Kecerdasan Emosional Bisa Jadi Instrumen Penangkal Disinformasi

- Editor

Selasa, 18 Juni 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penguatan kecerdasan emosional manusia ditengarai mampu menjadi penangkal disinformasi yang datang pada dirinya. Kecerdasan semacam itu bisa didapatkan dengan cara melatih.

Pandangan ini disampaikan ahli neurosains dari Tokyo University Hospital, Ryu Hasan, dalam forum bertajuk Big Qiestion dengan tema ”Kecerdasan Buatan dan Neuropolitik, Membangun Manusia Indonesia Kebal Semburan Dusta” di Jakarta, Minggu (16/6/2019) sore.

KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Inovator 4.0 mengadakan forum bertajuk Big Qiestion dengan tema ”Kecerdasan Buatan dan Neuropolitik, Membangun Manusia Indonesia Kebal Semburan Dusta” di Jakarta, Minggu (16/6/2019) sore.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ryu Hasan mengatakan, hoaks dan disinformasi seyogianya tidak dapat ditangkal. Akan tetapi, manusia bisa melatih dirinya agar kecerdasan emosionalnya meningkat. Dari situ disinformasi bisa dicegah masuk.

”Emosi itu tidak muncul untuk mengenali sesuatu benar atau salah, tetapi mengenalinya lewat pola dan terekam dalam memori genetik,” ujarnya.

Ryu menganggap manusia selama ini cenderung mengedepankan hal-hal yang bersifat kognitif dan rasional. Menurut dia, hal itu hanya akan menumbuhkan kecerdasan individu. Padahal, disinformasi adalah permasalahan sosial. Adapun kecerdasan sosial bisa dimiliki jika kecerdasan emosional tercapai.

KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Kandidat Doktor dalam Rekayasa Genetik Universitas Oxford, Muhammad Hanifi.

Untuk mencapai kecerdasan emosional tersebut, yang diperlukan manusia adalah melatihnya. Dengan begitu, pola sosial akan terpatri dalam memori genetiknya. ”Bagaimana mungkin manusia yang tidak pernah berhimpun lantas dipaksa berhimpun. Panik dia,” kata Ryu.

Menurut Ryu, sudah saatnya dunia pendidikan berperan dalam membentuk kecerdasan emosional manusia sejak dini. Konten pendidikan harus lebih banyak memuat tentang nilai-nilai emosional, sosial dan ekologi.

Di tempat yang sama, Kandidat Doktor dalam Rekayasa Genetik Universitas Oxford, Muhammad Hanifi, mengatakan, seseorang juga seharusnya mengenali bias informasi dalam dirinya. Sebab, ada kecenderungan seseorang akan memilih informasi sesuai dengan yang dianutnya.

Menurut dia, semakin erat seseorang melabeli dirinya, semakin kuat pula seseorang mendapatkan disinformasi terkait dengan label tersebut. ”Misalnya, seseorang yang melabeli dirinya pro rakyat kecil akan mudah terpapar disinformasi tentang hal itu, orang berpendidikan sekali pun,” ujar Hanifi.

KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia Budiman Sukatmiko

Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia Budiman Sujatmiko dalam pidato kuncinya menyampaikan, masyarakat Indonesia telah mengalahkan semburan dusta atau firehose of falsehood sepanjang penyelenggaraan Pemilu 2019. Hal itu berbeda dengan yang terjadi pada pemilu Amerika Serikat tahun 2016. ”Kami menganalisis dalam forum ini, Indonesia bisa mengalahkan semburan dusta, dan semburan dusta di Indonesia tidak bisa mencapai kemenangan politik,” ujarnya.

Meski demikian, kata Budiman, semburan dusta tidak berhenti setelah pemilu usai. Hoaks dan disinformasi bertebaran dengan pola yang terstruktur, diulang-ulang, dan memainkan emosi serta kepercayaan seseorang. ”Kebohongan jumlahnya tidak terhingga dan bisa disebarkan siapa pun menggunakan berbagai saluran,” ujarnya.–FAJAR RAMADHAN

Editor ANDY RIZA HIDAYAT

Sumber: Kompas, 16 Juni 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB