Rentetan gempa Lombok belum berakhir. Tren gempa yang diakibatkan aktivitas Sesar Naik Busur Belakang Flores ini bergeser ke Pulau Sumbawa, yaitu hingga ke Kota Bima.
Aktivitas Sesar Naik Busur Belakang Flores atau Flores Back Arc Thrust yang memicu rangkaian gempa di Pulau Lombok masih tinggi. Gempa terus terjadi dan bergeser ke arah timur hingga ke Kota Bima di wilayah timur Nusa Tenggara Barat.
Rabu (29/8/2018) sekitar pukul 11.51 WIB gempa berkekuatan M 5,1 melanda Kota Bima. Episenter gempa yang mengguncang Bima berpusat di Laut Flores, sekitar 80 km arah Timur Laut Kota Bima dengan kedalaman 10 km.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa ini merupakan gempa dangkal akibat aktivitas Sesar Naik Busur Belakang Flores,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dayrono, di Jakarta, Rabu.
Minggu (26/8/2018) dua gempa berkekuatan menengah terjadi di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat. Gempa berkekuatan M 5,5 terjadi pada pukul 1.33 WIB dan berikutnya gempa berkekuatan M 5,1 terjadi pada pukul 10.53 WIB. Gempa ini juga bersumber dari Sesar Naik Flores. (Kompas, 27/8/2018)
SHARON UNTUK KOMPAS–Rangkaian Gempa akibat Sesar Naik Busur Belakang Flores yang dicatat oleh BMKG terjadi sejak 1815.
Daryono mengatakan, BMKG masih terus mengkaji dan memantau pola gempa di sesar naik Flores ini. Sekalipun potensi gempa masih ada, namun hingga kini belum ada yang bisa memprediksi kapan dan di mana gempa berikutnya yang bersumber dari Sesar Naik Flores ini akan terjadi. Oleh karena itu, masyarakat diminta tidak mudah percaya dengan berbagai isu yang beredar yang meramalkan akan terjadinya gempa.
Sebelumnya, ahli gempa dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano mengatakan, pola gempa di sesar naik Flores ini cenderung memicu di segmen yang berdekatan. Sampai sekarang belum bisa diketahui, rentetan gempa ini sampai kapan dan hingga ke segmen sebelah mana, namun secara teknis bisa semakin ke timur atau ke barat arah Bali dengan potensi yang bisa sebesar sebelumnya.
Gunung Kidul
Kemarin, gempa gempa dengan kekuatan hampir sama, yaitu M 5,2, juga melanda Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada pukul 01.36 WIB. Titik pusat dari gempa berjarak 144 km ke arah selatan kota Wonosari, Gunung Kidul, dengan kedalaman 62 km.
Gempa di Gunung Kidul ini, kata Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono, diakibatkan oleh aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia yang menyusup ke bawah Lempang Eurasia. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi ini dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan naik (Thrust Fault).
“Menurut laporan masyarakat, gempa terasa tidak hanya di sekitar DIY. Gempa terasa hingga Karanganyar, Karang, Purworejo, hingga Wonogiri,” kata Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Yogyakarta BMKG I Nyoman Sukanta di Yogyakarta.
Nyoman mengatakan, berdasarkan hasil permodelan, gempa bumi itu tidak berpotensi tsunami mengingat kekuatannya tidak terlalu besar. Masyarakat pun diharapkan agar tidak terlalu khawatir dengan gempa tersebut.
Gempa susulan
Setelah gempa yang terjadi pada dini hari di Gunung Kidul itu, ada dua kali gempa susulan. Kekuatan gempa cukup kecil sehingga tidak bisa dirasakan oleh masyarakat.
Gempa susulan pertama terjadi pada pukul 04.36 WIB dengan kekuatan M 2,8. Jarak titik episentrumnya adalah 84 km ke arah barat daya Kabupaten Bantul, DIY, dengan kedalaman 10 km.
Sementara itu, gempa susulan kedua terjadi pada pukul 10.50 WIB dengan kekuatan M 3,7. Titik gempanya berada di 104 km, arah barat daya Gunung Kidul dengan kedalaman yang sama, yaitu 10 km.
“Kedua gempa itu bermagnitudo kecil. Hanya tercatat oleh seismograf, tetapi tidak terasa oleh masyarakat,” kata Nyoman.
Secara terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Biwara Yuswantana mengatakan, tidak ada laporan kerusakan bangunan akibat gempa tersebut. “Kami harap masyarakat tetap tenang dalam menyikapi gempa ini. Jangan pula terpancing kabar-kabar bohong,” kata Biwara.
Sebagai upaya mitigasi, selama ini, BPBD DIY telah melakukan berbagai upaya sosialisasi tentang cara evakuasi diri apabila terjadi gempa. Pengalaman gempa bumi yang sempat terjadi di Yogyakarta, pada 2006, juga telah membuat masyarakat membangun hunian-hunian yang tahan gempa.
“Masyarakat juga harus bijak dalam mengatur letak barang di rumahnya. Barang-barang yang berbeban berat, jangan diletakkan di atas lemari. Itu tentu membahayakan mereka, mengingat goncangan saat gempa bisa menjatuhkan barang-barang tersebut, dan menimpa mereka saat hendak menyelamatkan diri,” kata Biwara.–AHMAD ARIF/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Sumber: Kompas, 30 Agustus 2018