Kebijakan SDGs Kurang Didukung Kajian Ilmiah

- Editor

Selasa, 5 Desember 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Organisasi Masyarakat Sipil Pertanyakan Komitmen Pemerintah
Indonesia memilih 96 dari 169 target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan karena memiliki kaitan langsung dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Rencana Kerja Pemerintah. Namun, target yang dipilih itu tak memiliki basis data kajian ilmiah yang memadai sehingga dikhawatirkan tak tepat sasaran.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) merupakan program pembangunan dunia yang menjadi fokus banyak negara di dunia dan berpotensi menyerap dana sangat besar untuk kegiatan riset. Pemerintah perlu dukungan riset serta penelitian untuk menyiapkan pendekatan dan strategi mencapai target itu.

Yanuar Nugroho, Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu Sosial Budaya dan Ekologi Strategis Kantor Staf Kepresidenan, mengatakan hal itu dalam kuliah umum pada Temu Mitra yang diadakan Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI), Rabu (29/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Yanuar, yang pernah menjadi dosen dan peneliti di Universitas Manchester, Inggris, mengatakan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) perlu bekerja sama dengan LIPI untuk melaksanakan kajian kebijakan tersebut. Kajian kebijakan diharapkan dapat membantu pemerintah mengambil kebijakan yang tepat. “Kebijakan pembangunan yang tepat seharusnya berbasis fakta,” kata Yanuar.

Selama ini, kata Yanuar, banyak kebijakan pembangunan yang diambil pemerintah tak berdasarkan data dan bukti, tetapi lebih merupakan hasil negosiasi politis. Dia mencontohkan, target 16 tentang institusi kuat, tetapi gagasan tentang institusi yang kuat masih diperdebatkan. Contoh lain bauran energi juga ada kajian, tapi tidak komprehensif.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI–Ilustrasi: Para penari EKI Dance Company tampil dalam perayaan 17 tahun Coca Cola Foundation yang bertema “Lentera Merah Putih” di Segara Garden Ballroom, Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Selasa (22/8). Coca Cola Foundation selama ini turut mendukung program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Pemerintah Indonesia melalui sejumlah kegiatan di bidang sosial, ekonomi dan lingkungan hidup.

Dalam SDGs selama ini target yang jadi prioritas antara lain mengatasi kelaparan dan kemiskinan, menekan angka kematian ibu dan anak, serta mengatasi gizi buruk pada anak. Untuk memenuhi target itu, Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI Sri Sunarti Purwaningsih mengatakan, LIPI harus ikut dalam program itu sesuai tugas pokok dan fungsinya.

Kajian diperlukan untuk mengetahui penyebab kebijakan atau komitmen pemerintah tidak dilakukan masyarakat, apa penyebab target pemerintah kurang tersosialisasi dan dikomunikasikan dengan pelaksana di lapangan. Hasil kajian ini belum dikemas dalam naskah atau makalah kebijakan (policy paper), masih sebagai jurnal atau makalah ilmiah. Ini karena peneliti fokus pada peningkatan kum atau angka kredit untuk karya ilmiah yang dipublikasi, makalah kebijakan tidak dinilai.

Kerangka regulasi
Yanuar mengatakan, SDGs adalah norma pembangunan politik global, hasil negosiasi tingkat tinggi di PBB. Tidak semua negara memiliki kesiapan yang cukup. “Indonesia dianggap lumayan on track dan dianggap maju dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Indikasinya kita sudah punya kerangka regulasi, yaitu Perpres Nomor 59 Tahun 2017 tentang SDGs. Kita punya kerangka kelembagaan, yaitu Sekretariat Nasional SDGs dan mengembangkan nasional indikator,” katanya.

Secara terpisah, kalangan organisasi masyarakat sipil mempertanyakan komitmen Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas yang mendapat mandat penanggung jawab pelaksanaan Perpres No 59/2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/TPB atau SDGs. Sebab, hampir enam bulan Perpres TPB diterbitkan, tindak lanjutnya belum jelas.

“Tim Koordinasi Nasional TPB itu belum jelas. Tanpa adanya tim koordinasi, kita tak pernah tahu sebenarnya Indonesia dalam konteks SDGs mau ke mana arah dan tujuannya,” ujar Hamong Santono, Senior Program Officer SDGs, International NGO Forum on Indonesian Development di Jakarta. (YUN/SON)

Sumber: Kompas, 30 November 2017

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB