Studi menunjukkan, galaksi dengan lubang hitam supermasif yang memiliki angin galaksi itu sudah ada sejak 13,1 miliar tahun yang lalu atau 720 juta tahun setelah dentuman besar atau big bang.
KOMPAS/ALMA (ESO/NAOJ/NRAO)—-Konsep artis tentang angin galaksi yang dipicu oleh adanya lubang hitam supermasif yang terletak di inti galaksi. Besarnya energi yang dipancarkan lubang hitam itu menimbulkan aliran gas skala galaksi yang mampu mendorong materi antarbintang. Materi antar bintang itu merupakan bahan baku utama pembentukan bintang. Akibatnya, angin galaksi bisa menghambat pembentukan bintang-bintang baru di galaksi.
Angin galaksi berperan penting dalam evolusi sebuah galaksi. Salah satu sumber utama yang bisa menghasilkan angin ini adalah pancaran materi yang dihasilkan oleh lubang hitam supermasif yang ada di pusat atau inti galaksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jika angin galaksi sudah menghembuskan seluruh materinya ke luar galaksi, maka pembentukan bintang di galaksi tersebut akan terhenti. Studi terbaru menunjukkan galaksi dengan lubang hitam supermasif yang memiliki angin galaksi itu sudah ada sejak 13,1 miliar tahun yang lalu atau 720 juta tahun setelah dentuman besar atau big bang.
Hal yang dinamakan angin galaksi itu sejatinya adalah lontaran material dari lubang hitam supermasif yang ada di inti galaksi. Karena itu, angin galaksi ini juga sering disebut sebagai angin lubang hitam. Keberadaan angin galaksi inilah yang membuat galaksi dan lubang hitam supermasif di intinya bisa berevolusi bersama-sama sebagai sebuah sistem.
Kapan angin galaksi itu muncul di alam semesta menjadi pertanyaan mendasar para astronom untuk mengetahui bagaiman sesungguhnya sebuah galaksi dan lubang hitam di intinya bisa berevolusi bersama-sama.
Untuk menjawab pertanyaan itu, peneliti di Observatorium Astronomi Nasional Jepang (NAOJ) Takumi Izumi seperti dikutip Space, Senin (21/6/2021), memimpin sejumlah peneliti untuk mencari lebih dari 100 lubang hitam supermasif dan galaksinya yang jaraknya dari Bumi minimal 13 miliar tahun cahaya.
Batasan jarak ini dibuat karena sebelumnya sudah ada studi yang menunjukkan galaksi tertua yang memiliki angin galaksi berjarak 13 miliar tahun cahaya dari Bumi. Jarak itu berarti galaksi dengan angin lubang hitam supermasif sudah ada pada umur alam semesta yang masih sangat muda, yaitu 820 juta tahun. Hal itu terjadi karena dentuman besar atau big bang yang menandai lahirnya alam semesta ini terjadi 13,82 miliar tahun yang lalu.
Pencarian lubang hitam supermasif dan galaksinya di usia alam semesta yang masih sangat muda itu dilakukan dengan Izumi dan tim menggunakan Teleskop Subaru milik NAOJ yang ada di Hawaii, Amerika Serikat. Selanjutnya, dengan menggunakan jaringan teleskop radio yang sangat kuat di CIle, yaitu Atacama Large Milimeter/Submilimeter Array (ALMA), tim mempelajari pergerakan gas-gas di dalam galaksi tersebut.
Hasilnya, tim menemukan galaksi HSC J124353.93+010038.5 yang memiliki angin lubang hitam supermasif paling tua. Galaksi ini terletak 13,1 miliar tahun cahaya dari Bumi. Jarak itu menjadikan galaksi ini sebagai galaksi terjauh dan tertua yang diketahui.
Angin dari galaksi tersebut bergerak dengan kecepatan 1,8 juta kilometer per jam atau sekitar 500 kilometer per detik. Dengan kecepatan angin galaksi sebesar itu cukup untuk mendorong banyak material debu dan gas ke seluruh galaksi hingga menghambat proses pembentukan bintang.
Temuan ini dipublikasikan di The Astrophysic Journal edisi daring 14 Juni 2021 itu menandai ikatan yang sangat erat dan sangat tua antara galaksi dengan lubang hitam di inti galaksi.
“Hasil pengamatan ini mendukung hasil simulasi komputer terbaru dengan presisi tinggi yang membuktikan evolusi bersama galaksi bersama lubang hitamnya itu sudah berlangsung lebih dari 13 miliar tahun yang lalu,” kata Izumi.
Kini, Izumi dan tim berencana untuk mengamati lebih banyak obyek sejenis di masa depan. Hasil itu diharapkan mampu mengklarifikasi evolusi bersama antara galaksi HSC J124353.93+010038.5 merupakan fenomena alam biasa di alam semesta.
KOMPAS/ESA/ATG MEDIALAB—-Ilustrasi angin lubang hitam supermasif yang ada di inti galaksi IRAS F11119+3257 terpancar keluar (insert) dan tampilan ujud galaksi IRAS F11119+3257 secara utuh. Keberadaan angin galaksi ini dianggap sebagai penyebab terhentinya pembentukan bintang-bintang di galaksi.
Proses angin galaksi
Studi terdahulu, seperti dikutip Space, 25 Maret 2015, keberadaan angin galaksi itu menunjukkan lubang hitam bisa berpengaruh ke seluruh galaksi.
Hampir semua galaksi memiliki lubang hitam supermasif di bagian intinya, termasuk galaksi kita, Bimasakti. Lubang hitam supermasif di Bimasakti yang dinamai Sagittarius A* itu memiliki massa sebesar 4,3 juta kali massa Matahari. Massa lubang hitam supermasif yang ada di inti galaksi itu biasanya mencapai massa jutaan sampai miliaran massa Matahari.
Sejumlah lubang hitam supermasif itu tidak aktif, seperti yang ada di inti Bimasakti. Namun sebagian lubang hitam di inti galaksi itu aktif karena dengan lahapnya memakan gas dan debu yang ada di sekitar lubang hitam tersebut hingga disebut inti galaksi aktif (AGN). Karena itu, galaksi yang memiliki AGN-lah yang dianggap memiliki peluang besar terjadinya angin galaksi.
Francesco Tombesi, astrofikawan di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard, NASA di Greenbelt, Maryland, AS mengatakan, lubang hitam supermasif di AGN itu menarik gas dan debu di sekitarnya. Tak hanya sampai disitu, gas dan debu itu kemudian dihancurkan dan dilumat dalam sebuah pusaran yang mengelilingi lubang hitam yang dinamakan piringan akresi.
Gesekan pada piringan akresi itu menyebabkan material yang ada di cakram piringan akresi memanas hingga mencapai suhu yang sangat tinggi dan akhirnya tampak bercahaya. Kecerlangan dari piringan akresi itu bisa mencapai lebih dari 1 triliun kali lebih cerah dibanding kecerlangan Matahari. Tingginya kecerlangan atau radiasi dari cakram piringan akresi itu akan memicu terjadinya tekanan dan mendorong sebagian material di piringan akresi hingga disebut angin galaksi.
“Lubang hitam supermasif yang ada di pusat galaksi memang sangat kuat hingga dapat memengaruhi seluruh galaksi,” kata Tombesi. Temuan ini berdampak pada teori tentang bagaimana lubang hitam supermasif dan galaksi terbentuk, tumbuh dan berevolusi dengan harus memperhitungkan galaksi dan lubang hitam supermasifnya bersama-sama.
Namun, angin galaksi ini tidak hanya terdapat pada galaksi-galaksi di semesta yang sangat dini. Angin galaksi juga ditemukan pada galaksi yang terbentuk pada usia alam semesta relatif tua atau tidak jauh dari usia semesta saat ini.
Salah satu galaksi dengan lubang hitam supermasif yang memiliki angin galaksi adalah galaksi IRAS F11119+3257 yang berjarak 2,6 miliar tahun cahaya dari Bumi. Massa dari lubang hitam supermasif di inti galaksi ini mencapai 16 juta kali massa Matahari atau empat kali lebih masif dari lubang hitam di pusat Bimasakti.
Selanjutnya, angin dari inti galaksi IRAS F11119+3257 itu bergerak dengan kecepatan sekitar 30 persen dari kecepatan cahaya atau 322 juta kilometer per jam alias 90.000 kilometer per detik. Panjang angin galaksi yang terjadi bisa sampai 1.000 tahun cahaya.
Jumlah materi yang dilepaskan setiap tahunnya bersamaan dengan terjadinya angin galaksi tersebut diperkirakan mencapai 1,5 kali massa Matahari. Selain melepaskan materi, pada saat yang sama, lubang hitam itu juga memakan gas setara 800 massa Matahari per tahunnya.
Oleh MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Sumber: Kompas, 22 Juni 2021