Penanganan rob atau limpasan air laut ke darat dan kerusakan lingkungan di wilayah pesisir Kota Semarang, Demak, dan Kendal di Jawa Tengah memerlukan konsep perlindungan pantai yang komprehensif. Kajian itu diharapkan turut menyelesaikan masalah banjir, keterbatasan lahan, penurunan tanah, dan abrasi di Teluk Semarang.
”Kajian penanganan itu mencakup dam lepas pantai, tembok besar pantai, ataupun sabuk pantai yang pernah diusulkan para pemrakarsa. Semua itu perlu studi mendalam melibatkan banyak pihak,” kata Kepala Balai Pengkajian Dinamika Pantai Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi Rahman Hidayat di Semarang, Kamis (11/9).
Rahman mengatakan, konsep penanganan Teluk Semarang akan terus dikaji. Pengkajian akan melibatkan masyarakat dan tim pakar dari perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Program penanganan Teluk Semarang dipastikan tidak murah. Proyek semacam dam, misalnya, nilai investasinya bisa lebih dari Rp 100 triliun.
Pola yang diterapkan diharap menjawab tantangan soal ketersediaan lahan, konektivitas, logistik antardaerah, serta mampu menaikkan elevasi air dan mencegah penurunan muka tanah.
Pengamat hidrologi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang, Nelwan, mengemukakan, penurunan tanah 10 sentimeter saja telah memundurkan pantai hingga 50 meter. Penurunan itu sepanjang tahun.
Oleh karena itu, penanganan kerusakan lingkungan pesisir, termasuk Teluk Semarang, tidak bisa lagi sepotong-sepotong. Kerusakan pantai sudah kategori ekstrem, seperti juga dialami pesisir Sayung di Demak yang menghilangkan sejumlah dusun.
Staf Ahli Bidang Planologi Balai Pengkajian Dinamika Pantai Muh Irfani mengatakan, pesisir Teluk Semarang tak hanya untuk kepentingan Kota Semarang, juga mencakup peningkatan ekosistem pantai di tiga daerah: Semarang, Kendal, dan Demak.
Jika dikonsep dengan dam lepas pantai yang membentuk pulau-pulau, panjangnya menjadi 22,5 kilometer dengan lebar wilayah 48 kilometer. Itu akan menambah lahan baru ribuan hektar. (WHO)
Sumber: Kompas, 13 September 2014