Meski belum lolos uji keamanan pakan, tebu tahan kekeringan hasil pengembangan PT Perkebunan Nusantara XI diminati lembaga riset India. Lahan kering kian luas di India, sedangkan produksi gula harus terus berlanjut.
“Dua kali kunjungan tim ahli dari India, yaitu VSI (Vasantdada Sugar Institute), ke lahan PTPN XI di Jawa Timur selalu memuaskan,” kata Founder Director South Asia Biotechnology Centre Bhagirath Choudhary seusai berbicara dalam seminar 20th Anniversary (1996 to 2015) of the Global Commercialization of Biotech Crops and Biotech Crop Highlights in 2015 di Jakarta.
Seminar diadakan Indonesian Biotechnology Information Centre (IndoBIC) dengan Kontak Tani Nelayan Andalan didukung International Services for the Acquisition of Agri-biotech Application (ISAAA).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Varietas tebu tahan kering itu kerja sama PTPN XI dengan PT Ajinomoto Indonesia dan Universitas Jember. Sifat tahan kering varietas transgenik memanfaatkan gen bakteri Rhizobium meliloti dari PT Ajinomoto Indonesia. Tebu yang biasanya butuh empat kali pengairan jadi hanya butuh dua kali pengairan.
Menurut Bhagirath, dengan kebun tebu 6 juta hektar, India penanam terbesar tebu. Namun, produktivitas terhambat kekeringan dua tahun terakhir.
Varietas tebu tahan kering mampu bertahan pada kondisi minim air selama 36 hari dan panen naik 75 persen. VSI yang dipimpin mantan Menteri Pertanian India Sharadchandraji Pawar menawari PTPN XI kerja sama alih teknologi agar India juga bisa menanam. “VSI terbuka negosiasi agar menguntungkan kedua pihak,” ujar Bhagirath.
Peneliti pada Laboratorium Bioteknologi Bidang Penelitian dan Pengembangan Usaha PTPN XI, Nurmalasari, mengatakan, pihaknya menunda pembahasan kerja sama hingga dapat sertifikat keamanan pakan (aman dikonsumsi hewan). Saat ini, varietas tebu tahan kering lolos uji keamanan lingkungan dan pangan (aman dikonsumsi manusia). “Mudahmudahan tahun ini kami sidang kedua untuk sertifikasi keamanan pakan,” ujarnya
Kelengkapan syarat uji keamanan penting mengingat isu produk rekayasa genetik sensitif terkait risiko. Namun, Mahaletchumy Arujanan, Executive Director Malaysian Biotechnology Information, mengatakan, tak ada yang tanpa risiko, termasuk metode kawin silang konvensional.
Koordinator Nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera Tejo Wahyu Jatmiko, meragukan keamanan produk rekayasa genetik. Data American Academy of Environmental Health, sejak komersialisasi tanaman transgenik tahun 1996, penyakit kronis di AS melonjak. (JOG)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 April 2016, di halaman 14 dengan judul “India Minati Tebu Riset PTPN XI”.