Ilmuwan Ungkap Rahasia Kecerdasan Burung Betet

- Editor

Rabu, 4 Juli 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Burung betet terkenal karena kecerdasannya, seperti menirukan suara manusia. Ilmuwan neurosains dari Kanada telah mengidentifikasi mengapa burung betet cerdas seperti primata. Rahasianya terletak pada sirkuit sel saraf di otaknya.

–Seekor burung betet bersarang di lubang pohon di hutan kota Kridaloka di kompleks Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Senin (2/1/2012). Burung betet terkenal bisa menirukan suara manusia.

Penelitian berjudul ”Burung Betet Mengembangkan Sirkuit Telencephalic-Midbrain-Cerebellar seperti Primata” itu dimuat dalam jurnal Nature edisi 2 Juli 2018 yang juga disiarkan sciencedaily.com pada 3 Juli 2018. Penelitian dilakukan oleh peneliti neurosains dari Universitas Alberta, Cristián Gutiérrez-Ibáñez dan Douglas R Wylie, serta Andrew N Iwaniuk dari Universitas Lethbridge, Kanada.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di Indonesia, burung yang populer sebagai burung yang dapat meniru suara manusia adalah burung beo. Spesies burung betet dan burung beo berbeda. Burung betet masuk dalam famili Psittacoidea dengan ratusan spesies, sedangkan burung beo masuk famili Sturnidae dalam genus Gracula sp.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono (kanan) menunjukkan 90 burung beo Kalimantan yang disita oleh polisi dari pedagang ilegal, Kamis (2/6/2016). Burung beo terkenal sebagai peniru suara manusia.

Cristián Gutiérrez-Ibáñez menjelaskan, wilayah otak yang memainkan peran utama dalam kecerdasan primata disebut inti pontin (pontine nuclei). Struktur ini mentransfer informasi antara dua area terbesar otak, korteks dan serebelum atau otak kecil, yang memungkinkan untuk pemrosesan tingkat tinggi dan perilaku yang lebih canggih. Pada manusia dan primata lain, inti pontin sangat besar dibandingkan dengan mamalia lainnya.

Seekor owa jawa (Hylobates moloch) betina bernama Tomtom dilepasliarkan di kawasan Hutan Cagar Alam Gunung Tilu, Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (21/4/2016). Primata cerdas karena ada inti pontin di otaknya.

Burung memiliki inti pontin yang sangat kecil. Sebaliknya, mereka memiliki struktur yang sama yang disebut inti spiriform tengah (medial spiriform nucleus/SpM) yang memiliki konektivitas serupa. Terletak di bagian otak yang berbeda, SpM melakukan hal yang sama dengan inti pontin, menyebarkan informasi antara korteks dan otak kecil.

”Lingkaran antara korteks dan otak kecil ini penting untuk perencanaan dan pelaksanaan perilaku canggih,” kata Douglas Wylie.

Burung hantu di tempat karantina burung di Tlogoweru, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (23/5/2016). Burung hantu diteliti oleh Universitas Alberta tentang kecerdasannya.

Menggunakan sampel dari 98 burung berotak besar di dunia, mulai dari ayam, unggas air hingga burung betet dan burung hantu, para ilmuwan mempelajari otak burung. Mereka membanding ukuran relatif SPM dengan bagian otak lainnya. Mereka memutuskan bahwa betet memiliki SpM yang jauh lebih besar daripada burung lainnya.

”SpM sangat besar di burung betet. Ukuran SpM dua sampai lima kali lebih besar di burung betet daripada di burung lain, termasuk ayam,” kata Gutierrez.

KOMPAS/ADHITYA RAMADHAN–Aman (48), peternak di Desa Payungagung, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis, memeriksa pipa air minum untuk ayam pedagingnya, Rabu (25/4/2018). Ukuran SpM pada ayam lebih kecil daripada burung beo.

Secara mandiri, burung betet telah mengembangkan daerah yang diperbesar yang menghubungkan korteks dan otak kecil, mirip dengan primata. Ini adalah contoh menarik tentang konvergensi antara burung betet dan primata. Hal ini dimulai dengan perilaku canggih, seperti penggunaan alat dan kesadaran diri, dan juga bisa dilihat di otak.

”Semakin kita melihat otak, semakin banyak kesamaan yang kita lihat,” katanya.

Selanjutnya, tim peneliti berharap untuk mempelajari SpM burung betet lebih dekat, untuk memahami jenis informasi apa yang ada di sana dan mengapa bisa demikian.

”Ini bisa menjadi cara yang sangat baik untuk mempelajari bagaimana proses yang serupa terjadi pada manusia. Ini mungkin memberi kita cara untuk lebih memahami bagaimana otak manusia kita bekerja,” kata Gutierrez.

Sebuah tim ilmuwan internasional yang dipimpin oleh peneliti Duke University telah menemukan perbedaan struktural utama dalam otak burung betet yang dapat menjelaskan kemampuan burung yang tak tertandingi untuk meniru suara dan ucapan manusia.

AFP/SAID KHATIB–Seorang warga Palestina membawa burung betet di Kebun Binatang Rafah, Jalur Gaza, 4 Januari 2017.

Tiga tahun sebelumnya, peneliti dari Universitas Duke, Amerika Serikat, juga meneliti sumber kecerdasan burung. Seperti dikutip sciencedaily.com 24 Juni 2015, Erich Jarvis dan Howard Hughes menemukan perbedaan struktural utama dalam otak burung betet yang dapat menjelaskan kemampuan burung yang tak tertandingi untuk meniru suara dan ucapan manusia.

Burung betet adalah salah satu dari sedikit hewan yang dianggap pembelajar vokal (vocal learners) yang berarti mereka dapat meniru suara. Para peneliti telah mencoba untuk mencari tahu mengapa beberapa spesies burung lebih baik penirunya daripada yang lain. Selain perbedaan ukuran wilayah otak tertentu, bagaimanapun, tidak ada penjelasan potensial lainnya yang muncul.

–Dua kakatua jambul jingga (jantan dan betina) dalam penangkaran di Desa Manurasa, Sumba Tengah, untuk mengurangi sifat liar burung ini. Setelah direhabilitasi satu tahun, burung ini dilepas kembali di hutan, kawasan taman nasional Sumba. Sudah 20 lebih kakatua jambul jingga dilepas di hutan setelah direhabilitasi. Sifat sensitifnya terhadap bunyi-bunyian dan manusia bisa dikurangi.

Dengan memeriksa pola ekspresi gen, Erich Jarvis dan Howard Hughes menemukan bahwa otak burung betet memiliki struktur yang berbeda dari otak burung penyanyi dan burung kolibri, yang juga menunjukkan kemampuan pembelajaran vokal. Selain memiliki pusat-pusat yang didefinisikan di otak yang mengontrol pembelajaran vokal yang disebut inti, burung betet memiliki apa yang disebut para ilmuwan cangkang, atau cincin luar, yang juga terlibat dalam pembelajaran vokal. Cangkangnya relatif lebih besar dalam spesies burung betet yang terkenal karena kemampuannya meniru ujaran manusia.–SUBUR TJAHJONO

Sumber: Kompas, 4 Juli 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 47 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB