Enam Gunung Berstatus Siaga
Gempa tektonik di Laut Maluku pada 15 November 2014 menjadi pemicu kenaikan aktivitas vulkanik Gunung Soputan di Sulawesi Utara. Status gunung ini ditingkatkan dari Waspada ke Siaga, Jumat lalu. Ditambah kondisi tektonik yang sangat kompleks di area tersebut, gunung berapi di sana sangat reaktif.
”Gempa 7,3 skala Richter yang membuat ada peringatan dini tsunami November lalu bertanggung jawab terhadap meningkatnya status Soputan,” tutur Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Surono, dari Bandung, saat dihubungi, Sabtu (27/12). Tidak hanya memicu Soputan, gempa tersebut juga menyebabkan aktivitas Gunung Gamalama naik sehingga berstatus Siaga sejak Kamis (18/12).
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM menaikkan status Gunung Soputan di Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, Jumat (26/12) pukul 03.00 Wita. Dasarnya, pengamatan visual terhadap gunung itu menunjukkan ada asap putih tipis hingga sedang setinggi 50-200 meter. Kegempaan gunung juga meningkat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, status Siaga berarti aktivitas gunung mengarah ke letusan atau dapat menimbulkan bencana seiring adanya peningkatan intensif gelombang seismik. Sementara itu, status Waspada berarti terdapat kenaikan aktivitas seismik dan kejadian vulkanik di atas level Normal.
Gempa yang dimaksud Surono terjadi pukul 09.31 WIB, Sabtu (15/11), pada kedalaman 48 kilometer. Pusat gempa ada di utara Laut Maluku, yakni 158 kilometer timur laut Bitung atau 160 kilometer barat laut Ternate. Berdasarkan analisis Pacific Disaster Center, tsunami setinggi 0,3-1 meter mencapai sejumlah wilayah pesisir Indonesia beberapa saat setelah gempa (Kompas, 15/11). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika pun mengeluarkan peringatan dini tsunami lima menit sesudah gempa (Kompas, 18/11).
Surono mengatakan, peningkatan aktivitas akibat gempa tektonik terjadi mengingat kondisi tektonik di sekitar Gunung Soputan dan Gamalama sangat kompleks. Oleh karena itu, gempa- gempa tektonik di sana tak bisa diremehkan meski berskala kecil dan tidak menimbulkan korban jiwa. ”Bahkan, energi dari gempa tektonik di sana sangat efisien dan mudah memicu peningkatan aktivitas gunung berapi Sulawesi Utara dan Maluku Utara,” ujarnya.
Selain itu, kedua gunung berada dalam zona yang sama, Punggungan Mayu (antara Sulawesi Utara dan Pulau Halmahera, Maluku Utara). Zona itu terbentuk akibat tumbukan ganda lempeng kecil di Laut Maluku.
Hal yang juga harus diwaspadai, sebelum Soputan dan Gamalama, ada pula gunung yang sudah berstatus Siaga di sekitar zona itu dalam wilayah Sulawesi Utara: Gunung Karangetang (sejak 3 September 2013) dan Gunung Lokon (sejak 24 Juli 2011).
Menurut Surono, meskipun ada jeda antara gempa dan kenaikan aktivitas, hubungan sebab-akibat tetap ada. Energi dari gempa tektonik tidak akan lenyap, tetapi beralih jadi energi bagi gunung berapi di sekitar pusat gempa untuk beraktivitas.
Tidak mengungsi
Sutopo menambahkan, pengungsian belum diperlukan akibat meningkatnya aktivitas Gunung Soputan. Ini mengingat penduduk terdekat berjarak 8 km dari puncak. Area berbahaya pada radius 6,5 km dari puncak sehingga warga hanya diimbau tidak beraktivitas di area itu. Jarak 6,5 km adalah jarak luncuran awan panas dari puncak pada Juni 2008.
Surono mengkhawatirkan adanya pendaki yang nekat memasuki area berbahaya. Ia meminta, agar sebelum mendaki gunung apa pun yang masih aktif, pendaki mencari informasi terlebih dulu terkait statusnya. ”Dalam status Waspada saja, pendakian dilarang hingga radius 1,5 km dari puncak. Jangan bilang tak ada peringatan sebelumnya dan menyalahkan petugas.”
Sutopo menambahkan, dengan status Siaga terbaru bagi Soputan, total terdapat enam gunung berstatus Siaga. Selain Soputan, Gamalama, Karangetang, dan Lokon, ada Gunung Slamet di Jawa Tengah (sejak 12 Agustus) dan Sinabung di Sumatera Utara (sejak 8 April). (JOG)
Sumber: Kompas, 29 Desember 2014