Kembang api telah berevolusi lebih dari dua milenium. Jika semula bahan kembang api digunakan sebagai senjata, kini telah berkembang menjadi seni pertunjukan yang menghasilkan keindahan dan kegembiraan. Namun, potensi bahayanya tetap ada.
Kebakaran dan ledakan di pabrik kembang api PT Panca Buana Cahaya Sukses, Kosambi, Tangerang, Kamis (26/10), yang menewaskan 49 orang, menunjukkan besarnya risiko pembuatan kembang api. Sebelumnya, sejumlah kecelakaan di industri rumahan mercon dan kembang api juga terjadi di sejumlah daerah.
Selain pada proses produksi, kecelakaan yang mengakibatkan luka, tewas, atau kebakaran juga sering terjadi akibat penggunaan mercon atau kembang api. Di Indonesia, puncak pemakaian keduanya biasanya terjadi menjelang dan selama Ramadhan atau saat tahun baru tiba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mercon dan kembang api adalah bagian penting dari pesta budaya dan perayaan di banyak bangsa. Maraknya perayaan besar yang menyajikan pertunjukan kembang api udara membuat produk-produk piroteknik yang menghasilkan bunga api memiliki potensi ekonomi tinggi.
Asosiasi Piroteknik Amerika menyebut penjualan produk piroteknik di Amerika Serikat pada 2016 mencapai 345 juta dollar AS atau Rp 4,7 triliun untuk kembang api udara dan 825 juta dollar AS atau Rp 11,1 triliun untuk kembang api dan mercon.
Karena itu, meski ada larangan penjualan dan penggunaan mercon dan kembang api ukuran besar, masyarakat masih bisa mendapatkan produk tersebut. Belum lagi, pembuatan mercon sangat mudah. “Bahan dasar pembuatannya, yaitu bubuk hitam, pun mudah didapat, termasuk di toko daring,” kata dosen kimia Institut Teknologi Bandung I Nyoman Marsih, Senin (30/10).
Kemudahan memperoleh bubuk hitam itu karena bahan itu juga digunakan untuk pupuk.
Evolusi
Bubuk hitam sebagai bahan dasar kembang api dan mercon ditemukan secara tak sengaja di China sekitar 2000 tahun lalu. Pencampuran kalium (potasium) nitrat, belerang (sulfur) dan serbuk arang yang dikeringkan ternyata menghasilkan suara keras dan bunga api saat dibakar.
Ledakan dan bunga api yang dihasilkan membuat materi yang disebut hua yao atau bubuk bunga api itu dikembangkan jadi bahan senjata yang dimasukkan bambu dan dilemparkan atau dikirim melalui tikus tanah. Di era modern, bubuk itu disebut bubuk mesiu.
“Bubuk hitam termasuk bahan peledak ringan karena tingkat ledakannya jauh lebih rendah daripada bahan bom atau trinitrotoluena (TNT),” kata Kepala Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Agus Haryono.
Bubuk hitam menyebar ke Eropa setelah dibawa Marco Polo melalui Timur Tengah. Meski bubuk itu sudah dipelajari di Inggris pada abad ke-13, penyebarannya dilakukan terbatas karena potensi bahayanya.
Catatan The Chemistry of Fireworks, Imperial College, Inggris menyebut orang Italia-lah yang menjadikan bahan senjata itu jadi seni pertunjukan menarik. Adapun warna-warni bunga api baru dihasilkan setelah ahli piroteknik mengembangkan teknologinya pada abad ke-19.
Marsih menyebut bahan dasar mercon dan kembang api sama, yaitu bubuk hitam. Namun, komposisi dari ketiga unsur pembentuknya berbeda.
Dalam bubuk hitam, serbuk arang dan belerang jadi bahan bakarnya, sedangkan kalium nitrat jadi bahan pemercepat terjadinya pembakaran hingga terjadi letupan. Karena itu, jika porsi kalium nitrat diperbanyak, ledakan akan lebih cepat terjadi. “Kalium nitrat tidak terbakar karena fungsinya hanya mempercepat pembakaran,” katanya.
Pada mercon, bubuk hitam diletakkan dalam tabung kertas berlapis dan diberi sumbu untuk memicu pembakaran bubuk hitam. Jika mercon mengandalkan kecepatan pembakaran bubuk hitam, kembang api mengutamakan munculnya bunga api yang lama karena pembakaran bubuk hitam diperlambat.
Selain bubuk hitam, kembang api juga mengandung gula atau pati sebagai pengikat hingga bubuk hitam bisa dilekatkan pada kawat. Terkadang, kembang api juga ditambahkan serbuk besi, baja, aluminium, seng, atau magnesium agar bunga apinya berwarna cerah.
Pembuatan kembang api udara jauh lebih kompleks. Bunga apinya pun bisa dibentuk dan memiliki warna lebih beragam. Sistem operasinya pun sudah berbasis komputer hingga bisa diatur waktu dan urutan penyalaan setiap kembang api.
Marshall Brain, penulis How Fireworks Work yang juga anggota Akademi Dosen Luar Biasa Universitas Negeri North Carolina AS menyebut kembang api udara tersusun atas empat bagian utama, yaitu wadah yang biasanya berbentuk tabung, star atau bintang yang bahannya mirip kembang api, muatan peledak yang komposisinya mirip mercon dan sumbu.
Materi bintang biasanya berbentuk bola-bola kecil. Peletakan bola-bola itu di antara materi bubuk hitam akan menentukan bentuk ledakan kembang api nantinya, seperti bentuk pohon kelapa atau bola.
Di bagian bawah kembang api udara itu terdapat semacam tabung kecil berisi bahan bakar pendorong. Kembang api itu dilontarkan menggunakan sejenis mortir dari pipa baja.
Saat bahan bakar pendorong di bawah kembang api menyala, kembang api akan meluncur. Pembakaran itu sekaligus memantik sumbu kembang api. Setelah mencapai ketinggian tertentu, nyala sumbu akan menyulut muatan peledak hingga terjadi ledakan yang mendorong materi bintang ke segala arah dan menyalakannya hingga muncul bunga api.
Warna-warni kembang api yang muncul, kata Marsih, ditentukan ion logam yang terkandung di dalamnya, seperti natrium (sodium), kalium (potasium), rubidium, dan cesium. Makin menarik warna yang dihasilkan, ion logam yang digunakan berasal dari logam transisi yang lebih mahal, seperti kobalt, nikel, dan mangan.
Meski menghasilkan keindahan dan kegembiraan, risiko yang terkandung dalam kembang api, mercon, dan kembang api udara itu tetap perlu diantisipasi. Karena itu, Marsih mengingatkan pentingnya menyadarkan potensi bahaya dari bahan-bahan yang digunakan serta cara pengelolaannya secara tepat.
Polisi memang telah melarang penggunaan mercon karena sering disalahgunakan pemakaiannya hingga mengganggu ketenangan masyarakat dan menimbulkan kebakaran. Produksi mercon secara ilegal pun sering ditertibkan polisi. Namun, di luar penegakan hukum, penyadaran masyarakat juga penting.(M ZAID WAHYUDI)
Sumber: Kompas, 3 November 2017