Kluster Pendidikan Dicabut dari RUU Cipta Kerja

- Editor

Jumat, 25 September 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pencabutan kluster pendidikan dari Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja diapresiasi. Namun, potensi komersialisasi, privatisasi, dan liberalisasi pendidikan mesti tetap diwaspadai.

Panitia Kerja atau Panja Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja memutuskan mencabut pasal 68 mengenai UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 69 mengenai UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 70 mengenai UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan pasal 71 mengenai UU No 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Pencabutan tersebut diusulkan oleh pemerintah dan DPR kemudian menyetujuinya. Tindak lanjut pencabutan itu adalah membentuk norma hukum baru.

“Pelaksanaan perizinan sektor pendidikan dapat dilakukan melalui izin usaha yang akan diatur lebih lanjut dalam bentuk peraturan pemerintah (PP),” ujar Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Golongan Karya Ferdiansyah saat dihubungi, Kamis (24/9/2020), di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Perizinan usaha tetap jadi fokus pemerintah. Menurut Ferdiansyah, penyelenggaraan pendidikan tinggi, terutama asing, di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) hanya dapat diusulkan oleh pemerintah pusat, daerah, dan badan usaha milik negara. Perguruan tinggi asing di KEK harus berbadan hukum.

Perguruan tinggi asing yang masuk ke KEK harus melalui sejumlah persyaratan, misalnya menyiapkan rencana penggunaan tenaga kerja asing dan tenaga kerja Indonesia.”Pemerintah dan DPR akan membentuk tim perumus yang akan menyusun ketentuan lebih lanjut, misalnya pengembangan jenjang pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah di KEK. Isu itu nanti akan dibahas di tim perumus,” kata Ferdiansyah yang juga tergabung dalam Panja RUU Cipta Kerja.

Kontraproduktif
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda berpendapat, prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan yang tertuang dalam RUU Cipta Kerja dinilai banyak kalangan kontraproduktif bagi ekosistem Pendidikan di tanah air. Menurutnya, penghapusan persyaratan pendirian perguruan tinggi asing di Indonesia, penghapusan prinsip nirlaba dalam otonomi pengelolaan perguruan tinggi, dan penghapusan kewajiban bagi perguruan tinggi asing untuk bekerjasama dengan perguruan tinggi nasional menjadi contoh kecil bagaimana RUU Cipta Kerja akan menjadikan Indonesia sebagai pasar bebas pendidikan.

“Saya tidak bisa membayangkan jika kluster pendidikan tetap dipertahankan. Ada kemungkinan sejumlah kampus lokal (akan) gulung tikar karena kalah bersaing,” kata dia.

Huda menilai berbagai regulasi terkait penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia sejauh ini masih tetap relevan. Menurutnya, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, maupun UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang hendak disederhanakan dalam RUU Cipta Kerja masih layak dijadikan dasar hukum penyelenggaraan pendidikan nasional. “Berbagai aturan perundangan terkait pendidikan sampai saat ini masih cukup relevan, meskipun kita tidak menutup peluang adanya berbagai revisi beberapa aturan agar sesuai dengan perkembangan situasi nasional maupun global,” katanya.

Disambut baik
Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa Darmaningtyas secara terpisah menyambut baik keputusan pencabutan kluster pendidikan dari RUU Cipta Kerja. Ini membuktikan, pemerintah maupun DPR mau mendengarkan aspirasi publik.

Meski demikian, dia tidak akan lengah. Keputusan pencabutan kluster pendidikan dari RUU Cipta Kerja tidak berarti langsung membuat proses komersialisasi, privatisasi, dan liberalisasi pendidikan berhenti.

Potensi tersebut akan tetap ada. Belajar dari preseden pembatalan UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi, pada akhirnya tetap muncul badan hukum pendidikan di perguruan tinggi negeri.

“Proses komersialisasi, privatisasi, dan liberalisasi terus saja terjadi. Hanya ‘ganti baju’ saja,” kata dia.

Pengamat kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia Cecep Darmawan mempunyai pandangan senada. Potensi komersialisasi pendidikan harus selalu diwaspadai.

Rencana menyusun norma hukum berupa PP sebagai tindak lanjut pencabutan kluster pendidikan juga perlu jadi perhatian serius. Dia berpendapat, perumusan PP cenderung lebih susah terpantau karena tidak melibatkan legislator.

Hingga saat ini, UU No 20/2003 telah berusia 17 tahun. Selama kurun waktu tersebut, Cecep mengakui pendidikan di Indonesia mengalami dinamika, seperti disrupsi teknologi digital. Oleh karena itu, keberadaan UU No 20/2003 perlu ditinjau ulang untuk melihat relevansinya dengan perkembangan kondisi pendidikan terkini.

Selain itu, pasca UU No 20/2003 dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja, Indonesia juga memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan yang menyoal tentang pendidikan. Menurut dia, secara logika hukum, pengaturan di UU baru dapat menegasikan UU lama.

Oleh MEDIANA

Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN

Sumber: Kompas, 25 September 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB