Kebijakan Pemerintah dan Hasil Penelitian Terputus

- Editor

Kamis, 11 Juni 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kebijakan pemerintah sering kali tidak berhubungan dengan kajian yang dilakukan para peneliti ilmu sosial dan kemanusiaan. Akibatnya, kajian sebatas menjadi kajian tertulis yang tidak operasional di lapangan karena tak sejalan dengan kebijakan yang dirancang.

Untuk itu, setiap pihak perlu melakukan koreksi agar relasi pemerintah dan peneliti lebih kokoh serta mampu menjawab tantangan bangsa dari setiap kebijakan yang diputuskan.

Guru Besar Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Purwo Santoso, saat diskusi kelompok terarah Pra-Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional XI, Komisi Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan, di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, Rabu (10/6), mengatakan, penelitian serta pengembangan ilmu sosial dan kemanusiaan semestinya berbasis pada realitas. “Jika tidak, ilmu dan penelitian yang dikembangkan tidak bisa operasional, menginspirasi perubahan, apalagi mengarahkan perubahan,” ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Purwo mencontohkan kegagalan ilmuwan dan peneliti saat membuka jalan demokrasi dan desentralisasi yang tak sekaligus mengantisipasi hal-hal negatif seperti politik uang, praktik suap, serta korupsi saat pemekaran.

Namun, menurut mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra, kelemahan tak hanya datang dari sisi peneliti. “Pemerintah adakalanya tak memiliki kebijakan komprehensif tentang pengembangan keilmuan. Sering kali pemerintah mengabaikan pentingnya penelitian sebagai dasar keluar kebijakan pemerintah. Kondisi ini otomatis membuat para peneliti lebih memilih meneliti di luar negeri,” katanya.

Kualitas para peneliti Indonesia, tambah Azyumardi, sebenarnya tidak perlu diragukan. “Hanya, karena tak terakomodasi di dalam negeri, orang-orang pintar itu memilih menjadi peneliti di berbagai lembaga di luar negeri,” ujar Azyumardi menyayangkan.

Adapun Guru Besar Ilmu Administrasi Publik UGM Miftah Thoha berpendapat, penerapan teori keilmuan dan hasil penelitian sering terhambat karena intervensi politik. “Dalam reformasi birokrasi, seharusnya pemerintah bisa membentuk kelembagaan yang ramping sehingga jalannya pemerintahan efektif dan efisien,” ujarnya memberikan contoh. (APA)
————————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Juni 2015, di halaman 2 dengan judul “Kebijakan Pemerintah dan Hasil Penelitian Terputus”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB