Gula Darah; Hipoglikemia Berulang Picu Kerusakan Otak

- Editor

Senin, 27 April 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hipoglikemia atau turunnya kadar gula darah di bawah 70 miligram per desiliter adalah kondisi yang banyak dialami penderita diabetes. Penurunan kadar gula darah di bawah normal itu bisa terjadi akibat kurangnya asupan, aktivitas fisik berlebih, atau konsumsi obat-obatan tertentu untuk menurunkan kadar gula darah secara cepat.

Pada fase lanjut, hipoglikemia akan menimbulkan gangguan pada saraf akibat otak kekurangan glukosa. Fase itu ditandai timbulnya pusing atau turunnya kesadaran. “Jika berulang, memori pasien bisa hilang,” ujar Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Achmad Rudijanto di Jakarta, Sabtu (25/4).

Kadar gula darah yang terlalu rendah itu ditandai munculnya keringat dingin, rasa lapar, lemas, atau jantung berdebar. Saat terjadi, pasien bisa diberi permen, teh manis hangat, atau makanan dan minuman lain yang mengandung gula sederhana yang cepat diproses tubuh sehingga kadar gula darah meningkat cepat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Untuk mengatasi kemungkinan hipoglikemia pada penderita diabetes, kini tersedia terapi baru menggunakan liraglutide. Obat melalui suntikan itu cocok digunakan penderita diabetes yang tak bisa mengontrol kadar gula darahnya hanya dengan mengatur makan dan olahraga.

Sel beta pankreas
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Sidartawan Soegondo mengatakan, pada penderita diabetes, fungsi sel beta pada pankreas yang bertanggung jawab mengeluarkan insulin menurun. Akibatnya, produksi insulin dalam tubuh berkurang.

Sementara insulin penting agar glukosa dari makanan bisa masuk ke dalam sel. Dengan itu, kadar gula dalam darah naik.

Sel beta pankreas akan mengeluarkan insulin jika ada perintah dari hormon glucagon-like-peptide-1 (GLP-1). Hormon itu muncul saat makanan sudah memasuki usus.

“Pada penderita diabetes, produksi hormon GLP-1 itu berkurang,” kata Kepala Bagian Klinis, Medis, Peraturan, dan Penjaminan Mutu Novo Nordisk Indonesia Poppy Kumala.

Liraglutide merupakan analog GLP-1 dengan tingkat kemiripan 97 persen dengan GLP-1 alami. Penyuntikan obat itu akan memberikan tambahan GLP-1 pada tubuh sehingga sel beta pankreas akan mengoptimalkan pengeluaran insulin.

Namun, lanjut Poppy, liraglutide tidak cocok diberikan bagi penderita diabetes yang sel beta pankreasnya sudah rusak sehingga tidak bisa mengeluarkan insulin sama sekali. Pada kondisi seperti itu, suntikan insulin lebih tepat diberikan kepada pasien. “Liraglutide hanya cocok diberikan bagi penderita diabetes yang pankreasnya masih menghasilkan insulin, tapi tak cukup,” katanya. Obat ini baru ada di Indonesia beberapa bulan ke depan.

Liraglutide hanya bekerja menurunkan kadar gula darah saat tubuh memiliki asupan glukosa yang tinggi. Saat kadar gula darah normal, obat ini tidak akan bekerja. Kondisi itu membuat risiko hipoglikemia menurun.

Selain itu, dari penelitian di sejumlah negara, penggunaan liraglutide mampu menurunkan berat badan pasien dan masa lemak tubuh. Manfaat tambahan itu diperoleh karena liraglutide bekerja mengurangi rasa lapar sehingga asupan makanan pun berkurang.

Meski demikian, konsumsi liraglutide akan menimbulkan mual, muntah, dan diare. Oleh karena itu, pada tahap awal, dosis yang diberikan hanya 0,6 mg. Jika tubuh sudah mampu menoleransi efek sampingnya, dosis optimal diberikan 1,2 mg. (MZW)
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 April 2015, di halaman 14 dengan judul “Hipoglikemia Berulang Picu Kerusakan Otak”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB