Home / Berita / Keselamatan Bergantung Koordinasi

Keselamatan Bergantung Koordinasi

Hasil investigasi kecelakaan Lion Air JT-610 dapat menjadi acuan perbaikan jaminan keselamatan penerbangan. Jangan sampai kejadian itu terulang kembali.

KOMPAS/ALIF ICHWAN–Petugas pengantur lalu lintas pesawat (Air Traffic Controller AirNav Indonesia) di Bandara Soekarno Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, Rabu (16/10/2019), memantau dan mengatur pergerakan pesawat. Pergerakan take off dan landing per harinya pesawat di Bandara Soetta di bulan Oktober 2019 sebanyak 1.080 sampai 1.090 pergerakan perhari.

Hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi tentang penyebab kecelakaan Boeing 737 MAX 8 PK-LQP milik maskapai Lion Air bernomor penerbangan JT-610 diharapkan menjadi acuan perbaikan keselamatan penerbangan sipil. Ke depan, pemerintah, industri pesawat terbang, dan pelaku jasa penerbangan harus memperkuat koordinasi demi keselamatan penerbangan.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebutkan, kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 itu dipicu oleh sembilan faktor. Selama ini memang tidak pernah ada faktor tunggal dalam sebuah kecelakaan pesawat. Salah satu temuan adalah tidak berfungsinya lampu indikator untuk menunjukkan perbedaan antara angle of attack (AOA) sensor kiri dan kanan.

Padahal, tanpa indikator itu, pilot tidak mengetahui ketidakakuratan AOA yang mengaktifkan sistem manuver pesawat (maneuvering characteristics augmentation system/MCAS). Akibatnya, setelah sistem mengambil alih kendali, pilot langsung kehilangan kendali atas pesawat Lion Air rute Jakarta-Pangkal Pinang itu.

”Pilot dan kopilot Lion Air penerbangan itu juga tidak berkomunikasi dan berkoordinasi dengan baik. Yang satu mengendalikan pesawat, yang satu mencari informasi di buku manual meski sulit menemukan petunjuknya di buku manual,” kata investigator kecelakaan penerbangan KNKT, Ony Suryo Wibowo, seusai konferensi pers, Jumat (25/10/2019).

Ternyata, berdasarkan investigasi, tidak ada panduan mengenai MCAS untuk pilot saat pelatihan. Teknisi yang menangani pesawat itu juga minim informasi terkait kondisi penerbangan yang pernah terjadi karena tidak semua informasi terkait penerbangan sebelumnya tercatat.

Karena berbagai faktor yang saling berhubungan itu, setahun lalu, pada 29 Oktober 2018, pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT-610 itu jatuh di lepas pantai Karawang, Jawa Barat. Sebanyak 189 penumpang dan awak pesawat tewas dalam peristiwa itu.

Terus dipantau
Anggota Ombudsman RI Bidang Transportasi, Infrastruktur, Infokom, dan Lingkungan Hidup, Alvin Lie, meminta pemerintah dan otoritas terkait perlu terus memantau dan menindaklanjuti hasil investigasi pesawat jenis Boeing 737 MAX 8 di tingkat internasional.

KNKT, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, dan komunitas otoritas penerbangan sipil internasional didorong berkoordinasi dengan baik dalam pemantauan itu. Langkah ini perlu diambil agar penerbangan Indonesia tak lagi kecolongan. ”Produsen pesawat tidak mengungkapkan keberadaan fitur MCAS. Inilah yang menjadi kelalaian Boeing dan Federal Aviation Administration (FAA),” kata Alvin.

Corporate Communications Strategic of Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro menyatakan, Lion Air mengapresiasi hasil investigasi KNKT. ”Investigasi ini sangat esensial dalam menemukan akar penyebab dan faktor-faktor terjadinya kecelakaan. Investigasi ini diharapkan menghasilkan langkah-langkah pencegahan agar kecelakaan seperti ini tidak terjadi lagi,” katanya.

20191025-H01-GKT-Temuan-KNKT-Pesawat-Lion-Air-PK-LQP-Jatuh-Kompas-ID_1572023303.pngAda masalah yang lebih penting, sampai saat ini tidak ada tanggung jawab dari Lion Air terkait kompensasi. Begitu pula pemerintah yang tidak tegas dalam menjalankan aturan, tidak ada sanksi yang diberikan kepada Lion Air,”

Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti mengatakan, pemerintah terus berkoordinasi dengan otoritas dan organisasi internasional, khususnya FAA dan International Civil Aviation Organization (ICAO), untuk memastikan terpenuhinya keselamatan dan keamanan penerbangan sipil di Indonesia.

ANTARA FOTO/RIVAN AWAL LINGGA–Tim SAR gabungan mengangkat ban Pesawat Lion Air JT610 ke atas Kapal Baruna Jaya I di Perairan Karawang, Jawa Barat, Minggu (4/11/2018). Ban pesawat tersebut ditemukan di kedalaman 32 meter.

Rekomendasi
KNKT juga telah menerbitkan rekomendasi bagi Lion Air, Batam Aero Technic, Airnav Indonesia, Boeing Company, Xtra Aerospace, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, dan FAA. ”Informasi terkait (indikator) MCAS atau maneuvering characteristics augmentation system wajib ada dalam buku manual dan prosedur serta pelatihan bagi pilot,” kata Ketua Subkomite Investigasi Keselamatan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo.

Dalam pernyataan resminya terkait pengumuman KNKT, Boeing menyatakan dukacita mendalam kepada keluarga korban. Perusahaan Amerika Serikat itu juga sudah memperbaiki perangkat lunak pengendali pesawat. ”Perubahan perangkat lunak akan mencegah pengendali pesawat dalam kondisi seperti saat kecelakaan itu terulang lagi. Boeing memperbarui petunjuk untuk awak dan pelatihan pilot. Dirancang untuk menjamin setiap pilot punya semua informasi untuk menerbangkan B737 MAX secara aman,” ujar pemimpin Boeing, Dennis Muilenburg.

Anton Sahadi, salah satu keluarga korban, mengatakan, temuan KNKT tidak mengubah persepsi apa pun terhadap peristiwa kelam setahun lalu. ”Kita sudah mendengar penjelasan KNKT, tidak ada yang istimewa. Justru, apa kelanjutannya dari temuan tersebut? Ada masalah yang lebih penting, sampai saat ini tidak ada tanggung jawab dari Lion Air terkait kompensasi. Begitu pula pemerintah yang tidak tegas dalam menjalankan aturan, tidak ada sanksi yang diberikan kepada Lion Air,” tegas Anton.

Anton melanjutkan, sampai detik ini dari 189 korban, baru 69 keluarga korban yang mendapat kompensasi Rp 1,25 miliar per korban. Sementara 120 keluarga korban lainnya belum menerima hak yang seharusnya diberikan oleh Lion Air. (AFP)–KRIS RAZIANTO MADA / AGUIDO ADRI / MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI

Sumber: Kompas, 26 Oktober 2019

Share
%d blogger menyukai ini: