Ancaman habisnya cadangan minyak dan gas bumi mendorong pemanfaatan energi surya, antara lain di sektor transportasi. Di Indonesia, rancang bangun mobil surya itu telah dirintis 30 tahun lalu. Hingga kini, lima prototipe mobil surya dihasilkan dengan kapasitas ditingkatkan.
Habisnya cadangan minyak mentah di masa depan dikhawatirkan banyak negara. Di Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memproyeksikan cadangan minyak akan habis 10 tahun lagi.
Jika bahan bakar fosil di perut Bumi habis, semua aktivitas manusia, termasuk sektor transportasi, terhenti. Kiamat transportasi terjadi jika tak ada pemanfaatan energi terbarukan skala produksi. Banyak negara memakai energi surya pada kendaraan dan wahana bergerak lain. Sumber energi itu melimpah, gratis, mudah didapat di alam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada 1970-an, sel surya dipakai di wahana ruang angkasa seperti satelit. Sejak 1980-an, pemanfaatannya meluas ke sarana transportasi di Bumi. Sistem sel surya ada di mobil, sepeda motor, kapal pesiar, pesawat, hingga balon udara. Di Amerika Serikat, pesawat ringan tenaga surya terbang dari Los Angeles ke Washington DC berjarak 4.000 kilometer selama 115 jam.
Di Indonesia, pembuatan prototipe mobil tenaga surya dirintis pada 1988. Itu diprakarsai mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dimotori Effendi Sigarlaki dan Fransiskus Rasdi. Karya mereka mobil listrik tenaga surya lalu dinamai Widya Wahana I (WW-1). Peluncurannya di Monas, Jakarta, November 1989. Itulah mobil bertenaga surya pertama di Indonesia.
Saat itu, pembuatan prototipe mobil tenaga surya juga dilakukan tim mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Trisakti, tetapi tak dikembangkan lebih lanjut. Sementara pengembangan WW-1 berlanjut, didukung fasilitas laboratorium dan peralatan dari IPTN (kini PT Dirgantara Indonesia), PT PAL, dan PT LEN Industri.
Dari tiga industri itu, dua prototipe mobil surya lain berhasil dikembangkan. Mobil surya WW-2 dan WW-3 dibuat pada 1992 dan 1995. Dalam uji coba, tiga prototipe itu dikendarai dari Jakarta ke Surabaya sejauh 800 km dan kecepatan maksimum 60 km per jam.
Sayangnya, mobil ramah lingkungan itu tak diminati industri otomotif untuk diproduksi massal. Padahal, dengan energi surya yang melimpah di negeri tropis ini, kelangkaan energi bisa teratasi dan mengurangi ketergantungan pada negara lain. Polusi udara pun diatasi.
Generasi lanjut
Mahalnya harga bahan bakar minyak mendorong minat mahasiswa ITS melanjutkan pengembangan mobil surya. Mereka merintis generasi mobil surya yang dinamai Sapu Angin Surya. Itu adalah generasi keempat Widya Wahana.
Semangat mereka membuat mobil surya generasi baru itu terpacu adanya ajang World Solar Challenge 2013 di Australia. Balap mobil surya itu berjarak 3.000 km dari Darwin di utara ke Adelaide di selatan Australia.
Pada ajang balap mobil surya internasional itu, karya otomotif tim ITS mampu bersaing dengan peserta dari perguruan tinggi dan perusahaan otomotif terkemuka dunia. Di ajang yang diikuti 40 tim dari 23 negara itu, ITS jadi tim satu-satunya dari Indonesia. Kualifikasi Sapu Angin Surya di posisi 11, tapi karena sistem kendali rusak saat lomba, posisi terakhir SAS 20 dari 40 peserta.
Ajang WSC yang digelar sejak 1987 itu didominasi AS, Eropa, Jepang, dan Australia. Tim Universitas Teknologi Delft Belanda, dengan mobil Nuna menjuarai lomba sejak 2001. Nuna yang melaju 102,75 km per jam jadi generasi ke-7 yang merajai balapan pada 2013.
Komponen penentu kemenangan ialah sel surya dan baterai. Faktor lain adalah pengenalan kondisi medan dan kemampuan pengemudi bermanuver. ” Pada ajang WSC 2015 Oktober nanti, ITS akan ikut dengan WW-5 yang meningkat kemampuannya dibandingkan dengan generasi sebelumnya,” kata M Nur Yuniarto, konsultan Tim WW-5.
Pengurangan berat antara lain dicapai dengan karbon dan aluminium, menggantikan rangka dan bodi besi. Daya gerak didorong dengan meningkatkan efisiensi sel surya memakai silikon amorf dan pengisian baterai. Sistem pengereman dan mekanisme gerak motor memakai teknologi baru.
Pada generasi terdahulu, berat mobil surya 500 kg dan berkecepatan 60 km per jam. Pada generasi keempat, bobot 280 kg kecepatan 130 km per jam. Mobil surya WW-5 dengan kecepatan maksimal 150 km per jam, menjalani tur Jawa-Bali pada 17-20 Agustus 2015 dari Jakarta menuju Denpasar, Bali.
Prototipe mobil surya generasi kelima karya mahasiswa ITS bobotnya hanya 150 kg berkapasitas dua penumpang. Ringannya bodi mobil surya itu karena memakai bahan plastik polipropilen dan serat karbon ringan, tetapi amat kuat.
Dengan baterai mampu meluncurkan kendaraan ringan itu 700 km, rute Jakarta-Denpasar 1.250 kilometer dicapai dengan kecepatan 90 km per jam. Kelistrikan mobil dari panel surya menutup bagian atas wahana. Luas penampang atas kendaraan 4,5 meter x 1,8 meter.
Pengembangan mobil surya ke tahap industri dirintis pemerintah. Riset dilakukan dari segi kapasitas baterai, pembenahan sistem, dan tampilan. Menurut Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, level mobil listrik ditargetkan naik ke tahap prototipe industri pada 2017. (B12)–YUNI IKAWATI
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Agustus 2015, di halaman 14 dengan judul “Generasi Baru Mobil Surya”.