuman Besar (Big Bang).

Sebuah lubang hitam supermasif, dengan ukuran sekitar 1 miliar kali matahari, diperkirakan sudah ada pada 900 juta tahun setelah Dentuman Besar (Big Bang) atau lebih dari 12 miliar tahun lalu. Lubang hitam itu menyedot gas terionisasi dalam jumlah besar dan membentuk blazar atau mesin pembentuk galaksi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Blazar di usia semesta yang muda itu menyemburkan jet materi terang dan superpanas ke sekitarnya. Cahaya dari jet itu masih bisa terdeteksi hingga kini atau lebih 12 miliar tahun kemudian dengan jet yang mengarah ke bumi.

Bukti lubang hitam supermasif purba itu ditemukan para astronom dalam bentuk inti galaksi aktif radio-kencang (radio-loud active galactic nuclei/RL AGN) relatif muda. Inti galaksi aktif adalah inti galaksi yang sangat terang jika diamati menggunakan teleskop radio, sedangkan radio-kencang menunjukkan luminositas sumber radionya yang sangat tinggi. Tingginya sumber radio itu menandakan supermasifnya inti galaksi aktif tersebut.

Sementara blazar merupakan tipe unik dari RL AGN. Dia memancarkan dua jet materi relativistik (bergerak mendekati kecepatan cahaya) yang tipis dengan arah berlawanan. Jet itu memancarkan sinar cahaya tipis dalam berbagai panjang gelombang dan mengarah ke bumi sehingga peneliti di bumi dapat mendeteksi keberadaannya.

Penemuan blazar
Penemuan blazar baru yang relatif muda ini mengingatkan pada penemuan lubang hitam supermasif tertua sebelumnya yang sudah ada saat alam semesta baru berumur beberapa miliar tahun. Penemuan lubang hitam supermasif tertua itu memberi petunjuk tentang keberadaan lubang hitam supermasif lainnya di era sebelumnya yang waktu itu belum terdeteksi.

”Temuan ini menunjukkan dalam usia semesta yang masih muda, beberapa miliar tahun, ada sejumlah lubang hitam amat besar dan memancarkan jet relativistik yang kuat,” kata Silvia Belladitta, mahasiswa doktoral di Institut Astrofisika Nasional Italia (INAF) dan salah satu penulis studi tentang blazar, seperti dikutip Livescience, Jumat (13/3/2020).

Studi tentang blazar itu dipublikasikan di jurnal Astronomy & Astrophysics pada Jumat (6/3/2020).

Penemuan Belladita dkk itu menunjukkan, blazar sudah ada sejak alam semesta berumur sangat muda, di era yang dikenal sebagai masa reionisasi. Di era ini, bintang dan galaksi mulai terbentuk setelah masa kegelapan yang lama sejak terjadinya Dentuman Besar.

Penemuan satu blazar itu merupakan indikasi keberadaan blazar-blazar yang lain. Jika hanya ada satu blazar di usia semesta yang muda, itu akan menjadi keberuntungan yang sangat besar karena semburan jetnya akan mengarah ke bumi sehingga keberadaan blazar itu bisa terdeteksi dari bumi.

Namun nyatanya ada sejumlah blazar yang jetnya mengarah ke berbagai penjuru alam semesta. Blazar itu akan terdeteksi dari bumi jika kebetulan arah jetnya mengarah ke bumi.

Blazar yang ditemukan ini, lanjut para peneliti, merupakan induk dari sejumlah lubang hitam supermasif yang mendominasi inti dari sejumlah galaksi besar di seluruh alam semesta saat ini, termasuk Sagittarius A*, lubang hitam supermasif yang relatif kurang aktif di pusat galaksi Bimasakti.

”Mengamati blazar penting. Untuk penemuan satu tipe blazar tertentu, kita tahu ada 100 blazar yang mirip dari jenis tersebut meski arah jetnya bisa ke mana saja sehingga terlalu lemah untuk diamati,” ujarnya.

Penemuan blazar membantu para ahli astrofisika untuk merekonstruksi bagaiamana dan kapan lubang hitam supermasif alias lubang hitam monster ini terbentuk.

Oleh M ZAID WAHYUDI

Editor: EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 17 Maret 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB