5 Centimeter Mengejar Mimpi
Melanjutkan, pendidikan hinggga perguruan tinggi tentu menjadi cita-cita setiap orang. Namun, bagi sebagian orang cita-cita itu lebih mirip mimpi atau angan-angan, sesuatu yang hanya bisa dibayangkan tetapi sulit diraih. Pada umumnya, hambatan terbesar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi apalagi pascasarjana yakni biaya kuliah yang mahal.
Ini memang sebuah ironi. Ketika UUD 1945 telah secara eksplisit menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran –yang berarti mengisyaratkan penyelenggaraan pendidikan yang terjangkau masyarakat— pada kenyataannya biaya pendidikan justru semakin mahal dari waktu ke waktu.
Dengan biaya pendidikan yang begitu mahal, bangsa ini membutuhkan waktu yang jauh lebih lama untuk membangun generasi yang cerdas. Padahal, dalam Pembukaan UUD 1945 tertulis bahwa salah satu tujuan dari pendirian negara ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jika mau jujur, kemajuan dan kecerdasan yang dimiliki bangsa ini, dari generasi ke generasi, berjalan ‘autopilot’ alias nyaris tanpa peran pemerintah secara signifikan. Setiap orang mencari jalan dan caranya sendiri-sendiri untuk memperoleh pendidikan. Mereka yang memiliki motivasi kuat untuk maju senantiasa menari jalan untuk dapat meraih pendidikan tinggi yang diinginkan, meski memiliki keterbatasan finansial untuk membiayai kuliah yang mahal itu.
MENCARI BEASISWA
Memburu beasiswa merupakan opsi paling banyak ditempuh oleh mereka yang memiliki motivasi kuat untuk maju di tengah keterbatasan tadi. saat ini, banyak tersedia kesempatan untuk memperoleh beasiswa pendidikan di dalam dan luar negeri, namun tentu saja syarat dan persaingannya sangat ketat. Opsi lainnya adalah mencari pinjaman bank atau yayasan berupa student loan. Untuk opsi ini biasanya bank atau yayasan memberikan pinjaman sangat lunak untuk membiayai kuliah hingga selesai yang dituangkan dalam perjanjian. Skema pengembalian pinjaman pun bermacam-macam.
Begitu banyak kisah tentang perjuangan orang-orang dalam meraih mimpi bersekolah tinggi. Berkali-kali gagal meraih beasiswa adalah cerita biasa. Kegagalan bukan berarti kiamat karena kesempatan akan datang lagi. Yang dibutuhkan hanyalah motivasi, keyakinan dan usaha yang lebih keras.
Saya jadi teringat quote dalam novel best seller berjudul 5 Cm karya Donny Dhirgantoro, yang menggambarkan bahwa tak ada keinginan yang tak mungkin terwujud, sepanjang ada tekad besar untuk meraihnya.
Mimpi-mimpi kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu, apa yang kamu mau kejar, biarkan dia menggantung, mengambang 5 centimeter di depan kening kamu.
Jadi, dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Bawalah mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, dan percaya bahwa kamu bisa…
Apa pun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalau kamu percaya pada keinginan itu dan
kamu nggak akan menyerah.
Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat, apapun itu, segala keinginan, mimpi, cita-cita, keyakinan diri…
Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter mengambang di depan kening kamu.
Dan… sehabis itu yang kama perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan
yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdoa.
Oleh Chamdan Purwoko, Bisnis Indonesia (chamdan@bisnis.co.id)
—————
Lulus Dulu, Cicil Kemudian
Sudah 5 tahun ini Djoko Sasono harus rutin membayar cicilan ke bank tiap bulannya dengan bunga 12,9%. Awal mulanya, dia terpaksa mengajukan pinjaman sebesar Rp 100 juta ke sebuah bank swasta untuk biaya pendidikan ketiga anaknya.
“Mau bagaimana lagi, biaya kuliah mereka tidak murah, walaupun di universitas negeri. Kalau cuma mengandalkan gaji, ya mana cukup,” jelas pria yang berprofesi sebagai Kepala sebuah Sekolah Dasar di Mojokerto, Jawa Timur itu.
Sebagai generasi senior yang mengecap bangku perguruan tinggi pada tahun 80-an, dia memang pernah mendengar soal program KMI (Kredit Mahasiswa Indonesia), meskipun tidak mengambilnya.
Menurutnya, kalau ada, itu tentu sangat membantu dan dapat meningkatkan motivasi anak-anaknya untuk mendapat pekerjaan yang layak setelah lulus supaya bisa melunasi pinjaman tersebut. Program KMI memang dihentikan oleh pemerintah pada awal 90-an, dengan alasan banyak dana yang tidak kembali.
Merujuk Undang-undang No. 12/2012 Tentang Pendidikan Tinggi semestinya tidak ada hambatan bagi siswa miskin tetapi cerdas secara akademis untuk mengenyam pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Dalam pasal 76 ayat 1 undang-undang itu disebutkan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau perguruan tinggi berkewajiban memenuhi hak mahasiswa kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik.
Selanjutnya dalam ayat 2, pemenuhan hak tersebut dapat berupa beasiswa, bantuan atau membebaskan biaya pendidikan, dan atau pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan.
Pemberian beasiswa kepada siswa berprestasi terbilang sudah banyak dilakukan, bagaimana dengan pinjaman dana tanpa bunga atau yang dikenal dengan sebutan student loan?
Konsep student loan berbeda dengan beasiswa. Student loan merupakan program yang diselenggarakan sebuah perusahaan untuk pinjaman mahasiswa yang harus dibayarkan. Sementara beasiswa adalah program yang digulirkan perusahaan secara penuh bersifat hibah atau pemberian. Baik student loan maupun beasiswa, keudanya notabene diberikan kepada mahasiswa berprestasi atau tidak mampu.
Di negara-negara maju, student loan sudah lama diterapkan, Amerika Serikat misalnya. Berdasarkan data dari Pew Research Center, sebuah lembaga riset, mengungkapkan bahwa satu dari Iima rumah tangga di negeri Paman Sam itu terikat dengan student loan.
Penelitian yang dilakukan pada 2010 tapi dilansir pada pertengahan 2013 itu juga mengungkapkan bahwa rata-rata student loan yang ditanggung rumah tangga itu berjumlah US$26.682 atau lebih dari Rp300 juta. Sumber dananya pun bermacam-rnacam, tidak cuma dari pemerintah, tapi juga pihak swasta dengan bunga dan tata cara pembayaran yang juga bervariasi.
Di Indonesia, dua institusi yaitu Putera Sampoerna Foundation (PSF) dan Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) Cilacap telah menerapkan hal serupa. Nenny Soemawinata, Managing Director PSF mengatakan di PSF dikenal dengan sebutan student assistance. Besaran student assistance diberikan sesuai kebutuhan dan jurusan yang dipilih penerima. Selama masa pendidikan, si penerima atau mahasiswa tidak perlu khawatir memikirkan pengganti uang yang dipakai. Pengembalian dana tersebut dilakukan setelah mahasiswa menyelesaikan pendidikannya.
Nenny menjabarkan mahasiswa yang telah lulus diberi kesempatan tenggang waktu 6 bulan untuk beradaptasi dengan dunia kerja. Setelah 6 bulan, maka mahasiswa tersebut wajib mengembalikan uang yang telah dipakainya hingga lunas.
Sebelum menerapkan student loan, PSF pada 2001 pernah menyalurkan beasiswa kepada penerima yang berprestasi hingga melanjutkan kuliah di luar negeri. Sayangnya, hanya segelintir para lulusan memberikan kontribusi untuk membantu masyarakat Indonesia. Bahkan ada juga yang menetap di luar negeri setelah para penerima beasiswa lulus.
“Untuk itu, setelah dipelajari konsep ini, kami mencoba mengubah konsep dari filantrofis menjadi bisnis sosial. Fungsinya untuk membantu generasi berikutnya yang diberikan melalui KSB,” paparnya
Dalam menyalurkan student loan, pihaknya selalu berupaya untuk transparan meskipun sempat tersandung masalah karena tidak pahamnya orang tua penerima dana. Nenny menjelaskan, pihaknya selalu melampirkan rincian jumlah total bantuan untuk setiap penerima. Terutama pada saat si penerima akan menyetujui perjanjian, pihaknya juga mendampingi si penerima beserta orang tua guna menjelaskan isi perjanjian sejelas mungkin.
Dalam perjanjian itu, salah satunya terdapat penjelasan bahwa penerima dana bantuan, berkewajiban memberikan sumbangsih kepada calon penerima berikutnya setelah lulus dan bekerja. “Jadi dana yang dipakai bukan untuk kami, tetapi, sekali lagi, digulirkan untuk penerima berikutnya.”
