Sesuai prediksi, Idul Adha 10 Zulhijah 1435 Hijriah akan dirayakan pada hari berbeda di Indonesia. Masyarakat yang memakai kriteria terbentuknya hilal merayakan pada Sabtu, 4 Oktober, sedangkan yang memakai kriteria terlihatnya hilal baru merayakan pada Minggu, 5 Oktober. Di berbagai belahan dunia, perbedaan penetapan Idul Adha lebih beragam.
Sidang isbat yang dipimpin Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar, di Jakarta, Rabu (24/9), menetapkan 1 Zulhijah (bulan ke-12 kalender Hijriah) jatuh pada Jumat (26/9). Dasarnya, 31 pengamat hilal dari sejumlah kantor wilayah Kementerian Agama (Kemenag) melaporkan tak melihat hilal atau bulan sabit tipis seusai matahari terbenam pada Rabu petang, bertepatan dengan 29 Zulkaidah (bulan ke-11 hijriah).
Hal itu sesuai data hisab yang menunjukkan hilal tak mungkin terlihat. Konjungsi jelang awal bulan Zulhijah terjadi Rabu pukul 13.15 WIB. Saat matahari terbenam, tinggi hilal di Indonesia berkisar minus 0,5 derajat hingga 0,5 derajat sehingga hilal tak mungkin teramati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, kriteria kemungkinan hilal bisa teramati, yaitu tinggi bulan minimal 2 derajat, jarak sudut antara matahari dan bulan 3 derajat, serta umur bulan 8 jam sejak konjungsi, juga tak terpenuhi.
Dengan demikian, umur bulan Zulkaidah digenapkan jadi 30 hari dan 1 Zulhijah jatuh pada Jumat. Karena itu, mereka yang ingin melaksanakan puasa Arafah 9 Zulhijah dapat melakukannya pada Sabtu (4/10) dan perayaan Idul Adha 10 Zulhijah jatuh pada Minggu (5/10).
Mengacu pada data hisab yang sama, masyarakat yang memakai kriteria terbentuknya hilal, hilal tak harus bisa dilihat, 1 Zulhijah jatuh pada Kamis (25/9). Dalam pandangan mereka, pada Rabu petang itu, hilal terbentuk dan matahari tenggelam lebih dulu dibandingkan bulan. Karena itu, mereka akan berpuasa Arafah pada Jumat (3/10) dan merayakan Idul Adha pada Sabtu (4/10).
Internasional
Menurut laporan terlihatnya hilal, Pemerintah Arab Saudi menetapkan 1 Zulhijah jatuh pada Kamis (25/9), sama seperti ketetapan masyarakat yang memakai kriteria terbentuknya hilal di Indonesia. Karena itu, wukuf ibadah haji dilaksanakan Jumat (3/10) dan Idul Adha pada Sabtu (4/10).
Meski demikian, laporan terlihatnya hilal itu diragukan sejumlah astronom setempat karena tak diverifikasi atau dikonfirmasi lebih dahulu.
Pengamat hilal Arab Saudi, Qomar Uddin, dalam www.icop.org, situs jejaring pengamat hilal global, yang ikut Proyek Pengamatan Hilal (Islamic Crescents’ Observation Project/ICOP), mengatakan, ketetapan Pemerintah Arab Saudi didasarkan kesaksian sedikit pengamat di dekat Riyadh. Padahal, pengamatan Qomar di Dammam dan sejumlah anggota komite hilal Arab Saudi lain tak melihat hilal.
Sesuai laporan anggota ICOP di Brunei, Ghana, Indonesia, Libya, Nigeria, Oman, Arab Saudi, dan Afrika Selatan, tak satu pun berhasil melihat hilal pada Rabu (24/9).
Anggota Tim Hisab Rukyat untuk Kajian Astronomi Kemenag yang juga Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Thomas Djamaluddin, menyatakan, posisi hilal di Indonesia dan Arab Saudi tak jauh berbeda. Namun, menurut banyak astronom dari sejumlah negara, kesaksian melihat hilal di Arab Saudi kerap tak dikonfirmasi dengan data hisab seperti dilakukan Indonesia dan negara lain. Akibatnya, kerap muncul kesaksian melihat hilal yang kontroversial secara astronomis.
Meski demikian, ketetapan Arab Saudi itu diikuti sejumlah negara Timur Tengah. Adapun negara-negara Asia Tenggara dan Asia Selatan umumnya menetapkan berdasar pengamatan hilal di tiap negara. Karena itu, Idul Adha di negara-negara ASEAN umumnya dirayakan Minggu (5/10) dan di Asia Selatan pada Senin (6/10).
Mengikuti Arab Saudi
Thomas mengungkapkan, sebagian negara Timur Tengah mengikuti penetapan Idul Adha Arab Saudi karena berpendapat Idul Adha terjadi sehari seusai waktu wukuf di Arafah, Arab Saudi, pada 9 Zulhijah. Karena hari wukuf Arafah sudah ditetapkan Pemerintah Arab Saudi pada Jumat (3/10), Idul Adha di tempat lain jatuh sehari berikutnya.
Menurut pandangan banyak ulama di Indonesia dan negara lain, termasuk Arab Saudi, Hari Arafah 9 Zulhijah ditentukan berdasarkan penentuan 1 Zulhijah di tiap negara, tak terkait pelaksanaan wukuf di Arafah.
Hal senada diungkapkan Pelaksana Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Muchtar Ali, seperti dimuat www.kemenag.go.id. Beda penetapan Idul Adha antara Indonesia dan Arab Saudi terjadi karena perbedaan wilayah hukum. Mayoritas ulama menilai, penentuan awal bulan Hijriah di tiap negara dilakukan berdasarkan wilayah.
Di sisi lain, sebagian kalangan memandang hari-hari raya Islam di Indonesia, termasuk Idul Adha, mesti ikut ketetapan Arab Saudi karena waktu Indonesia lebih cepat 4-6 jam dibandingkan waktu Mekkah. Namun, ahli sistem kalender dari Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung, Moedji Raharto, mengatakan, hal itu hanya berlaku dalam sistem kalender Masehi berdasarkan pergerakan matahari (Kompas, 19 Juli 2012). Pandangan itu justru dinilai mencampuradukkan dua sistem kalender berbeda.
Dalam sistem kalender Masehi, garis batas tanggal internasional ada di garis 180 derajat bujur timur. Artinya, wilayah Indonesia selalu lebih awal daripada waktu di Arab Saudi.
Namun, dalam sistem kalender Hijriah berdasarkan pergerakan bulan, waktu di Indonesia bisa lebih lambat atau lebih cepat dibandingkan Mekkah karena garis awal bulan (sama seperti garis batas tanggal internasional) berubah tiap bulan sehingga ada 235 variasi garis awal bulan.
Meski waktu pelaksanaan Idul Adha berbeda, sikap saling menghargai perlu dikedepankan. Hal itu jadi tantangan bagi pemerintah negara-negara berpenduduk Muslim untuk menyatukan kriteria penentuan awal bulan dalam kalender Hijriah.
Oleh: M Zaid Wahyudi
Sumber: Kompas, 2 Oktober 2014