Mempertahankan keanekaragaman jenis tanaman pangan merupakan landasan ketahanan pangan nasional. Jenis pangan pokok tak bisa dipukul rata untuk semua daerah mengingat kondisi lahan berbeda-beda dan sudah ada tanaman yang terbukti tahan pada kondisi tertentu.
“Indonesia tidak bisa diberaskan semuanya. Sesuaikan tanaman pangan dengan lahan tiap daerah,” kata Direktur Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia M Sembiring, Senin (9/5), saat panen sorgum di Dusun Likotuden, Desa Kawaleo, Kecamatan Demon Pagong, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Turut hadir Uskup Larantuka Mgr Frans Kopong Kung Pr, Asisten Deputi Pangan Kementerian Koordinator Perekonomian Elias Payong Kerar, dan Direktur Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (Yaspensel) Keuskupan Larantuka Romo Benyamin Daud Pr.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sembiring mengatakan, setiap daerah punya jenis makanan pokok khas dan hidup alami sejak lama, misalnya sagu di Papua. Di NTT, sorgum tumbuh di tengah terik dan susah air. Pemerintah tak perlu takut warga NTT kelaparan jika pasokan beras ke provinsi tersebut minim.
Itu terbukti dari keberhasilan penanaman sorgum di Flores Timur. Sekitar 200 ton sorgum dari 65 hektar lahan tandus di Flores Timur siap dipanen. Paulus Ike Kolah, Kepala Desa Kawalelo, menuturkan, dua tahun ini, padi dan jagung gagal total. Jumlah hari hujan dua bulan setahun, sedangkan padi dan jagung harus ditanam tiga bulan sebelum dipanen. “Hanya sorgum yang tumbuh. Setelah 75 hari bisa dipanen,” ujarnya.
Likotuden sekitar 27 kilometer dari Larantuka, Flores Timur. Itu kawasan pesisir, dan dari sana Pulau Solor, Pulau Adonara, dan Gunung Ile Ape di Lembata terlihat. Sepanjang jalan, hamparan jagung dan padi kering. Namun, sorgum tegak 2 meter dengan biji-biji putih siap dipanen.
Dari 155 keluarga di Desa Kawalelo, 62 keluarga menanam sorgum pada lahan 30 ha. Panen kali ini mencapai 60 ton.
Produktivitas sorgum di desa itu 3-4 ton per ha dan 2 ton per ha jika lahan berbatu. Warga tak menggunakan pupuk kimia, hanya mengandalkan unsur hara lahan. Mereka pun hanya tergantung pada air hujan. “Air lebih baik kami konsumsi,” katanya.
Meski sorgum ideal, lanjut Paulus, perhatian besar pemerintah pada padi, salah satunya subsidi pupuk. Pada tanaman lain, termasuk sorgum, perhatian minim. Namun, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT Amirudin Pohan menuturkan, Kementerian Pertanian memberi perhatian. Ia menunjuk keberadaan Direktur Serealia pada Ditjen Tanaman Pangan.
Ketua Aliansi Petani Lembor Benediktus Pambur, juga petani sorgum di Manggarai Barat, ragu komitmen pemerintah pada tanaman nonberas. Ia dan petani lain menanam sorgum pada lahan kering dan menganggur. Namun, seiring program mencetak sawah padi dan pemilik lahan setuju, 3 ha sorgum dibongkar sebulan sebelum panen. (JOG)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Mei 2016, di halaman 13 dengan judul “Kembangkan Keragaman Jenis Tanaman”.