Sejak 2010, pihaknya telah memberikan dana bantuan kepada 557 penerima. Para penerima bantuan ada yang melanjutkan di Universitas Siswa Bangsa Internasional (USBI), ada juga para lulusan Akademi Siswa Bangsa Internasional (ASBI) yang melanjutkan ke luar negeri.
Pihaknya optimistis, para lulusan dari penerima student assistance akan mengembalikan dana yang telah dipinjam. “Jika pun terjadi suatu hal tak terduga yang menyebabkan mereka kesulitan dalam tahap pengembalian, kami akan membuka pintu musyawarah dengan itikad baik. Karena selama ini kami selalu menerapkan asas kekeluargaan dalam penyelesaian masalah.”
YAYASAN DI CILACAP
‘Pendidikan Untuk Semua’, demikian motto yang melandasi Divisi Pendidikan Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) Cilacap, sebuah yayasan yang bergerak dibidang social-kemanusiaan. Motto itulah yang mendorong lahirnya program pinjaman pendidikan tanpa bunga bagi pelajar/mahasiswa.
Program yang diluncurkan mulai 2011, oleh yayasan yang didirikan sejak 1976 oleh Pastor Patrick Edward Charlie Burrows, OMI, yang akrab dipanggil Romo Carolus, di Kabupaten Cilacap itu dimaksudkan untuk membantu siswa-siswi dan mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi, tetapi memiliki keinginan kuat untuk bersekolah maupun kuliah. “Syarat utamanya agar dapat memperoleh progam ini adalah para siswa atau mahasiswa masih bersekolah atau kuliah di salah satu lembaga pendidikan milik YSBS, khususnya di SMK Yos Sudarso dan Akademi Maritim Nusantara (AMN),” tutur Arda Gariyanto, koordinator student loan, YSBS Cilacap.
Alasannya, bahwa lulusan AMN dan SMK dapat langsung bekerja setelah mereka lulus, dengan demikian dapat segera mencicil pembayaran pinjaman pendidikan tersebut. Harapannya, dana pengembalian pinjaman tersebut selanjutnya dapat dipinjam lagi oleh adik kelas yang membutuhkan, sehingga program tersebut dapat berkelanjutan.
Program student loan ini didukung oleh Misereor (Jerman) dan Kiva (Amerika), yakni organisasi nirlaba asing yang menjembatani antara pemilik dana dengan instansi atau yayasan penyalur student loan.
Menurutnya jumlah pinjaman maksimum yang dapat diberikan disesuaikan dengan besarnya biaya sekolah/ kuliah yang harus dibayar selama masa pendidikan.
“Pinjaman pendidikan tanpa bunga untuk biaya kuliah di AMN sebesar Rp 15 juta, dan pinjaman dapat dikembalikan setelah penerima beasiswa lulus atau bekerja,”ujarnya. Menurutnya, siswa diberi kesempatan tenggang waktu 4 bulan pertama setelah lulus baru mulai mencicil, dan seterusnya hingga jangka waktu pengembalian atau tenornya selama 20 bulan untuk mencicil.
Adapun pinjaman pendidikan tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar Rp15 juta, dengan jangka waktu pengembalian maksimal 44 bulan setelah lulus, dengan bunga 0%.
“Jumlah kuota maksimal peminjam setiap tahun mencapai 100 anak untuk AMN, dan sebanyak 60 anak dibagi untuk tiga SMK, jadi rata-rata per sekolahan SMK sekitar 20 anak yang berhak. Dengan Jaminan ijazah siswa ditahan,” ujarnya.
Menurutnya, hingga saat ini pihaknya telah menyalurkan kepada sedikitnya 260 anak pelajar/ mahasiswa berprestasi dengan kondisi perekonominnya kurang mampu.
Esther, perempuan asal Kalimantan Timur, yang sekarang sedang menempuh pendidikan di Akademi Maritim Nusantara (AMN) Cilacap mengatakan dirinya merasa sangat beruntung dengan keberadaan program tersebut. “Saya sangat terbantu dengan program ini, karena selama saya kuliah, tidak perlu lagi memikirkan biaya kuliah, karena semua sudah ditangani oleh YSBS,” ujarnya.
Meskipun dirinya saat ini belum lulus, tapi berdasarkan pengalaman para seniomya, mengembalikan pinjaman dalam program student loan yang diperoleh sebesar Rp 15 juta dari YSBS itu, tidak akan mengalami kesulitan.
Berbeda dengan Putera Sampoerna Foundation dan Yayasan Sosial Bina Sejahtera Cilacap, Surya University, universitas berbasis penelitian yang bertempat di Serpong, Tangerang mewajibkan mahasiswanya untuk mengikuti program student loan. Tidak hanya itu, sistem pengembaliannya langsung dilakukan setiap bulan tanpa bunga.
Lely Sudjarwadinata, Director of Marketing & Admission Surya University, mengatakan pada program student loan ini, bank meminjamkan dana untuk membayar biaya studi mahasiswa selama 4 tahun dengan bunga dan biaya-biaya administrasi ditanggung oleh universitas, kemudian mahasiswa setiap bulan mencicil untuk membayar loan atau pinjaman ini,” katanya. DELIANA PRADHITA SARI RAHAYUNINGSIH (redaksi@bisnis.co.id)
————————
’Dana Cicilan Tak Boleh Diganggu’
Biaya pendidikan saat ini tergolong tinggi. Bagi sebagian orang di kampung, menjual rumah, sawah, tanah atau ladang sudah biasa. Namun bagaimana jika orang tua tidak mampu menyekolahkan anaknya, padahal si anak memiliki potensi bagus di bidang akademik?
Tenang saja, kini ada beberapa perusahaan atau bank yang baik hati menawarkan pinjaman biaya pendidikan (student loan). Syarat dan mekanisme peminjaman disesuaikan menurut aturan masing-masing instansi. Pihak anak atau orang tua akan membayar biaya pinjaman setelah anak lulus atau bekerja. Sistemnya dicicil per bulan sesuai kesepakatan antara kedua pihak.
Namun, yang menjadi permasalahan, masyarakat Indonesia dinilai cenderung terlalu dimanjakan orang tua saat masih mengenyam masa pendidikan. Sewaktu sekolah hingga tamat kuliah misalnya, biaya pendidikan ditanggung penuh orang tua. Sehingga hal tersebut menjadi budaya laten yang terus terjadi hingga saat ini. Padahal mahasiswa di negara-negara lain banyak yang bekerja sampingan untuk membiayai kuliahnya sendiri.
Melihat fenomena tersebut, President Director One Shildt Financial Planning Mohammad Andoko, pesimistis jika sistem student loan diterapkan di Indonesia. Dia beralasan pada survei Higher Education Leadership and Management (HELM) menyebutkan sumber pendapatan mahasiswa Indonesia sebanyak 88,16% dari orang tua. Sementara mahasiswa mandiri atau yang membiayai uang kuliah sendiri hanya sekitar 4,6%.
“Sebenarnya program student loan ini sudah terjadi pada era 1980-an. Tetapi dinilai gagal karena tingkat pengembalian yang dilakukan mahasiswa yang lulus hanya sekitar 5%,” katanya kepada Bisnis.
Menurut Andoko, ada baiknya jika setiap perusahaan memberikan pelatihan dan pembekalan secara intensif kepada mahasiswa penerima student loan. Terutama untuk sistem pembayaran angsuran. Pembekalan ini dirasa panting agar ketika mahasiswa lulus dengan mudah membayar cicilan tersebut.
Sementara bagi para mahasiswa yang mengikuti program student loan, lanjutnya, diharapkan agar memiliki keterampilan yang bisa menghasilkan uang tambahan. Dia memberikan contoh, ketika awal-awal semester perkuliahan, mahasiswa agar memiliki pekerjaan tambahan. Dengan begitu bisa menutupi sedikit dari cicilan. “Kalau menurut saya, biasanya orang yang sedang dirundung banyak hutang selalu memiliki daya kreatif yang tinggi. Artinya, mahasiswa jangan menunggu pembayaran saat mendapatkan kerja nanti. Tapi berpikirlah kreatif bagaimana mencari uang sampingan,”paparnya.
Menurutnya, beberapa kegiatan mahasiswa yang bisa mendapatkan pundi-pundi rupiah tambahan di antaranya, berjualan, menjadi pemandu acara, bisnis via online atau bahkan berinvestasi jangka pendek. “Nah, saya pikir investasi di reksa dana juga lumayan buat membantu bayar cicilan,” ungkapnya.
Dia menambahkan, setelah lulus dan bekerja, penerima student loan diharuskan menyisihkan sekitar 20% dari pendapatan. Dana tersebut tidak boleh diganggu gugat untuk keperluan apapun. Andoko sadar betul, secara psikologis, biasanya seseorang merasa berat mengeluarkan uangnya untuk membayar utang.
“Namun jika pembayaran dilakukan dengan baik dan tersedianya uang hasil yang sengaja disisihkan, pembayaran tidak akan terlalu memberatkan. Makanya satu-satunya cara adalah mengelola keuangan dengan cara penyisihan itu tadi. Masalahnya, seberapa mampukah kita menyisihkan sebagian uang yang dimiliki,” ujarnya. MIFTAHUL KHOER
———-
Program Beasiswa Lebih Disukai
Program pinjaman pendidikan bagi pelajar/ mahasiswa kurang mampu untuk menempuh
pendidikan lebih tinggi yang sering disebut student loan nampaknya tidak membuat perbankan yang pernah membuka program tersebut, tertarik untuk terus melanjutkannya.
Seperti yang dialami oleh PT Bank International Indonesia TBK, (BII), yang beberapa tahun lalu pernah membuka program student loan bekerja sama dengan Sampoerna, memutuskan untuk menghentikan program tersebut dan diganti dengan program beasiswa penuh, atau full scholarship.
Manajemen BII tidak memberikan alasan detail dan jelas ketika Bisnis mencoba menanyakan hal tersebut. Namun, yang jelas BII mengakui bahwa sudah menghentikan program itu lebih karena pertimbangan faktor sosial, dan belum bersedia mengemukakan alasan lainnya.
“Kami sudah menghentikan program student loan. Dulu memang sempat ada program tersebut bekerja sama dengan Sampoerna, tapi sekarang diganti program full scholarship karena pertimbangan sisi sosial,” tutur Esti Nugraheni, Corporate Secretary BII, kepada Bisnis, Selasa (17/9) tanpa bersedia menjelaskan alasan detailnya kenapa program tersebut dihentikan.
Berdasarkan penelusuran Bisnis, pada 2007, Universitas Brawijaya Malang terpilih menjadi menjadi salah satu universitas yang dipertimbangkan untuk mendapatkan student loan dari BII, Yayasan Sampoerna, dan International Finance Corporation.
Dengan suku bunga 1,075%, bebas biaya administrasi dan provisi, student loan ini menawarkan peminjaman dana pendidikan mulai Rp 10 juta hingga Rp 200 juta dan jangka waktu pembayaran hingga 36 bulan. Namun, pada akhir 2012, Kantor Berita Antara melansir bahwa Universitas Brawijaya tidak lagi mengucurkan kredit untuk biaya kuliah bagi mahasiswa kurang mampu yang menempuh pendidikan di sana.
Yogi Sugianto, rektor Universitas Brawijaya, ketika itu mengakui, pihaknya masih belum memikirkan skema apapun untuk membantu mahasiswa miskin, selain beasiswa Bidik Misi dan kemitraan dengan berbagai perusahaan.
“Sampai saat ini kami masih belum memikirkan skema pengucuran kredit bagi mahasiswa kurang mampu untuk biaya kuliah mereka. Dulu program itu pernah dilaksanakan, namun banyak yang macet, bahkan hingga lulus pun masih belum lunas dan ijazah mereka juga tidak diambil,” tegasnya.
Hanya saja, lanjutnya, jika peminat kredit tersebut cukup besar atau mahasiswa yang mengajukan cukup banyak, maka pihaknya akan memikirkannya melalui skema kredit yang baru dan bekerja sama dengan perbankan. Esti mengatakan, program full scholarship, sejak 2012 itu diselenggarakan sebagai wujud komitmen BII dalam memberikan kesempatan putera-puteri Indonesia, dari keluarga pra-seiahtera untuk dapat memperoleh pendidikan lebih baik.
“Program ini namanya BII Maybank Scholarship Program beasiswa penuh hasil kerjasama BII bersama dengan pemegang saham mayoritas, Malayan Banking [MayBank], yang dapat dimanfaatkan generasi muda berprestasi dari 33 provinsi di Indonesia untuk dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, Malaysia, dan Singapura,” tuturnya.
Menurutnya, untuk di Indonesia terdapat 6 perguruan tinggi yang direkomendasikan, yakni Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB) , Universitas Padjajaran (Unpad), dan lnstitut Teknologi Sepuluh November (ITS).
Adapun di Malaysia, lanjutnya, dengan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) serta Universiti Sains Malaysia. Dan untuk di Singapura adalah Nanyang Technological University dan National University of Singapore.
“Pelajar berprestasi dari 33 provinsi itu diseleksi untuk dicari satu orang terbaik mewakili setiap provinsi, untuk mendapatkan beasiswa kuliah di perguruan tinggi yang direkomendasikan. Alokasi anggaran yang disiapkan untuk program ini mencapai sekitar Rp 12 miliar,” tuturnya.
Menurutnya untuk tahun ini, dari kuota 33 perwakilan itu, sudah berhasil mendapatkan lima penerima beasiswa, dan selebihnya masih proses seleksi dalam waktu dekat ini.
“Selain program itu, BII selama ini juga memilik program beasiswa khusus dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) sejak 2008, dan sudah mengeluarkan dana sekitar Rp 1,2 miliar, yang diberikan kepada lebih dari 400 penerima beasiswa,” tuturnya.
FASILITAS BEASISWA
Selain BII, bank yang juga memberikan fasilitas beasiswa untuk pendidikan adalah PT Bank CIMB Niaga Tbk. Corporate Secretary CIMB Niaga Harsha Donny Suryo menjelaskan, untuk program beasiswa, CIMB Niaga telah bekerja sama dengan sejumlah pihak, di antaranya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).
Mekanismenya berupa joint financing. Dalam hal ini, Kemendikbud menanggung biaya pendidikan para penerima beasiswa, sedangkan CIMB Niaga menyiapkan dana untuk biaya hidup, pengembangan diri, dan fasilitas laptop untuk mendukung kegiatan studi.
Beasiswa ini ditujukan untuk seluruh pelajar atau masyarakat Indonesia yang berprestasi tetapi memiliki keterbatasan ekonomi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Program beasiswa ini merupakan salah satu Corporate Social Responsibility (CSR) CIMB Niaga dalam bidang pendidikan yang berkomitmen penuh memberikan beasiswa kepada mereka yang membutuhkan.
“Alokasi dana yang kita kucurkan untuk program beasiswa tahun 2013 sejumiah Rp 2,9 miliar dengan 335 penerima beasiswa.
Denny mengaku pihaknya tidak menerapkan student loan dan belum ada rencana untuk menerapkannya karena saat ini CIMB Niaga hanya fokus kepada CSR pemberian beasiswa kepada pelajar yang pantas mendapatkan reward karena prestasi akademik maupun nonakademik yang memukau dengan keterbatasan ekonomi.
Sejumlah program lainnya yang diterapkan oleh CIMB Niaga untung menunjang bidang pendidikan, diantaranya Mobil Belajar yang bekerjasama dengan Yayasan Cinta Anak Bangsa. Program ini ditujukan untuk masyarakat yang belum memiliki fasilitas pendidikan yang lengkap di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Tangerang.
Selain itu, terdapat juga program Mobile Child Service, yaitu program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk anak jalanan di Jakarta, serta English Training Center, yaitu pembekalan bahasa Inggris bagi anak kurang mampu di Depok, Tangerang, dan Cilincing.
Sekjen Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) lwan Hermawan meminta agar Undang-undang Nomor 12/2012 Tentang Pendidikan Tinggi khususnya Pasal 76 agar diterapkan dengan baik. Poin terpenting dalam Pasal 2 huruf C, menyebutkan bahwa pemerintah atau pun perguruan tinggi (PT) wajib memberikan pinjaman tanpa agunan bagi masyarakat tidak mampu.
Sejauh ini lwan mengakui program beasiswa yang banyak digulirkan sejumlah perusahaan dan perbankan cukup membantu warga miskin untuk melanjutkan khususnya lulusan SMA ke perguruan tinggi.
Namun, lanjutnya Undang-undang Nomor 12/2012 tersebut ada baiknya didukung oleh pihak perbankan. Dia menganggap keterlibatan perbankan cukup besar untuk membantu program student loan lancar terlaksana. “Terserah skemanya seperti apa, yang jelas mahasiswa miskin bisa melanjutkan pendidikan,” ujarnya. Namun, Iwan memberi catatan siapa saja yang menyelenggarakan program student loan agar menjamin biaya kehidupan sehari-hari selama mahasiswa kuliah. Selain itu, katanya, para penerima student loan harus dijamin dengan penempatan kerja sesuai peminatan.
Dia memberikan gambaran selama program beasiswa digulirkan oleh berbagai pihak, kebanyakan-penerima beasiswa yang kuliah di luar negeri enggan pulang kembali ke Indonesia. Padahal, kontribusi para lulusan penerima beasiswa tersebut sangat dibutuhkan. “Seharusnya rasa cinta kepada Tanah Air harus dipupuk sejak dini. Karena setelah lulus kuliah dari luar negeri tawaran kerja bagi mereka sangat menggiurkan. Ujung-ujungnya mereka lupa kepada negara sendiri,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Difi A. Johansyah menyambut baik adanya program student loan bagi masyarakat miskin. Pihaknya berharap agar perbankan bisa ikut andil dalam program tersebut.
Sayangnya, Bank Indonesia tidak bisa berbuat banyak untuk program student loan ini. “Mereka [pihak perbankan] kan punya program masing-masing. Kami tidak bisa mengimbau agar perbankan menyelenggarakan program tersebut,”paparnya. BUNGA CITRA ARUM/ RAHAYUNINGSIH (redaksi@bisnis.co.id)
———————–
Skema Beasiswa atau Student Loan Harus Jelas
Alih-alih mengembangkan kembali konsep pinjaman studi untuk mahasiswa, pengamat pendidikan Darmaningtyas lebih menyarankan supaya beasiswa untuk kalangan kurang mampu diperbanyak, tidak hanya di perguruan tinggi negeri, tapi juga swasta pinggiran.
Menurut Darmaningtyas, keunggulan beasiswa dibandingkan dengan pinjaman mahasiswa atau student loan adalah tidak memberatkan mereka ketika lulus nantinya. Sebab, belum ada jaminan bahwa mahasiswa tersebut bisa mendapatkan pekerjaan dengan upah yang cukup untuk melunasi pinjaman tersebut. Keunggulan student loan yang akhir-akhir ini banyak dikelola pihak swasta tersebut memang memunculkan fenomena dana bergulir, yang biasa digunakan untuk membantu calon-calon mahasiswa lainnya.
Sebenamya, konsep student loan ini sudah pernah diterapkan di Indonesia pada zaman orde baru dengan nama Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI). Jaminannya, ijazah para mahasiswa ini ditahan sampai pinjaman lunas. Namun, karena banyak dana yang tidak kembali, program ini dihentikan pada awal 90-an.
“Sebenarnya tidak masalah sih kalau KMI diadakan lagi, walaupun kendalinya agak ribet, tetapi sekarang kan sudah ada beasiswa dari pemerintah. Itu saja diperbanyak dan diperluas sampai ke perguruan tinggi swasta [PTS] pinggiran,” ujar Darmaningtyas.
Program bidikmisi itu merupakan bantuan biaya pendidikan yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) untuk mahasiswa PTN.
Bantuan yang diberikan dalam program ini terdiri atas bantuan biaya hidup yang diserahkan kepada mahasiswa sekurang-kurangnya sebesar Rp 600.000 per bulan yang ditentukan berdasarkan Indeks Harga Kemahalan daerah lokasi perguruan tinggi negeri (PTN), dan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan yang dikelola PTN sebanyak-banyaknya Rp 2.400.000 per semester per mahasiswa.
Selama ini, lanjut Darmaningtyas, jumlah beasiswa yang beredar di Indonesia sudah relatif banyak, baik dari pemerintah, pihak swasta maupun kalangan kenglomerat. Hanya saja, PTS cuma mendapat jatah sepertiga dari dari itu.
“Mahasiswa kurang mampu jumlahnya lebih banyak di PTS pinggiran dibandingkan dengan di PTN, sedangkan dua pertiga dari alokasi beasiswa yang ada mensyaratkan ke PTN, yang di PTS pinggiran tidak terakomodasi,” kata pengurus Yayasan Perguruan Taman Siswa tersebut.
Yang jelas, dia menegaskan ketika memberikan beasiswa maupun student loan, harus ada informasi sejelas-jelasnya kepada calon penerima. Dengan demikian, tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari.
“Jika berubah skema dari beasiswa biasa ke student loan hal itu sudah harus diumumkan jauh-jauh hari dengan jelas sehingga penerimanya tidak kaget waktu disuruh mengembalikan dananya secara bertahap,” paparnya. Bunga Citra Arum.
Sumber: Bisnis Indonesia, No. 352 – 22 September 2013 Tahun XXVIII/ No. 9549