Sekitar 50 persen timbulan sampah bersumber dari rumah tangga, sisanya dari pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan fasilitas publik. Apabila sampah di rumah tangga ini bisa dikelola dengan baik, timbulan sampah di tempat pembuangan akhir ataupun tempat pembuangan liar bisa berkurang signifikan.
Pengelolaan ini bisa dimulai dari keluarga melalui pemilahan sesuai jenis sampah. Sampah dapur yang mendominasi timbulan sampah, misalnya, bisa diolah menjadi kompos dengan pembuatan biopori atau instalasi pengomposan sederhana.
Adapun plastik, logam, dan kertas disalurkan ke bank sampah terdekat atau diambil pemulung/pengumpul. Penyadaran ini diakui tak mudah meski sosialisasi dan gerakan masyarakat telah muncul di sejumlah daerah untuk mencapai Indonesia Bersih Sampah 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Semua orang tahu sampah itu masalah yang bisa mendatangkan banjir dan penyakit. Tapi, selama belum jadi risiko yang mengancam, mereka tidak peduli,” kata Fitria Ariyani, Direktur Bank Sampah Nusantara pada Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama, Senin (20/2), di Jakarta.
Ia mencontohkan, kajian awal saat pembentukan cabang bank di Brebes, Jawa Tengah, masyarakat setempat masih membuang sampah ke sungai. Padahal, jika ditanya, mereka sadar itu menyebabkan sungai kotor dan bau.
Namun, masyarakat keberatan membayar iuran pengelolaan sampah permukiman Rp 15.000 per keluarga. Masyarakat pun kemudian diingatkan akan kondisi sungai pada 10 tahun lalu yang bersih. “Ibu-ibu dulu bisa mandi di sungai, tapi sekarang anak- anaknya tidak bisa mandi di sungai,” ujar Fitria.
Dengan menemukan ironi seperti itu, katanya, pendekatan ke masyarakat lebih mudah. Keuntungan ekonomi bank sampah juga memengaruhi keikutsertaan warga memilah sampah.
Fitria menyebutkan, tantangan pada bank sampah antara lain pemasaran dan pembiayaan operasional. Untuk pemasaran, ia menjajaki kerja sama dengan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) dengan model barter. Sampah yang dikumpulkan, misalnya, ditukar dengan barang olahan anggota ADUPI untuk dijual kembali.
Kepala Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Noor Adi Wardojo menuturkan, kunci pengelolaan sampah adalah pada pemilahan, pengumpulan, dan pengolahan. Selama ini, pengelolaan sampah belum berjalan baik karena tiap proses tak terkoneksi.
Tahun ini, Gerakan Bebas Sampah Indonesia 2020 kembali mengadakan kegiatan berjejaring terkait aksi bersih sampah ataupun pengelolaan sampah dalam memperingati Hari Peduli Sampah Nasional pada 21 Februari. Gerakan ini mengangkat tagar #PESAN2017 dan membuka jejaring melalui laman http://bergerak.bebassampah.id. (ICH)
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Februari 2017, di halaman 14 dengan judul “Kunci Pengurangan di Keluarga”.