Gerhana Bulan Penumbra Awali Musim Gerhana 2020

- Editor

Senin, 8 Juni 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gerhana Bulan penumbra yang terjadi pada 6 Juni dinihari kemarin merupakan gerhana pertama yang terjadi selama musim gerhana 2020.

KOMPAS/TIMEANDDATE.COM—Bagan bagian Bulan yang tertutupi bayang-bayang luar Bumi dalam gerhana Bulan penumbra, 6 Juni 2020 dinihari.

Seluruh wilayah Indonesia kembali bisa menyaksikan gerhana Bulan, Sabtu (6/6/2020) dinihari. Namun karena jenis gerhana yang terjadi adalah gerhana Bulan penumbra, maka perubahan warna permukaan Bulan sangat sulit diamati.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Gerhana Bulan penumbra kali ini bisa disaksikan di Asia, Eropa, Afrika, Australia dan sisi timur Amerika Selatan. Gerhana berlangsung selama 3 jam 18 menit, mulai pukul 00.46 WIB dan berakhir pukul 04.04 WIB. Puncak gerhana terjadi pukul 02.25 WIB.

Gerhana Bulan selalu terjadi saat Bulan purnama. Gerhana Bulan terjadi karena Bulan memasuki bayang-bayang Bumi. Akibatnya, sinar Matahari yang menjadi sumber cahaya Bulan terhalang oleh Bumi hingga sinar Bulan menjadi lebih redup.

Dalam gerhana Bulan total, sinar Matahari yang menuju Bulan itu terhalang sepenuhnya oleh piringan Bumi. Dengan demikian, Bulan yang semula berwarna kuning cerah umumnya akan menjadi merah bata atau gelap.

Cahaya yang masih tampak di muka Bulan itu berasal dari sinar Matahari yang lolos melalui atmosfer Bumi. Sedang kegelapan warna Bulan saat gerhana Bulan total itu sangat ditentukan oleh kandungan debu atau tingkat polusi di atmosfer, makin banyak debu makin gelap warna Bulannya.

Sementara saat gerhana Bulan penumbra, seperti Sabtu dinihari, Bulan hanya memasuki wilayah bayang-bayang luar Bumi atau penumbra. Akibatnya, cahaya Matahari yang menuju Bulan nyaris tidak berkurang hingga perbedaan warna Bulan yang terjadi sulit diamati.

Dalam budaya Amerika Utara, Bulan (moon) purnama yang terjadi pada bulan (month) Juni dinamakan sebagai Bulan stroberi. Nama itu diberikan karena di masa lalu, banyak tanaman beri liar berbuah di wilayah itu pada bulan Juni. Kini dengan banyaknya varietas modern membuat tanaman beri juga mudah ditemukan di bulan lain.

Menurut Ontario Native Literacy Coalition seperti dikutip Space, Selasa (2/6/2020), masyarakat adat Ojibwe yang ada di Kanada dan utara Amerika Serikat memperlakukan Bulan Stroberi atau Ode’miiin Giizis sebagai waktu untuk pesta tahunan dan menyambut tamu-tamu datang ke rumah mereka. Sementara suku Cree di Kanada menyebut Bulan stroberi sebagai Opiniyawiwipisim atau Bulan bulat telur.

Masyarakat lain di belahan Bumi utara, seperti dikutip dari timeanddate.com, memberikan nama berbeda untuk Bulan purnama di bulan Juni. Masyarakat Eropa menyebut Bulan purnama bulan Juni sebagai Bulan Mawar (Rose Moon) atau Bulan Panas (Hot Moon) karena bertepatan dengan datangnya musim panas.

Sementara masyarakat Anglo-Saxon atau Britania Raya menyebutnya Mead Moon atau karena ini adalah masanya memotong rumput (mead). Penggunaan Bulan untuk menandai waktu itu menunjukkan bangsa Eropa dan Amerika di masa lalu banyak menggunakan Bulan untuk menentukan waktu atau musim.

Namun karena dinamakan Bulan stroberi, jangan berharap Bulan pada Juni ini akan berwarna merah semerah stroberi atau menjadi merah muda (pink).

Warna merah Bulan saat Bulan baru terbit atau menjelang tenggelam adalah akibat cahaya Bulan yang harus melalui lapisan atmosfer yang lebih tebal hingga hanya panjang gelombang merah yang bisa sampai ke mata kita. Namun saat Bulan makin tinggi atau di atas kepala, Bulan tetap akan berwarna kuning cerah.

Sementara Bulan Merah Muda sebenarnya sebutan Bulan purnama yang terjadi di bulan April. Nama ini juga digunakan masyarakat Amerika Utara untuk menandai bermekarannya bunga phlox (Phlox paniculata) yang berwarna merah muda pada bulan itu.

KOMPAS/TIMEANDDATE.COM—Tahapan dan waktu terjadinya gerhana Bulan penumbra, Sabtu, 6 Juni 2020 dinihari.

Musim gerhana
Gerhana Bulan penumbra yang terjadi pada 6 Juni dinihari kemarin merupakan gerhana pertama yang terjadi selama musim gerhana pada tahun 2020. Gerhana berikutnya akan terjadi 21 Juni 2020 yaitu gerhana Matahari Cincin dan gerhana Bulan penumbra kembali pada 5 Juli 2020.

Sebenarnya ada gerhana yang menjadi bagian dari musim gerhana yang terjadi di awal tahun 2020, yaitu gerhana Bulan penumbra 10 Januari 2020. Namun anggota dari musim gerhana ini terjadi di 2019, yaitu gerhana Matahari cincin 26 Desember 2019.

Jika gerhana Bulan penumbra 6 Juni 2020 bisa disaksikan dari seluruh Indonesia, maka gerhana Bulan penumbra 5 Juli 2020 tidak bisa diamati dari Indonesia. Sementara gerhana Matahari Cincin 21 Juni 2020 hanya akan diamati sebagai gerhana Matahari sebagian yang bisa disaksikan dari sebagian besar wilayah Indonesia jelang Matahari terbenam.

Musim gerhana adalah terjadinya beberapa gerhana dalam waktu berdekatan dengan jarak antarsatu gerhana dengan gerhana lainnya sekitar 15 hari. Dalam satu tahun bisa terjadi 2-3 kali musim gerhana dengan jarak antar musim gerhana itu selama enam bulan. Sedangkan dalam satu musim gerhana maksimal terjadi tiga kali gerhana.

Banyaknya gerhana yang terjadi di Bumi itu sebagai konsekuensi dari keteraturan gerak Bulan mengelilingi Bumi dan gerak Bulan dan Bumi mengitari Matahari. Satu musim gerhana akan terjadi saat posisi Matahari berada tidak jauh dari titik potong atau titik simpul antara pertemuan bidang orbit Bumi dengan bidang orbit Bulan memutari Matahari.

Dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung Moedji Raharto mengatakan dalam satu tahun masehi, bisa terjadi tujuh kali gerhana dengan komposisi yang terdiri atas 5 gerhana Matahari dan 2 gerhana Bulan atau sebaliknya serta komposisi lainnya 3 gerhana Matahari dan 4 gerhana Bulan atau sebliknya.

Meski seolah sering terjadi, untuk mengamati gerhana khususnya gerhana Matahari total atau gerhana Matahari cincin butuh upaya ekstra karena tidak semua wilayah bisa menyaksikannya.

Saat gerhana terjadi, baik Bulan maupun Matahari, umumnya terjadi kenaikan permukaan air laut. Namun, pasangnya air laut itu bukan dipicu karena terjadinya gerhana namun karena saat itu sedang terjadi peningkatan gaya tarik gravitasi Bulan maupun Matahari terhadap air laut.

Gerhana Bulan terjadi saat Bulan purnama sedang gerhana Matahari terjadi saat Bulan mati. Peningkatan gaya tarik gravitasi yang memicu pasang naik saat Bulan purnama atau Bulan mati itu terjadi karena Matahari, Bulan dan Bumi sedang dalam satu kesegarisan hingga gaya tarik Matahari dan gaya tarik Bulan saling menguatkan.

Kenaikan pasang air laut ini umumnya sudah terprediksi. Namun pasang air laut itu tidak akan selalu menimbulkan banjir rob seperti yang terjadi di sejumlah wilayah Pantai Utara Jawa beberapa hari terakhir. Banjir rob akan sangat ditentukan oleh kondisi cuaca dan kondisi geografis tiap daerah.

Wilayah dengan permukaan tanah lebih rendah dari permukaan air laut berpeluang besar mengalami banjir rob saat Bulan purnama atau Bulan mati. Potensi akan bertambah besar jika saat itu sedang terjadi hujan deras baik di darat maupun di laut serta gelombang laut tinggi. Karena itu, mereka yang berada di daerah rentan perlu mewaspadai banjir rob itu saat Bulan purnama atau Bulan mati.

Oleh M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 8 Juni 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB