Kecelakaan Bukan akibat Cuaca

- Editor

Rabu, 2 Desember 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

KNKT Umumkan Hasil Investigasi Jatuhnya Air Asia
Komite Nasional Keselamatan Transportasi telah menyelesaikan investigasi terhadap kecelakaan yang menimpa Air Asia Indonesia QZ8501 yang jatuh pada 28 Desember 2014. Dari investigasi diketahui, kecelakaan yang menewaskan 162 penumpang dan kru itu tidak disebabkan oleh satu faktor saja.

Penyelesaian investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) itu lebih cepat dibandingkan standar waktu yang ditetapkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), yakni satu tahun.

Jumpa pers mengenai hasil investigasi kecelakaan pesawat yang diawaki kapten pilot Irianto dan kopilot Remi Emmanuel Plesel itu digelar di kantor KNKT, Jakarta, Selasa (1/12). Jumpa pers itu menyedot perhatian media, baik nasional maupun asing. Setidaknya 125 wartawan memadati ruang jumpa pers yang tidak terlalu luas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam laporan investigasi tersebut dikatakan, setidaknya ada lima faktor utama yang menjadi penyebab kecelakaan. ”Kecelakaan ini tidak disebabkan oleh human error ataupun cuaca, tetapi ada lima faktor yang lebih dominan. Kalau disebut human error, produk yang rusak juga bisa disebut humanerror karena dibuat oleh manusia,” kata Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono.

8e46d4edd56e4f9da63936ed0f411563KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Pelaksana Tugas Kasubkom Investigasi Kecelakaan Penerbangan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Nurcahyo Utomo di kantor KNKT, Jakarta, Selasa (1/12), memaparkan hasil investigasi kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 yang jatuh di Laut Jawa pada 28 Desember 2014. Hasil investigasi KNKT menyatakan, adanya komponen cacat pada pesawat menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan Air Asia yang menewaskan 162 penumpang dan kru tersebut.

2482a1213a2644a5990527b63367e87eSementara menurut perekam data penerbangan (FDR), pada saat itu ada awan kumulonimbus yang berada di ketinggian 3.657,6 meter hingga 13.411,2 meter. Namun, data di FDR menunjukkan awan itu tidak mengganggu penerbangan. Dengan demikian, investigator menyimpulkan bahwa cuaca tidak menjadi faktor kecelakaan.

Kontribusi lima faktor
Ketua Subkomite Kecelakaan Udara Kapten Nurcahyo Utomo menjelaskan, lima faktor yang berkontribusi dalam kejadian itu adalah retakan solder pada modul elektronik di rudder travel limiter unit (RTLU) atau alat yang membatasi gerakan rudder. Rudder adalah alat bantu terbang berbentuk pipih yang terletak vertikal di ekor pesawat. Rudder ini yang mengatur gerakan miring pesawat.

Saat kecepatan rendah, gerakan ke kiri dan ke kanan rudder yang mekanis bisa hingga 7 derajat, sedangkan saat kecepatan tinggi hanya boleh 3 derajat. Alat untuk mengatur besarnya gerakan rudder ini disebut RTLU, yang soldernya mengalami gangguan.

f1110bdec54243d2adae58e33dacc525Faktor kedua adalah sistem perawatan pesawat dan analisis di perusahaan yang belum optimal sehingga mengakibatkan tidak terselesaikannya masalah yang berulang. ”Kejadian ini sudah berulang empat kali dalam penerbangan,” kata Nurcahyo.

Faktor ketiga adalah langkah yang diambil awak pesawat untuk mengatasi problem yang dihadapi. Gangguan muncul berulang kali. Sejak pukul 06.01, FDR mencatat terjadi empat kali aktivasi tanda peringatan mengenai gangguan yang terjadi pada RTLU. ”Gangguan ini juga mengaktifkan electronic centralized aircraft monitoring (ECAM). Gangguan sistem RTLU bukanlah sesuatu yang membahayakan penerbangan,” ujar Nurcahyo.

Sebenarnya dalam tiga kerusakan pertama, awak pesawat melaksanakan perintah sesuai dengan langkah-langkah yang tertera pada ECAM. Namun, pada kerusakan keempat, data FDR memperlihatkan adanya aktivitas berbeda yang dilakukan di dalam kokpit. Hal ini menjadi faktor ketiga penyebab kecelakaan pesawat.

”Pada kerusakan keempat, FDR mencatat indikasi yang serupa dengan kondisi circuit breaker (CB) diatur ulang dan berakibat terjadinya pemutusan arus listrik pada flight augmentation computer,” kata Nurcahyo.

Namun, ia enggan berspekulasi soal apa yang menjadi penyebab pengaturan ulang CB. Indikasi yang paling memungkinkan adalah salah satu dari pilot atau kopilot mencabut CB yang terletak di dekat kursi kemudi mereka.

Putusnya arus listrik itu membuat sistem autopilot berhenti berfungsi dan akhirnya flight control logic di pesawat berubah. Kondisi ini menjadi faktor keempat kecelakaan.

Tidak berfungsinya flight control logic ini membuat sistem kemudi pesawat berubah dari normal law (autopilot) menjadi alternate law (manual), rudder bergerak 2 derajat ke kiri dan berakibat pesawat berguling mencapai sudut 54 derajat.

Penyebab terakhir kecelakaan adalah kondisi pesawat yang dikendalikan secara manual mengakibatkan pesawat masuk dalam kondisi membingungkan, yakni saat pilot dan kopilot tak bisa berbuat apa-apa lagi.

Selama hampir satu tahun, KNKT melakukan investigasi dan analisis kotak hitam pesawat AirAsia QZ8501. Dari hasil investigasi, KNKT menyatakan, penyebab kecelakaan pesawat bukan merupakan faktor cuaca buruk melainkan sejumlah kerusakan pada sistem kendali pesawat.
Menurut anggota tim investigator KNKT, Toos Sanitioso, rusaknya solder RTLU di Airbus A320-200 ini ditemukan sejak 1993. ”Pihak produsen, Airbus, sudah mengetahui kelemahan ini dan sudah beberapa kali memperbaikinya. Modifikasi dari alat ini sudah dilakukan empat kali oleh Airbus, tetapi ternyata masih belum sempurna,” ujar Toos.

Dia mengungkapkan, rusaknya solder ini kemungkinan disebabkan perubahan suhu yang cukup ekstrem yang dialami pesawat, antara suhu di darat yang mencapai 40 derajat celsius dan suhu di angkasa yang mencapai minus 30-minus 40 derajat celsius.

Kerusakan di RTLU ini bisa terjadi kapan saja. Dalam catatan perawatan pesawat diketahui, dalam 12 bulan terakhir terdapat 23 kali gangguan yang terkait dengan sistem RTLU sepanjang tahun 2014. Sistem perawatan pesawat saat itu belum memanfaatkan laporan pasca penerbangan secara optimal sehingga gangguan pada RTLU yang berulang tidak terselesaikan dengan tuntas.

Selain itu, dari perekam suara kokpit (VCR), KNKT juga menemukan adanya komunikasi yang tidak efektif antara pilot dan kopilot. Saat kejadian, kopilot bertugas menjadi pilot in command, yakni yang memegang kendali pesawat, sedangkan pilot sebagai pilot monitoring yang memonitor semua data yang ada di pesawat.

”Ketika pesawat mengalami gangguan, terdengar bagaimana mereka berkoordinasi. Pilot mengatakan pull down… pull down. Padahal, kalau stik kemudi ditarik (pull), pesawat naik ke atas. Sementara setelah itu pilot bilang down, yang artinya ke bawah. Yang terjadi adalah setiap kali pilot berteriak pull down… pull down, pesawat makin naik dan akhirnya terjadi stall,” kata Soerjanto.

Oleh karena itu, KNKT merekomendasi kepada Air Asia Indonesia untuk membuat standar komunikasi dalam situasi seperti ini.

Banyak pelajaran
Presiden Direktur Air Asia Indonesia Sunu Widyatmoko mengungkapkan, banyak pelajaran yang dapat diambil bagi industri penerbangan secara keseluruhan dengan peristiwa ini. ”Dan kami senantiasa memastikan standar keselamatan Air Asia Indonesia tetap berada pada level tertinggi di industri penerbangan,” kata Sunu.

Setelah tragedi QZ8501, Air Asia telah melakukan 51 tindakan perbaikan. ”Kami menggandeng mantan regulator Federal Aviation Administration dan Bureau Veritas untuk memberikan rekomendasi dalam peningkatan standar keselamatan Air Asia. Kami juga melakukan beberapa inisiatif keselamatan sebelum laporan KNKT dikeluarkan,” papar Sunu.

Secara terpisah, Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Moh Alwi mengatakan, pihaknya akan mempelajari hasil investigasi KNKT ini. ”Pembekuan izin Air Asia Indonesia untuk rute Surabaya-Singapura masih akan diputuskan nanti,” kata Alwi. (ARN/ODY)
———-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Desember 2015, di halaman 1 dengan judul “Kecelakaan Bukan akibat Cuaca”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB