“L monocytogenes” Tidak Dominan

- Editor

Kamis, 29 Januari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bakteri Listeria monocytogenes bisa hidup di semua tempat. Keberadaan bakteri itu di Indonesia tak sampai menimbulkan penyakit berat. Meski demikian, warga perlu mengantisipasi penularan bakteri itu dengan berperilaku hidup bersih.

”Di Indonesia, deteksi L monocytogenes pada produk makanan tak diprioritaskan mengingat ada bakteri patogen lain yang lebih umum menyebabkan penyakit, seperti Salmonella dan Escherichia coli,” ucap Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio, Rabu (28/1), di Jakarta. Salmonella dan E coli menyebabkan diare.

Nama L monocytogenes mencuat setelah tiga orang meninggal di Amerika Serikat akibat terinfeksi bakteri itu. Bakteri mencemari apel Granny Smith dan Gala dari Bidart Bros, California.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Amin mengatakan, seperti Salmonella dan E coli, bakteri L monocytogenes bisa ditemukan pada feses hewan ataupun manusia. Orang yang kena Listeriosis terpapar air yang tercemar feses. Dari semua mikroorganisme di feses, 5-10 persen adalah L monocytogenes. Makanan bisa jadi perantara jika tak bersih.

Sebenarnya bakteri itu tak mudah menimbulkan penyakit, terutama jika seseorang bugar. Menurut Amin, orang yang terpapar bakteri punya kemungkinan sakit 20 persen.

Orang sehat bisa terkena penyakit listeriosis jika L monocytogenes yang masuk tubuh sekitar 10 juta bakteri. Orang dengan daya tahan tubuh rendah cukup terpapar seperseratus dari jumlah tadi, atau sekitar 100.000 bakteri untuk jadi sakit. Para ibu hamil dan orang tua berpeluang terkena 20 kali lebih tinggi dibanding orang sehat. Mereka yang juga rentan adalah bayi, anak-anak, dan pasien dengan terapi yang menurunkan kekebalan tubuh, seperti pasien kanker dan sakit ginjal.

Peneliti senior mikrobiologi pada Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Puspita Lisdiyanti menjelaskan, L monocytogenes menyebar dengan perantara makanan. Di Indonesia, jumlah bakteri itu belum di ambang batas yang menimbulkan penyakit. Itu dipengaruhi menu makan masyarakat Indonesia yang beragam dan disertai sayuran. Makanan berserat tinggi mengandung banyak bakteri baik.

Menurut Ketua Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Ratih Dewanti-Hariyadi, tak dominannya L monocytogenes di Indonesia akibat kalah bersaing dengan bakteri jahat lain. Penyebabnya, L monocytogenes tergolong Gram positif, dan bakteri lain seperti Salmonella dan E coli termasuk Gram negatif. Bakteri Gram negatif lebih mudah hidup dan berkembang biak.

Meski demikian, masyarakat harus waspada dengan berperilaku hidup bersih. Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan M Subuh, buah dan sayuran harus dicuci dengan air mengalir sebelum dimakan ataupun diolah. ”Makanan yang dimasak aman dikonsumsi karena bakteri Listeria mati pada suhu 75 derajat celsius,” katanya.

Bakteri itu bisa menyebabkan infeksi Listeriosis dengan gejala demam, nyeri otot, mual, dan kadang diare. Jika infeksi menyebar ke sistem saraf pusat bisa menimbulkan sakit kepala, kaku leher, dan kejang. Listeria bisa menyebabkan infeksi otak.

Peneliti fitopatologi dari Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika di Malang, Anang Triwiratno mengatakan, apel bukan inang bakteri Listeria. Bakteri itu biasa mencemari materi yang tak ada pada pohon.

Sementara itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang, Jawa Timur, mengecek peredaran apel impor asal AS yang tercemar bakteri L monocytogenes ke pasar dan toko buah di kota itu. (JOG/ADH/DIA)

Sumber: Kompas, 29 Januari 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB