Di tengah beragamnya jenis media yang ada di Indonesia, para orangtua, terutama ibu, dianjurkan memiliki literasi media agar bisa memilah konten yang tepat untuk perkembangan karakter anak. Selain itu, peran negara sebagai perisai untuk membatasi konten tertentu kepada anak-anak juga diminta agar ditingkatkan.
“Di satu sisi, negara menginginkan ada ketahanan keluarga, tetapi di sisi lain belum terlaksana aturan yang membatasi jenis-jenis konten media yang boleh diakses anak,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ratu Erma Rahmayanti dalam pidato pembukaan Kongres Ibu Nasional Ke-3 di Jakarta, Sabtu (26/12).
Salah satu hal yang mereka kritisi dari media adalah bentuk-bentuk iklan. Mayoritas iklan menggunakan perempuan dan anak-anak sebagai model. Padahal, produk yang ditawarkan tidak ada keterkaitan dengan mereka. “Ini merupakan bentuk eksploitasi. Perempuan dan anak akhirnya dipandang sebagai obyek di masyarakat,” ujar Erma.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pendidik masyarakat
Juru Bicara Muslimah HTI Iffah Ainur Rochmah menyampaikan, hendaknya media tidak terlena pada fungsi sebatas hiburan, tetapi juga mengingat fungsi sebagai pendidik masyarakat. “Tidak bisa dimungkiri bahwa sebagian besar waktu masyarakat digunakan untuk mengakses media, terutama televisi dan media dalam jaringan. Masalahnya belum semua ibu memiliki kapasitas untuk memahami konten media sehingga bisa menyaring yang pantas untuk anak. Jadi, media harus lebih dulu proaktif memberikan konten yang layak anak,” ujarnya.
Iffah menyatakan, kewajiban negara untuk menyampaikan perspektif yang benar kepada rakyat. Dengan demikian, rakyat memiliki bekal pengetahuan dalam menentukan hal-hal positif yang bisa mereka akses.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Dari kiri ke kanan, Ketua Panitia Kongres Ibu Nasional Ke-3 Rezkyana Rahmayanti, Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Iffah Ainur Rochmah, dan moderator Nanik Wijayati menjelaskan pentingnya peran negara sebagai perisai bagi ibu dan anak. Mereka menganggap peran negara selaku pencegah terjadinya berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak serta dalam menerapkan peraturan pembatasan konten media yang tidak layak anak belum terasa di masyarakat.
“Organisasi masyarakat sudah bergerak untuk memberikan literasi media kepada masyarakat, tetapi negara juga perlu memberikan standar penyiaran. Ibu-ibu semestinya diprioritaskan karena mereka yang mengasuh dan membesarkan generasi masa depan,” kata Iffah.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan Masruchah menjelaskan bahwa kehadiran negara di dalam membina media belum sepenuhnya terasa. Dari sisi peraturan perundang-undangan memang sudah lengkap. Akan tetapi, penerapannya masih jauh dari ideal.
“Perempuan dan anak adalah aset pembangunan. Kalau mereka tidak cerdas, bangsa Indonesia tidak akan maju. Media adalah salah satu alat yang bisa mencerdaskan mereka, tetapi sebelumnya sekolah, aparat pemerintahan terkecil, hingga tokoh agama harus memberikan pemahaman literasi media kepada mereka,” ujar Masruchah.
LARASWATI ARIADNE ANWAR
Sumber: Kompas Siang | 26 Desember 2015