Daya Saing Produk Pertanian Indonesia Meningkat
Dengan wilayah yang luas, distribusi produk pangan dan pertanian Indonesia butuh waktu lebih lama. Sementara untuk ekspor, banyak negara menyaratkan produk itu bebas dari segala hama saat masuk ke wilayah mereka. Karena itu, Indonesia butuh lebih banyak iradiator gamma.
Iradiator gamma adalah fasilitas pemancar radiasi sinar gamma. Sinar gamma itu dipancarkan zat radioaktif tertentu. Pancaran sinar gamma itu bisa dimanfaatkan untuk membunuh mikroorganisme merugikan di produk pangan, pertanian, hingga bisa ditunda kematangannya dan lebih awet. Fasilitas ini juga dimanfaatkan untuk mensterilkan aneka peralatan kedokteran.
Indonesia baru mempunyai tiga iradiator gamma dan terkumpul di Jakarta dan sekitarnya. Dua iradiator dikelola Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) di Pasar Jumat, Jakarta, dan Serpong, Tangerang Selatan, serta satu iradiator dikelola swasta di Cibitung, Bekasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Indonesia butuh lebih banyak iradiator gamma karena produk pertanian dan perkebunan tersebar di banyak wilayah,” kata Deputi Bidang Pendayagunaan Teknologi Nuklir Batan Hendig Winarno di Jakarta, Kamis (16/11).
Dibandingkan negara lain, seperti Vietnam atau China, jumlah iradiator Indonesia jauh lebih sedikit. Jika memaksa diradiasi di Jakarta, biaya pengangkutannya akan jauh lebih besar sehingga tidak ekonomis.
Indonesia butuh lebih banyak iradiator gamma karena produk pertanian dan perkebunan tersebar di banyak wilayah.”
Syarat bebas mikroorganisme pengganggu itu menjadi syarat sejumlah negara agar produk pertanian Indonesia bisa masuk negara mereka, seperti mangga gedong, manggis, dan kakao. Syarat itu diminta untuk menjamin negara mereka bebas mikroorganisme pengganggu baru. Cara yang umum dilakukan adalah diradiasi dengan sinar gamma.
Lebih baik
Iradiasi dianggap lebih baik dibandingkan fumigasi atau disemprot dengan cairan metil bromida yang umum digunakan membunuh kuman pada produk pertanian, apalagi jika diberi formalin. Iradiasi tidak meninggalkan residu zat kimia di produk yang diradiasi.
”Meski sinar gamma di iradiator dipancarkan dari zat radioaktif kobalt 60, tidak ada materi radioaktif yang mengenai produk yang diradiasi, hanya memanfaatkan sinar yang dipancarkannya,” kata Hendig.
Meski sinar gamma di iradiator dipancarkan dari zat radioaktif kobalt 60, tidak ada materi radioaktif yang mengenai produk yang diradiasi, hanya memanfaatkan sinar yang dipancarkannya.”
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) sejak 1958 menyatakan tidak ada efek racun dari produk yang diradiasi sepanjang dosis radiasinya sesuai aturan. Di Indonesia, dosis paparan radiasi itu telah diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan Nomor 701/Menkes/Per/VII/2009 tentang Pangan Iradiasi.
Proses iradiasi juga hanya memengaruhi sedikit komponen pangan, sama seperti dampak akibat pemanasan pangan. Salah satu kandungan gizi pangan yang cukup banyak berubah akibat iradiasi adalah vitamin. Namun, itu bisa diatasi dengan proses iradiasi bahan dalam kondisi beku.
Meski demikian, kesalahpahaman tentang radiasi dan pemanfaatannya membuat banyak masyarakat khawatir mengonsumsi produk yang diradisi. Padahal, sehari-hari masyarakat hidup dengan radiasi, dari paparan sinar Matahari, sinar lampu, hingga sinar dari gawai.
Teknologi nuklir
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat meresmikan Iradiator Gamma Merah Putih (IGMP) di Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang Selatan, Rabu lalu, menilai fasilitas tersebut tidak hanya bisa meningkatkan kualitas produk pertanian Indonesia, tetapi juga produk obat-obatan, perikanan, hingga kosmetik.
Besarnya manfaat iradiasi itu membuat keberadaan iradiator gamma itu relevan dengan kebutuhan rakyat Indonesia di sektor pangan. Inovasi teknologi jadi solusi untuk mengatasi berbagai kendala pembangunan di sektor pertanian, termasuk masalah di sektor pemasaran produk.
IGMP didesain, dibangun, dan dioperasikan oleh peneliti dan perekayasa nuklir Indonesia dengan bantuan Izotop, lembaga riset, pengembangan dan produksi radioisotop asal Hongaria. Meski demikian, kandungan lokal dan peran para ahli Indonesia telah mencapai 84 persen.
”Fasilitas ini memberi kebanggaan bahwa kita bisa menguasai teknologi nuklir,” katanya.
Selain IGMP, Kalla juga meresmikan Laboratorium Radiosiotop dan Radiofarmaka di lokasi sama. Fasilitas itu mampu menghasilkan produk radioisotop dan radifarmaka dalam skala besar untuk mendiagnosis dan terapi penyakit kanker. Produk ini sudah dapat izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto menambahkan, peresmian kedua fasilitas itu menunjukkan Batan sudah menguasai pemanfaatan teknologi nuklir untuk pangan dan kesehatan. Proses perancangan dan pembangunan IGMP yang dilakukan ahli-ahli Indonesia itu membuat pembangunan fasilitas sejenis bisa lebih mudah dilakukan di daerah lain. Lokasi pembangunan bisa dibangun di dekat pelabuhan yang jadi pintu lalu lintas distribusi komoditas sehingga bisa mendukung program tol laut.
Menurut Djarot, pembangunan IMGP membutuhkan biaya Rp 110 miliar. Namun, biaya pembangunan di daerah diperkirakan lebih rendah, Rp 90 miliar-Rp 100 miliar, karena desain IMGP bisa ditiru. Meski demikian, biaya itu bisa lebih rendah lagi jika iradiator itu hanya difungsikan untuk pengawetan produk pangan dan pertanian.–M ZAID WAHYUDI DAN ANDY RIZA HIDAYAT
Sumber: Kompas, 17 November 2017