Kompetisi Roket Air, Belajar Fisika dengan Cara yang Menyenangkan

- Editor

Senin, 27 Agustus 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sebanyak 438 siswa SD, SMP, dan SMA se-Jabodetabek dan Banten mengikuti Kompetisi Roket Air yang diselenggarakan Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta, Minggu (26/8/2018). Selain berkompetisi, peserta belajar menerapkan ilmu fisika saat merakit dan meluncurkan roket air.

Setiap peserta diberi tantangan untuk menerbangkan roket air ke sebuah bidang sasaran. Jarak titik luncur ke bidang sasaran adalah 50 meter. Roket yang jatuh mendekati titik tengah sasaran mendapat poin yang tinggi. Sebagian peserta gagal menerbangkan roket ke sasaran karena kendala teknis.

Guru Fisika SMP dan SMA Daar El Qolam, Tangerang, Ahmad Rokhim, mengatakan, kegiatan tersebut membuat siswa belajar fisika dengan cara yang menyenangkan. Kreativitas pelajar jadi terasah saat merakit roket air yang akan diluncurkan. Badan roket dibuat dari dua buah botol plastik, sedangkan sirip roket dibuat dari infraboard.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

SUCIPTO UNTUK KOMPAS–Sebuah roket air milik peserta Kompetisi Roket Air se-Jabodetabek dan Banten diluncurkan menuju bidang target di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Minggu (26/8/2018). Para pemenang akan dilombakan di tingkat Nasional pada September mendatang.

”Selain menerapkan rumus fisika yang sudah dipelajari di kelas, mereka juga harus merakit roket yang bisa diterbangkan dengan baik agar bisa meluncur mencapai target,” kata Rokhim.

Dari 11 siswa yang didampingi Rokhim, dua siswa mampu mendaratkan roket air ke bidang sasaran. Seorang siswa berhasil mendaratkan roket 2,94 meter dari target utama, seorang lainnya mendaratkan roket air 1,40 meter dari target.

Salah satu peserta, Hibatul Haqqi Firdausy (16), mengatakan, meski sudah merakit roket sesuai petunjuk, kendala teknis kerap menjadi penyebab roket air tidak bisa mendarat tepat ke sasaran. Ia jadi mengerti, hal-hal detail saat merakit roket adalah hal penting agar roket bisa meluncur sempurna sehingga bisa mendarat ke bidang sasaran.

Sirip roket perlu diletakkan sedemikian rupa agar posisinya simetris. Hal ini yang menentukan stabil atau tidaknya roket air saat meluncur di udara. Hal lain yang diperhatikan oleh Daus adalah peletakan roket air di alat peluncur sebelum diluncurkan.

”Posisi sirip harus tegak lurus dan seimbang. Saat percobaan meluncurkan roket sebelum kompetisi, posisi sirip roket air milik saya tidak seimbang sehingga jatuhnya roket air tidak mencapai target,” ujar Daus.

Pelajaran berharga
Ia mengatakan, pengalaman-pengalaman tersebut membuat dirinya memahami hal-hal baru seputar ilmu fisika dengan cara yang menyenangkan. Pengalaman itu menjadi pelajaran yang berharga untuknya karena menerapkan teori tidak semudah menyelesaikan soal-soal saat ujian.

Dari kompetisi ini, 50 peserta terbaik di Jabodetabek dan Banten akan dipertemukan di kompetisi Roket Air tingkat nasional pada September mendatang. Mereka akan berkompetisi dengan finalis dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Lampung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Riau, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan.

Direktur PP-Iptek Syachrial Annas mengatakan, dari Kompetisi Roket Air Tingkat Nasional akan diambil enam peserta terbaik untuk mengikuti Kompetisi Roket Air Internasional se-Asia Pasifik yang diselenggarakan oleh Asia Pacific Regional Space Agency Forum (APRSAF). Kompetisi itu akan diselenggarakan di Singapura pada November 2018.

”Mereka akan mewakili Indonesia. PP Iptek akan memberi pelatihan dan pendampingan agar perwakilan Indonesia bisa bertanding dengan maksimal,” kata Syachrial. (SUCIPTO)–YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 26 Agustus 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 67 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB