GEMPA merupakan salah satu misteri alam yang hingga kini belum terungkapkan secara tuntas. Bencana alam yang satu ini tidak pandang bulu dan tidak pandang waktu dalam menunjukkan ”kekuasaannya”. Namun sebenarnya, ilmu geologi telah berhasil ”memetakan” wilayah-wilayah pusat gempa.
Setidaknya selama 25 tahun terakhir, para seismologis telah mengembangkan teori yang dinamakan teori tektonik lempeng (plate tectonics). Dengan teori ini dijelaskan bahwa bumi terdiri dari sejumlah lempeng yang bersifat rigid (keras) yang mengambang di atas mantel bumi yang bersifat cair dan amat panas yang disebut magma. Lempeng bumi ini yang muncul di permukaan laut kini disebut sebagai lempeng benua, sementara lempeng yang menjadi dasar laut disebut sebagai lempeng samudera.
Ketebalan kerak bumi ini dari beberapa referensi, berkisar antara 62 kilometer hingga 80 kilometer. Menurut teori tersebut, setidaknya ada enam lempeng besar yang ditambah lempeng-lempeng kecil hingga mencapai 15 lempeng benua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut teori tersebut, gempa terjadi karena terjadi tumbukan atau geseran antar lempeng, karena setiap lempeng bergerak sesuai dengan aliran cairan dalam mantel bumi. Kecepatan gerak lempeng ini bisa mencapai 10 sentimeter per tahun (Earthquakes and Volcanooes, Dr Robert Muir Wood), kira-kira sama dengan kecepatan tumbuh kuku.
***
SEPANJANG jalur tengah kerak samudera, merupakan area tempat munculnya magma ke permukaan bumi sebagai lava panas. Lava ini mendingin dengan cepat karena kontak dengan air laut dalam yang dingin. Karena dorongan di celah di tengah kerak samudera tersebut, maka kerak itu bergerak ke pinggir ke arah kerak benua, maka semua lempeng pun bergerak. Saat itulah terjadi aktivitas geologi yang sangat intens di tepi-tepi lempeng.
Ada tiga hal yang terjadi saat itu, yaitu kerak samudera bergerak saling menjauh untuk memberi jalan pada aliran magma dari dalam mantel bumi, beberapa lempeng saling bertubrukan –satu lempeng akan masuk di bawah lempeng lainnya—, dan peristiwa ketiga yaitu dua lempeng saling bergeser satu sama lain. Yang terakhir ini tidak terlalu membawa bencana.
Menjauhnya kerak samudera akan menyebabkan gempa kecil di mana akan melahirkan jurang-jurang di dalam samudera atau melahirkan gunung-gunung api di tengah lautan.
Sementara bertemunya lempeng samudera dengan lempeng benua mengakibatkan lempeng samudera ”masuk” ke bawah lempeng benua. Di daerah pertemuan itulah lempeng samudera mengalami kontak lagi dengan lapisan mantel yang amat panas yang menyebabkan sebagian lapisan batuan meleleh.
Di beberapa tempat, magma yang muncul akibat tabrakan lempeng samudera dan benua –di daerah yang disebut sebagai zona subduksi— ini meluap keluar dan membentuk gunung berapi. Deretan gunung berapi tampak teratur sepanjang tepi lempeng benua. Zona subduksi inilah yang banyak berhubungan dengan pembentukan palung laut dan gempa-gempa tektonik (gempa lainnya yaitu gempa vulkanik yang disebabkan karena meletusnya gunung berapi).
Gempa terjadi ketika lempeng samudera mengalami patah dan masuk ke bawah lempeng benua. Gelombang vertikal akibat “jatuhnya” lempeng samudera inilah yang menyebabkan munculnya gelombang laut yang besar yang disebut tsunami. Tsunami seringkali menjadi bencana yang amat menyengsarakan seperti yang terjadi di sepanjang pantai Filipina dan Papua Nugini. Biasanya beberapa menit sebelum tsunami terjadi, air laut akan menyurut tajam lebih dari kebiasaan, ke arah laut.
Setiap peristiwa seismik berupa gempa atau tsunami, tidaklah berdiri sendiri. (brigita isworo)
Sumber: Kompas, 22 September 1999