Hingga minggu (22/4) jumlah gempa susulan di Kalibening, Banjarnegara, Jawa Tengah telah mencapai delapan kali. Meski kekuatan gempa susulan ini terus mengecil, masyarakat diminta mewaspadai bangunan yang retak akibat guncangan gempa utama berkekuatan M 4,4 pada Rabu (18/4) lalu.
Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, magnitudo gempa susulan berkisar dari M 1,7 hingga M 3,4. Gempa susulan terakhir berkekuatan M 3,4 pada Sabtu (21/4) pukul 18.19 WIB sekitar 25 km arah utara Banjarnegara pada kedalaman 1 Km.
Menurut Daryono, dampak gempa susulan ini menyebabkan dua orang luka ringan. Warga yang menderita luka ringan disebabkan karena terkena rubuhan bangunan yang memang sudah retak saat terjadi gempa utama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Karakteristik gempa Kalibening ini cukup unik karena pusatnya sangat dangkal sehingga guncangannya berdampak besar meskipun magnitudonya kecil,” ujarnya.
Kekuatan gempa susulan semakin melemah dari gempa utama M=4,4 pada hari Rabu 18 April 2018 menjadi M=1,4 pada hari Minggu 22 April 2018 (dalam waktu 3 hari).–Sumber: BMKG
Karakteristik gempa Kalibening ini cukup unik karena pusatnya sangat dangkal sehingga guncangannya berdampak besar meskipun magnitudonya kecil.
Daryono menambahkan, gempa susulan lazim terjadi pasca terjadinya gempa yang cukup kuat. Dengan melihat kecenderungan kekuatan gempa susulan yang mengecil, potensi terjadinya guncangan dengan kekuatan yang lebih besar dari gempa, terutama diperkirakan rendah. Namun, masyarakat diimbau agar menjauhi bangunan yang telah retak-retak karena berpotensi roboh jika terjadi guncangan lagi.
“Berdasarkan hasil monitoring dari lima sensor digital seismograf yang baru terpasang di sekitar episenter, dapat disimpulkan bahwa kekuatan gempa susulan semakin melemah. Dapat diperkirakan sangat kecil potensi terjadinya gempa susulan yang lebih kuat lagi pada lokasi episenter yang sama,” kata dia.
Lokasi gempa susulan dibandingakn gempa utama.–Sumber: BMKG, 2018
Belum Teridentifikasi
Daryono mengatakan, gempa Banjarnegara yang menewaskan dua orang memberi pelajaran tentang pentingnya identifikasi sumber gempa secara lebih rinci. Sejauh ini, masih banyak sumber gempa di Indonesia yang belum terpetakan, termasuk gempa di Kalibening dan juga gempa darat yang menghancurkan ratusan rumah di Pidie Jaya, Aceh pada 2016 lalu.
Peneliti gempa bumi dari Pusat Penlitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Mudrik Darmawan Daryono mengatakan, gempa kali ini memang berada di zona sesar yang belum teridentifikasi daalam Peta Gempa Bumi Nasional 2017. Mudrik yang turut menyusun peta gempa ini mengatakan, kualitas resolusi data yang digunakan dalam peta gempa bumi nasional masih relatif rendah, yaitu sekitar 30 meter.
“Idealnya kita memiliki data resolusi dengan resolusi minimal 10 meter sehingga bisa memetakan sumber sesar aktif lebih baik,” kata dia.
Lokasi sumber gempa bumi kali ini, menurut Mudrik berjarak sekitar 16 kilometer sesar Baribis-Kendeng yang terpetakan di Peta Gempa Bumi Nasional 2017. “Dugaan saya, ini bagian dari sistem besar Baribis Kendeng,” kata dia.
Menurut Mudrik, jalur sesar aktif sesar Baribis Kendeng perlu penelitian geologi yang serius untuk lebih mengetahui karakteristik dan parameter sesar aktif nya. Tujuannya untuk mengetahui parameter lokasi jalur pasti, kejadian gempa bumi di masa lalu, kecepatan pergeseran tektonik, besar magnitudonya, dan paling penting periode ulangnya. “Jalur sesar aktif Baribis Kendeng inilah yang berindikasi menerus hingga memotong Ibukota Jakarta,” kata dia.
Gempa bumi tersebut juga menunjukkan kawasan utara Jawa memang memiliki sesar aktif penghasil gempa bumi. Sebagaimana telah disebutkan dalam peta Gempa Bumi Nasional 2017, sesar Baribis Kendeng melintasi kota-kota besar di utara Jawa, mulai dari Surabaya, Semarang, hingga Cirebon.–AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 23 April 2018