La Nina Berakhir, Kemarau Tiba

- Editor

Senin, 16 April 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sebagian besar wilayah Indonesia mulai memasuki musim kemarau. Sirkulasi angin sudah didominasi angin timuran yang menyebabkan udara terasa panas beberapa hari terakhir.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika memperingatkan, sebagian besar wilayah Indonesia mulai memasuki musim kemarau. Kondisi ini terjadi seiring dengan berakhirnya fenomena cuaca La Nina.

“Awal musim kemarau di Indonesia tidak seragam. Daerah yang pertama kali memasuki kemarau adalah Provisinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali, lalu merambat perlahan ke arah barat dan utara ke Pulau Jawa, sebagian Sulawesi, sebagian Kalimantan dan Sumatera yang memasuki awal kemarau secara umum di bulan Mei. Demikian juga sebagian Papua,” kata Deputi Klimatologi Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Herizal, di Jakarta, Sabtu (14/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Regu pemadam kebakaran Sinar Mas Forestry menggelar simulasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan hutan tanaman industri Minas, Siak, Riau, Kamis (26/1/2017). Prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), musim kemarau tahun ini cenderung kering. Meski tidak sekering pada 2015, kemungkinan kondisi kering ada saat kemarau dan berpeluang menjadi salah satu pemicu kebakaran hutan dan lahan.

Menurut Herizal, di beberapa daerah telah mengalami hari tanpa hujan kategori sangat panjang, yaitu lebih dari 30 hari, terjadi di Tabanan, Bali dan di Nagekeo, NTT. Sedangkan kategori hari tanpa hujan yang panjang panjang, yaitu pada 20 – 30 hari terjadi di Lombok Tengah, Jembrana (Bali), beberapa daerah di Jawa Timur, Aceh bagian timur dan Sulawesi Selatan.

Daerah-daerah di NTT, NTB, dan Jawa Timur pada umumnya diprediksi akan mendapatkan curah hujan yang rendah hingga 10 hari ke depan. Kategori rendah curah hujannya jika kurang dari 50 milimeter dalam 10 hari. Sedangkan wilayah lainnya masih berpeluang mendapat akumulasi curah hujan dalam tingkat menengah, yaitu berkisar 50 – 150 mm dalam 10 hari.

Menurut Herizal, musim kemarau tahun ini diperkirakan berlangsung normal, menyusul dengan telah berakhirnya fenomena cuaca La Nina dengan kategori lemah pada awal April 2018 ini. Fenomena La Nina pada umumnya menyebabkan curah hujan relatif lebih panjang di sebagain wilayah Indonesia.

–Sepuluh daerah terkering di Indonesia hingga awal April 2018.–Sumber: BMKG

Cenderung normal
Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto mengatakan, sekalipun musim kemarau kali ini berpotensi lebih kering dibandingkan tahun lalu, namun tidak akan lebih kering dibandingkan tahun 2015 sehingga memicu kebakaran hutan dan lahan di mana-mana.

“Pada tahun 2015 terjadi El Nino kuat. Tahun ini cenderung normal,” kata dia.

Siswanto menambahkan, hingga April ini, sirkulasi angin regional sudah didominasi angin Monsun Australia yang disebut juga sebagai angin timuran. Kondisi ini terjadi di hampir di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan khatulistiwa.

Angin timuran ini membawa masa udara kering dari Benua Australia yang tengah mengalami transisi menuju musim panas. Sedangkan di bagian utara, sirkulasi angin timuran berasal dari Samudera Pasifik barat.

“Keberadan angin timuran ini juga yang membawa udara dengan tingkat kelembaban yang kurang dari biasanya inilah yang menyebabkan udara terasa panas beberapa hari terakhir,” kata dia.

Meski demikian, menurut Siswanto, di beberapa wilayah terutama di bagian barat, masih terdapat massa udara basah yang cukup besar dengan kelembaban udara di atas 65 persen.

“Kondisi ini yang masih mendukung tumbuhnya awan-awan konvektif sehingga hujan sporadis masih berpeluang terjadi di beberapa wilayah bagian barat Indonesia,” kata dia.

Siswanto memperingatkan, pada saat musim transisi seperti saat ini, potensi dan peluang terjadinya puting beliung cenderung meningkat. Hal ini karena adanya perubahan dan perbedaan arah serta kecepatan angin di suatu wilayah dan masih terdapat pertumbuhan awan-awan konvektif.

Sumber: Kompas, 16 April 2018

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum
3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum
Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023
Tiga Ilmuwan Penemu Quantum Dots Raih Nobel Kimia 2023
Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023
Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Senin, 13 November 2023 - 13:46 WIB

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 November 2023 - 13:42 WIB

3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum

Senin, 13 November 2023 - 13:37 WIB

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 November 2023 - 05:01 WIB

Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:52 WIB

Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:42 WIB

Teliti Dinamika Elektron, Trio Ilmuwan Menang Hadiah Nobel Fisika

Berita Terbaru

Berita

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 Nov 2023 - 13:46 WIB

Berita

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 Nov 2023 - 13:37 WIB