595.000 Warga Denpasar Tinggal di Zona Rentan
Tim peneliti multidisiplin Indonesia-Amerika Serikat memulai kajian untuk menelusuri jejak geologi menandai keberulangan tsunami masa lalu di Bali selatan. Berdasarkan pemodelan, 595.000 warga Kota Denpasar tinggal di daerah landaan tsunami.
“Kami melakukan perhitungan berdasarkan pemodelan. Jika melihat banyaknya penduduk tinggal di area berpotensi terdampak tsunami, Denpasar termasuk kota paling rentan,” kata Ron Harris, ketua tim peneliti yang juga profesor geologi dari Brigham Young University, Amerika Serikat, di Denpasar, Bali, Kamis (13/7). Tim peneliti lain berasal dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Pemodelan ini memakai parameter gempa berkekuatan M 9 bersumber dari zona penunjaman lempeng di selatan Jawa-Bali. Gempa dari zona subduksi ini bisa tiba di pantai sekitar 20 menit setelah gempa dengan ketinggian gelombang maksimum 27 meter dan 5 kilometer ke daratan. Tsunami bisa melintasi seluruh daratan dari Teluk Benoa di timur hingga Bandara Ngurah Rai di barat pulau ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini adalah skenario terburuk berdasarkan skenario gempa Jepang 2011 dan gempa Aceh 2004. Dari dua kejadian gempa ini, kita kini menyadari zona subduksi di mana pun bisa mengalami kejadian sama,” ujarnya.
Ron meyakini, zona penunjaman di selatan Jawa-Bali pernah dilanda tsunami besar pada masa lalu. Zona ini dipercaya menyimpan potensi gempa besar karena ada bidang kuncian (locked patches) terisolasi di area pertemuan lempeng. Locked patches yang terisolasi saat lepas akan menghasilkan gempa bermagnitudo besar.
McCaffrey (2008) dalam paper-nya mengusulkan hipotesis baru potensi gempa bumi besar (M ? 9,0) yang bisa terjadi di semua zona subduksi di dunia setelah tsunami Aceh 2004. Hipotesis itu dikuatkan dengan tsunami yang dibangkitkan gempa M 9,1 di Sendai, Jepang, pada 2011. McCaffrey membuat perhitungan matematis bahwa periode perulangan gempa besar di selatan Jawa adalah per 675 tahun dan di Sumatera 512 tahun.
Deposit tsunami
Meski tsunami diperkirakan berulang terjadi di selatan Jawa-Bali, catatan sejarah amat terbatas. “Jadi, kami melakukan pencarian dengan mencari jejak tsunami masa lalu dengan survei paleotsunami,” kata Ron.
Riset paleotsunami dilakukan dengan mencari deposit atau material yang terbawa tsunami di masa lalu. Deposit tsunami ini bisa berupa organisme dari laut dalam seperti kerang Foraminifera yang tersimpan di endapan pasir. Dengan menggali dan mengukur umur endapan kerang ini, bisa diketahui waktu terjadinya tsunami pada masa lalu.
Menurut Purna S Putra, peneliti paleotsunami dari Pusat Geoteknologi LIPI yang ikut survei, riset sebelumnya di pantai selatan Jawa menemukan beberapa jejak tsunami masa lalu. Penggalian di Lebak, Banten, menemukan tsunami dari periode 3.000 tahun lalu. Di Pangandaran, Jawa Barat, ditemukan jejak tsunami dari 700 tahun lalu.
Jejak tsunami berusia 300-400 tahun lalu ditemukan di pesisir selatan Jawa Barat sampai Jawa Timur sehingga diduga berasal dari sumber sama. Dengan luasan daerah terdampak, jejak tsunami ini diperkirakan terjadi pada periode sama ini bisa sebesar Aceh. (AIK)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juli 2017, di halaman 14 dengan judul “Jejak Tsunami Ditelusuri”.